Chapter 3

84 9 1
                                    

Saat jam makan siang, Bi Mae sedang menyiapkan dua porsi makanan. Yang pertama untuk Bumantara di meja makan. Dan lainnya untuk ia bawa ke k
amar Aksara.

"Makan siang udah siap, Bi?" Bumantara datang dengan tiba-tiba.

"Udah, Den. Baru Bibi mau nganter ke meja makan," kata Bi Mae.

Bumantara melirik ke arah makanan yang akan di bawa.

"Itu yang di baki buat Bang Aksa?" tanya Bumantara.

"Oh, iya yang di baki nanti saya bawa ke kamar Den Aksara," jawab Bi Mae.

Bumantara mengerling malas. Dia paling tidak suka jika menyangkut tentang kakak lumpuhnya itu.

"Mending Bi Mae kerjain yang lain aja! Itu yang buat Bang Aksa biar sekalian saya yang bawa," kata Bumantara.

Karena hanya seorang asisten rumah tangga, tentu Bi Mae tidak bisa membantah perintah majikannya. Artinya dia tinggal mencuci perabot yang tadi ia gunakan untuk memasak. Dia tak perlu membawa makanan ke meja makan atau ke kamar Aksara karena Bumantara yang akan membawanya.

***************

Bumantara membawa baki dengan sepiring makanan untuk Aksara ke kamar Aksara.

"Makan nih Bang," kata Bumantara dengan sedikit kasar meletakkan baki itu di pangkuan Aksara.

Aksara menatapnya bingung, beberapa saat Aksara hanya menunduk menatap makanannya.

"Dimakan, Bang. Jangan diliatin doang," kata Bumantara.

Tentu saja membuat Aksara tambah tak mengerti.

"A-bang...nggak... bi-sa." Aksara buka suara.

"Maksudnya? Oh, iya lo kan lumpuh, ya? Mau gue ajarin nggak? " Dengan nada mengejek, Bumantara terus mempermainkan Aksara.

Dia mencengkram erat tangan Aksara kemudian memaksa tangan itu untuk mengengam sendok. Dia terus menuntun tangan itu dengan paksa sampai tangan itu benar-benar menggenggam sendok. Hanya sejenak, lalu sendok itu jatuh. Dan menumpahkan sedikit makanan di atas kasur.

"Gitu doang nggak bisa! Kenapa sih lo itu nyusahin?! Kenapa nggak mati aja sekalian!" kata Bumantara kesal.

Tanpa mengabaikan jika Aksara terus merintih kesakitan karena tangannya dipaksakan untuk bergerak. Dia sudah lama tidak melakukan terapi syaraf. Wajar jika motoriknya mulai kaku. Bumantara memilih acuh dan pergi meninggalkan Aksara, padahal ia belum sempat menyuapkan satu sendok nasipun pada Aksara. Jadi tinggallah, Aksara terbaring lemah kelaparan hingga sore datang.

***************

Sore harinya, Pamungkas pulang lebih dulu dibandingkan saudara-saudaranya yang lain. Dia kembali dimintai tolong oleh Satria untuk menjaga Aksara, karena Satria masih ada urusan skripsi sampai malam di kampus. Niatnya, ia akan memandikan Aksara terlebih dahulu baru menyuapinya makan. Tanpa pikir panjang ia lantas bergegas ke kamar Aksara. Dia pikir akan baik-baik saja, namun saat dia sampai di kamar Aksara justru pemandangan tidak mengenakan yang ia lihat. Aksara yang entah terlelap, atau kelelahan atau mungkin tak sadarkan diri? Di pangkuannya ada baki dengan seporsi makanan yang masih utuh, namun sedikit berantakan. Ada gelas kosong yang airnya tumbah membasahi baju Aksara.

"Apa-apaan nih?" Pamungkas nampak marah.

Dia berpikir, mengapa Bi Mae melakukan ini? Tidak biasanya asisten rumah tangganya itu berbuat hal ceroboh seperti ini. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres. Namun sebelum itu, dia harus membangunkan Aksara dulu.

"Bang Aksa bangun!" Tak ada respon.

"Bang, Bang Aksa." Kini Pamungkas membangunkan dengan sedikit penekan, namun masih tak ada respon.

"Bang, bangun Bang. Bang Aksa," kata Pamungkas.

Nada suaranya berubah khawatir. Dia berpikir keras harus bagaimana? Apa yang harus dia lakukan?

"Bang, jangan bikin gue takut. Bangun Bang," kata Pamungkas panik dengan menggerakkan tubuh Aksara.

Tak lama kemudian, terdengar suara lenguhan lemah bersaman dengan terbukanya mata Aksara. Begitu sayu dilihatnya, namun itulah yang Pamungkas inginkan sejak beberapa menit lalu. Dia menghela napas lega setelah begitu sesak ia rasakan memenuhi rongga dadanya.

"Bang, lo bikin gue takut," kata Pamungkas.

Maniknya berbinar seakan menahan sesuatu yang akan mengalir dari sana. Aksara melihatnya begitu sayu. Pikirannya bekerja keras ingin mengetahui apa yang membuat adik bungsunya menahan air mata.

"Ke-na-pa?" tanya Aksara.

Nyatanya memang ia tidak akan bisa menebak apa yang terjadi. Jadilah lebih baik tanyakan langsung saja.

"Lo jangan kayak tadi, ya Bang. Gue takut," kata Pamungkas.

Aksara kembali berpikir, memangnya apa yang sudah ia lakukan? Kenapa Pamungkas ketakutan? Dia kemudian mengingat-ingat. Dan bak suara lampu menyala di dalam kepalanya, dia berhasil mengingat apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Bumantara datang membawakannya makanan dan meletakkannya di pangkuannya. Dia bahkan dipaksa untuk menggerakkan tangannya yang membuatnya mengerang kesakitan. Dan meninggalkannya kelaparan hingga tak sadarkan diri. Dia pasti membuat Pamungkas khawatir karena ia tak kunjung bangun. Aksara hanya bisa meminta maaf. Kemudian, Pamungkas meraih baki dan membereskan makanan yang sedikit berantakan di sana. Air di gelas yang tumpah sudah kering sejak tadi.

"Bang, gue beresin ini dulu ya. Biar nanti gue minta Bi Mae masak lagi. Lo tunggu bentar doang ya, jangan pingsan lagi. Gue takut," kata Pamungkas sembari bergegas keluar kamar.

***************

Padamu, Aksara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang