Dua

6 1 0
                                    


DUA

(Cerita ini hanya fiksi yang sengaja dibuat untuk hiburan semata. Jika ada kesamaan nama, tempat, dan kejadian; merupakan ketidaksengajaan. Bijaklah dalam meninggalkan jejak.)

.
.
(Maaf untuk semua typo yang bertebaran)
.
.

☆MISUNDERSTANDING☆


11 Tahun Lalu ...

Seorang gadis belia berjalan menyurusi koridor sekolahnya, rambut panjang yang ia ikat menjadi satu bagian terombang-ambil seiring dengan pergerakan tubuhnya. Kedua tangannya memeluk dua buku dengan jemari tangan kanannya mencengkram minuman kaleng yang ia beli dari mesin di dekat loker. Wajahnya yang mungil tertutup sebagian oleh poni di bagian dahi dan matanya terbingkai kacamata bulat. Tidak ada ekspresi meskipun ada sesekali siswa kelas lain yang mencoba menggodanya dengan siulan jahil.

Perubahan pertama pada wajahnya terjadi ketika ia tiba di taman pada sisi kanan gedung sekolah. Senyumnya terukir, semakin lebar di setiap langkahnya menuju seorang siswa yang memunggunginya. Ada banyak pria yang ada di taman, beberapa dari mereka berkelompok untuk bermain dan lainnya belajar seorang diri. Tetapi gadis itu hanya fokus pada satu pria saja.

Dia tidak bersuara, bahkan ia mencoba meminimalisir suara langkahnya agar tak mengganggu pria itu. Sebab dia tahu, pria itu sedang serius melakukan eksperimennya.

Dia membungkuk di belakang pria itu. Membuat dagunya beberapa senti di atas bahu pria itu hingga wajah mereka sejajar. Matanya memindai isi layar laptop pria itu yang sudah jelas sama dengan yang ia pikirkan. Dan sangat jelas bahwa ia tidak memahaminya sama sekali.

"Kepalamu tidak pusing?"

Gadis itu menyadari jika tubuh pria itu terjingkat, namun ia tetap pada posisinya meski saat ini pria itu menatapnya. Tidak bisa dipungkiri jika sekarang jantungnya sedang berdebar, tapi ia disebut sebagai orang yang bisa menjaga ekspresinya, jadi wajahnya tetap terlihat datar.

Ia mengambil duduk di depan kanan pria itu seolah tidak merasa telah melakukan kesalahan; mengejutkan pria itu.

"Gabjagiya..." ucap pria itu datar, tidak sesuai dengan yang ia katakan bahwa ia terkejut.

Gadis bertuliskan Eun Bom pada nametag di dadanya itu hanya mengangkat bahunya acuh, namun ia tidak bisa menahan senyumnya mengingat reaksi kaget Ryu Shin tadi.

Ryu Shin menggeleng sejenak, lalu kembali menarikan jemarinya ke atas keyboard, "Sendiri?"

"Eng," angguk Bom.

Shin melirik gadis itu cepat, "Di mana Yeonhee?"

"Dia bilang akan ke perpustakaan sebentar," jawab Bom, lalu ia menggeser kaleng minuman yang tadi di bawanya pada Shin.

Pria itu melirik kaleng tersebut dan Bom bergantian. Ia menahan bibirnya agar tidak tersenyum, "Apa ini?"

Bom hanya mengedikkan dagunya pada kaleng, berdehem dan bergumam, "Untukmu."

"Mwo?" Shin membungkuk, "Apa katamu?"

Bom berdehem dan tak menjawab, malah pura-pura membuka bukunya.

Shin mengepalkan jemarinya untuk mengetuk sisi meja dekat tangan Bom agar menarik atensi gadis itu, "Permisi, aku sedang bertanya padamu," katanya, "Kau mendengarku?"

Eun Bom masih tak merespon. Tetapi Shin bisa melihat semburat merah muda di kedua pipi gadis itu. Membuatnya gemas dan ingin sekali mencubit pipi gempal itu.

"Cih!!" decihnya lucu, "Gomawo..." ucapnya sambil menyambar kaleng dan membukanya.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Chosen OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang