●
SATU
●(Cerita ini hanya fiksi yang sengaja dibuat untuk hiburan semata. Jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian; merupakan ketidaksengajaan. Bijaklah dalam meninggalkan jejak.)
.
.
(Maaf untuk semua typo yang bertebaran)
.
.☆THE REASON☆
"Dan yang terakhir, Han Yeonhee," ucap Bom dengan mata tegas menatap pria di depannya; Shin.
Meskipun samar, Bom sempat melihat pria itu terhenyak.
"Selain ketiga hal tersebut, aku akan memberikan apa pun yang kau inginkan," tambah Bom.
Shin mendengus pelan sebelum mengeluarkan smirk tipisnya, "Kau pikir aku akan terbujuk dengan semua itu?"
Bom diam. Tentu saja dia tahu Shin bukan orang yang mudah terbujuk dengan iming-iming. Bahkan meski Bom mengatakan akan menjadikannya presiden, pria itu tidak akan mudah di taklukkan.
"Sepertinya kau memiliki banyak waktu luang hingga kau menggunakannya untuk sesuatu yang tidak berguna seperti ini. Tapi, bagaimana, ya? Aku sibuk," kata Shin, "Jadi, cepat pergi dari sini. Aku tidak punya waktu untuk meladeni omong kosongmu."
Bom menghela pelan kemudian mengangguk kecil, "Baiklah, aku akan pergi," ia bangkit sambil menenteng tas jinjingnya, "Tapi aku akan kembali lagi."
"Ya!" tegur Shin karena tidak suka dengan ide tersebut.
"Seharusnya kau memikirkan hal ini dengan lebih seksama. Siapa yang tahu, jika pada akhirnya kau akan menemukan jalanmu saat bersamaku."
"Cih! Omong kosong..."
"Em, benar. Saat ini kau hanya menganggapnya omong kosong, karena kau tidak tahu sepenuhnya apa yang sudah terjadi denganmu dan dia."
Shin langsung memberikan tatapan tajam pada Bom saat wanita itu kembali mengungkit nama itu.
"Sayang sekali..."
Kini Bom yang menampilkan smirknya. Tapi itu tidak terkesan mengintimidasi atau mengejek. Pandangannya justru menyiratkan keputusasaan. Lalu wanita itu pergi meninggalkan ruangan yang ada di bagian dalam sebuah restoran merangkap cafe. Tempat itu lumayan ramai saat ia datang, tapi sekarang hanya menyisakan beberapa pelanggan saja.
"Aku ingin ke apartemen," kata Bom.
"Tapi, di rumah ada acara makan malam penyambutan keluarga Han," kata pria itu; Jihoon, mengingatkan. Takut jika bos sekaligus sahabatnya melupakan acara penting tersebut dan berakhir menimbulkan masalah.
"Biarkan saja. Aku malas," sahutnya sambil membuka pintu mobil sebelum Jihoon melakukan itu untuknya, lalu ia membanting tubuhnya pada jok sembari menghela napas.
"Bukankah Ketua Eun akan marah jika kau melewatkan ini?" tanya pria itu sambil bersiap-siap mengemudikan jalan, "Ini akan beradampak buruk pada posisimu."
"Akan sangat bagus jika aku bisa terlepas dari keluarga itu, tapi tidak untuk saat ini. Mereka masih memegang penuh kepemilikan gedung itu," kata Bom sambil memberi kode agar Jihoon menggerakkan mobilnya, "Dan meski mereka sangat ingin mengusirku untuk mendapatkan gedung tersebut sepenuhnya, mereka tidak akan bisa melakukannya. Aku tetap pemilik sah dalam warisan itu. Intinya, kami sama-sama saling terikat."
"Jadi? Kau tetap tidak akan datang?"
"Eng."
Jihoon mengangguk paham. Sejak keluar dari resto, Jihoon sudah melihat sirat wajah murung Bom. Dia tidak berani untuk terlalu banyak bertanya apa lagi memaksa agar Bom mau pulang ke rumah. Dia sudah bekerja cukup lama untuk wanita ini, dan saat ini dia tahu bahwa Bom lebih membutuhkan ketenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chosen One
Romance"Fiksi Korea original dari penulis. Tidak menyangkut-pautkan nama artis dan nama tempat sesungguhnya."