12 : END

3.8K 418 106
                                    

Caine menatap kuburan dihadapannya, pemakaman baru di selenggarakan. Semua orang sudah pergi, meninggalkan Caine yang masih menatap kosong papan nama diatas kuburan itu.

RION KENZO

Itulah nama yang tertera disana.

Apa yang Caine harapkan? Rion yang tiba-tiba bangun dari kuburnya?

Dan semua ini hanya mimpi buruk yang Caine alami? Itulah yang Caine pikirkan saat ia mendengar kabar bahwa semua nya telah usai.

Helaan nafas yang sangat berat terdengar dari Caine yang tengah menundukkan kepalanya.

"Aku harap ini cuman mimpi, Yon. Tapi, kalau ini mimpi kenapa kamu ga bangunin aku? Kenapa aku ga bangun bangun dari mimpi ini? Kamu bangunin aku, mimpi nya jelek banget Yon."

Rintihan menyakitkan dari Caine mulai terdengar, kenapa Rion tidak membangunkan dirinya dari mimpi buruk ini? Kenapa di mimpi ini ia harus kehilangan Rion?

"Yon, aku nangis, aku sakit, aku benci diri aku yang masih ga terima kenyataan ini! Yon peluk aku, aku capek."

Tangisan itu benar-benar mengenaskan, Caine meraung-raung memanggil nama Rion, ia memukul dada nya berkali-kali karena rasa sesak, isakan tangis Caine benar-benar keras. Ia memeluk makam itu dan memukul makam itu dengan tangan yang begitu bergetar.

"Kenapa? Kenapa setelah semuanya, kamu baru ninggalin ini? Kenapa enggak aku aja yang mati, Yon. Kenapa harus kamu? Aku gabisa kalau gini Rion, gabisa!" teriakkan Caine ditengah makam yang sepi itu.

Hujan turun tanpa aba-aba, dan hujan itu begitu menghantam tubuh Caine dengan begitu keras, cukup menyakitkan seperti diserang beribu batu.

Namun, hujamam hujan itu tidak ada sakitnya daripada hujamam kesakitan hati Caine kehilangam belahan jiwanya.

"Aku... Aku gabisa hidup kalau gini, Yon.""

Suara Caine terbata-bata, isakan tangis nya sungguh menyedihkan, bahkan hampir merengut nafasnya.

Caine ingin di peluk Rion saat disituasi ini. Caine ingin Rion menciumnya, tapi? Rion nya sudah pergi, bagaimana ini, Rion nya Caine sudah pergi.

"Rion, aku mau dipeluk, mau di cium, mau di sayang, aku mau kamu selalu ngelus kepala aku, kalau aku lagi down karena penyakit aku aku mau kamu ada disamping aku. Aku mau kamu temenin aku kemo tiap hari Rion."

Suara Caine berhenti, hujan terus mengiri setiap ucapan Caine, ia tidak peduli dengan tubuhnya yang basah kuyup.

"Aku gimana kalau enggak ada kamu, Yon? Siapa yang meluk aku? Siapa yang selalu nganterin aku kemo? Siapa yang bakal ngelus aku kalau lagi capek? Siapa yang bakal cium aku setiap harinya? Siapa yang bakal nemenin hari-hari aku Rion?"

"AKU GABISA KALAU ENGGAK ADA KAMU, RION!"

Teriakan Caine menggelegar di iringi dengan gemuruh petir yang menyambar dengan cepat.

Tangisan pilu Caine tak henti-henti terdengar.

Caine meraung memanggil nama Rion, Caine meracau tak karuan dengan terus-menerus mengeluh. Yang Caine katakan hanya.

"Kenapa semesta harus ngambil Rion dariku."

"Kenapa Rion ninggalin aku?"

"Rion."

"Rion."

"Tuhan, kembalikan Rionku. Bawa Rionku kembali tuhan, jangan bawa dia, jangan ambil Rionku."

Rintihan itu selalu Caine ujarkan, hingga saat semua pandangan Caine menjadi begitu gelap












Hal Indah? #rioncaineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang