Chapter 7

35 2 3
                                    

Hi, readers!
Selamat datang di TWIL Chapter 7 🐺
Sejauh ini, ini adalah chapter yang memakan waktu paling lama untuk kutulis—empat hari untuk 2500 kata 😂
Agak tricky di bagian tengah, penjabaran isi pikiran Jena saat memutuskan untuk mampir di kios ramen. Karena aku maunya pembaca mudah relate dengan Jena, dan gak mau ini anak terkesan alay! Haha! 😂
Anyway, semoga kalian suka yaa
Happy reading!

Arai, Arai, Arai.

Nama yang sederhana, tetapi Jena teramat menyukainya. Mulutnya ingin terus menyebut nama itu setiap kali ada kesempatan.

"Kamu suka olahraga bela diri juga, Arai?"

Lalu,

"Oh, baru mau daftar. Rencananya kamu mau ikut kelas apa, Arai?"

Dan,

"Arai, aku mulai latihan dulu ya!"

Tahu Arai tengah memperhatikan gerak-geriknya, Jena tidak dapat memusatkan perhatiannya sebaik biasa selama latihan berlangsung. Di tengah-tengah setiap gerakan menyerang dan tangkisan, sudut mata Jena tetap menangkap apa yang tengah lelaki itu lakukan—berbincang-bincang bersama Kak Puri, resepsionis Kapow.

Segera setelah menyadari Arai tengah berjalan ke meja resepsionis sambil merogoh dompet—yang berarti ia telah siap mendaftar—Jena meminta izin istirahat pada Kang Ahmer.

"Hai... Arai!" Jena menghampiri Arai dan menyapanya dengan napas terengah-engah.

"Hai," jawabnya singkat.

"Udah selesai daftarnya?"

"Ini tinggal bayar."

"Oh," jawab Jena.

Gadis itu tetap berdiri di sana sambil menggigit-gigit bibir bagian dalamnya. Ia belum mau beranjak. Namun, apa lagi yang harus dibicarakannya jika Arai hanya menatapnya tapi tak pernah menjawab pertanyaannya lebih dari sepatah-dua patah kata?

"Silakan, Mas Arai." Kak Puri yang sedari tadi mengetikkan informasi pendaftaran Arai di komputer akhirnya mengangkat kepala dan memberikan kertas hasil print pada lelaki itu. "Ini totalnya. Mau cash atau card, Mas?"

"Card aja, Mbak," jawab Arai sambil menyerahkan sebuah kartu hitam pada Kak Puri, akhirnya mengalihkan pandangannya dari Jena.

Jena menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan memaksakan sebuah senyum. Ia tahu upayanya mengulur waktu sudah habis dan kini harus merelakan lelaki itu pergi. "Ya udah, aku latihan lagi ya, Arai. Sekali lagi, makasih banyak dan maaf udah ngerepotin."

Arai mengangguk. "Santai."

"Sampai ketemu lagi." Jena melambai pelan lalu kembali ke arena tarung.

Lima menit kemudian, dari atas matras tarung, Jena menyaksikan punggung Arai berlalu dari pintu Kapow. Terbentuk rasa tak rela yang tak dapat Jena mengerti di hatinya. Ia ingin Arai tetap di sini sampai tiba waktu latihannya usai. Tidak masuk akal, memang. Belum genap satu jam sejak mereka saling mengenal, bahkan bertemu pun baru dua kali. Namun, rangkaian kejadian tidak biasa yang mempertemukannya dengan lelaki itu tak urung membuat Jena merasa bahwa apa yang mungkin akan terjadi di antara mereka adalah sesuatu yang tak biasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Wolf I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang