JUDUL KEDUA DALAM SERI JENAKA
The Wolf I Love - On Going
Mon, Wed, Fri - 20.30 WIB
--------------------------------------------------------------
Sudah lama Jenaka mengubur impiannya untuk memiliki kehidupan yang biasa-biasa saja. Seisi Kota Sidikar...
Jadi, buat kalian yang udah baca judul Jenaka, pasti seru deh waktu baca chapter ini. Karena adegannya sama persis, hanya saja ditulis dari perspektif yang berbeda. Lucu aja gitu, dialognya pun sama jadinya bikin nostalgia sama Jenaka dan kita jadi tau isi hati Jena saat kejadian itu gimana sebenernya ☺
So, enjoy!
Eits... Tapi, sebelumnya, aku minta vote-nya dulu yaa 😀
Happy reading!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dengan ayunan kayu di halaman rumput dan dinding-dinding batu besar khas bangunan jaman Belanda, tempat ini lebih menyerupai rumah tua yang bersih dan terawat dibanding toko buku dan perpustakaan. Tidak terlalu luas, koleksi bukunya pun terbatas. Namun, Jena selalu menyukai suasana tenang yang bisa didapatkannya di tempat ini. KutuBuku, namanya. Sebuah toko buku kecil di pusat Sidikara Utara. Tempat favorit Jena di seantero kota.
Jena memasuki pintu utama dan menghirup dalam-dalam aroma unik khas buku-buku lama yang sangat ia gemari. Petugas penjaga yang duduk di balik meja depan ramah menyapa dan Jena menjawab sopan sambil melambaikan tangan. Hampir semua pegawai KutuBuku mengenal Jena dengan baik. Maklum saja, ia telah menjadi pelanggan setia toko buku ini sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.
Lagi-lagi terdengar denting pesan WhatsApp dari ponsel di dalam tas selempang Jena. Farel terus mengiriminya pesan sejak ia masih di perjalanan. Sambil memasuki lorong rak buku paling depan, Jena merogoh benda pipih itu dan mengubahnya ke dalam mode sunyi tanpa membuka aplikasi berkirim pesan yang bertandakan simbol notifikasi.
Setelah jatuhnya bom kebohongan Farel di depan toilet kelas dua belas, beruntung kelas Bahasa Jerman yang merupakan jam pelajaran terakhir hanya tersisa lima menit lagi. Jena membereskan buku-buku dan alat tulisnya dengan tangan gemetar, lalu melesat keluar kelas untuk mengejar bus paling cepat ke arah KutuBuku.
Caca berkali-kali menawarkan diri untuk menemani Jena pergi ke toko buku. Jena tahu sahabatnya itu khawatir, tapi ia bersikeras bahwa itu tidak perlu. Selain karena tahu persis Caca tidak gemar membaca dan berkeliling di antara rak-rak buku hanya akan membuatnya bosan setengah mati, Jena memang butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri.
Jena berhenti berjalan di depan rak genre buku favoritnya, yaitu fantasi remaja. Sebagian besar judul yang terpampang di deretan depan telah ia miliki, bahkan beberapa belum sempat dibaca karena terhalang kesibukan persiapan lomba. Namun, Jena menemukan empat judul yang baru dilihatnya. Diraih dan dibaliknya satu persatu buku-buku itu untuk membaca sinopsis di sampul bagian belakang. Jena lalu terlarut membaca salah satu sampel buku yang pelindung plastiknya telah terbuka.