002: Kenalan

7 5 8
                                        

Ikan hiu makan tomat,
Bodo amat.

Wkwk, gak nyambung amat ya.
Btw, jangan lupa tertawa kawan.

Happy reading 🧡

_____________

"Gimana Nar, udah selesai belum tugasnya?" tanya salah satu teman Nara, Tiara

Nara tersenyum tipis. "Udah kok, tinggal revisi tipis-tipis aja."

"Yah, enak banget sih jadi lo Nar, sat set ngerjain tugas tiba-tiba udah selesai aja," keluh seorang gadis di samping Tiara, Lestari namanya.

Tiara mengangguk, mengiyakan ucapan Lestari. "Pas pembagian kepintaran dia ngantri paling depan pasti."

Nara terkekeh mendengarnya. "Ngadi-ngadi lo berdua. Eh btw, gue duluan gak papa kan? Soalnya gue ada janji keluar sama Seyna."

"Duluan aja gak papa Nar, kita berdua masih nunggu keajaiban nih siapa tau bisa pinter kayak lo," ucap Tiara bercanda.

"Minta sumbangan IQ ke pak Anton aja Ra, siapa tau beliau mau bagi-bagi," ujar Nara membalas candaan Tiara, lalu pergi meninggalkan keduanya.

Berjalan menuju parkiran guna menunggu Seyna.

Entah berapa menit Nara dibuat menunggu oleh Seyna, membuatnya menghembuskan nafas panjang dengan wajah ditekuk kesal.

"Hey yo besti, ada apa nih kok mukanya ditekuk gitu sih cantik," ucap Seyna sambil mencubit gemas pipi Nara membuat sang empu meliriknya tajam.

Seyna menyengir kuda. "Hehehe, ampun besti tadi masih ada kerja kelompok yang tak bisa ku tinggalkan."

"Kerja kelompok apa nyeblak lo? Lama banget setan, lumutan gue nungguin lo!"

Nara melempar helm pink milik Seyna kepada pemiliknya.

"Atuh ih sabar bu, obat darah tinggi mahal loh," ucap Seyna.

"Yang gak ada obatnya kan orang stres kaya lo!" sentak Nara.

Sungguh hari ini moodnya benar-benar di rusak oleh Seyna. Pertama, dirinya harus rela tidak mandi pagi gara-gara Seyna yang dengan akhlak minimnya malah menggeret Nara untuk segera berangkat ke kampus.

Kedua, dirinya harus menunggu Seyna dengan waktu yang cukup lama. Padahal sahabatnya itu tau bahwa Nara tidak suka menunggu.

"Beli apa dulu nih?" tanya Nara, lalu memperhatikan Seyna lewat kaca spion.

"HA, APA? BELI DUKU? GUE LAGI GAK NGIDAM DUKU NAR," jawab Seyna sembari berteriak di dekat telinga Nara.

"Buset dah, gue gak budeg woy gak usah teriak deket telinga gue!" gerutu Nara.

Memang susah berbicara di tempat keramaian begini, apalagi dengan kondisi sedang berada di kendaraan.

"APA NAR, LO PENGEN GUDEG? GUE JUGA MAU WOY!"

Tuhan, Nara menyerah kali ini. Bisa budeg beneran ini telinganya.

"Sesuka hati lo aja deh mau ngomong apa juga," jawabnya lelah.

"HAHAHA, IYA GUE TAU KOK GUE CANTIK GAK USAH LO UNGKAPIN GITU DEH NAR, JADI MALU AING."

"Terserah lu Seyton!" gumam Nara lalu melajukan motornya ke kosan keduanya tanpa mampir makan terlebih dahulu.

Dirinya memilih langsung menuju kosan, sebab bertanya pendapat pada Seyna yang pendengarannya minim pun tidak ada gunanya, hanya akan mendapat kekesalan.

Dengan kecepatan sedang Nara mulai menyusuri jalanan Yogyakarta, tidak terlalu ramai karena jam masih menunjukkan pukul setengah tiga sore, belum waktunya pulang kerja.

Kini keduanya sudah sampai di depan kosan, Bude Asih.

Seyna berinisiatif turun guna membukakan pagar agar Nara bisa memasukkan motornya.

"Nah gitu kek punya inisiatif dikit jadi manusia," sindir Nara, yang hanya dibalas cengiran oleh Seyna.

Seyna menyusul Nara untuk naik ke lantai dua dimana kamar keduanya berada.

"Nar, makan di warungnya Mak Jenar kuy. Makanannya enak-enak banget sumpah, tadi katanya lo pengen gudeg? Di sana jual gudeg juga kok," ajak Seyna kepada Nara yang tengah mengeluarkan laptop miliknya untuk menyelesaikan tugas yang belum selesai.

"Duluan aja Sey, gue masih ada tugas nih," jawab Nara tanpa menoleh ke arah Seyna sedikit pun karena terlalu fokus pada laptop di hadapannya.

"Ya udah gue tungguin lo kelar nugas, dari pagi sampek sore begini lo cuma makan sekali ANDILA TANARA! lo mau gue digorok bapak lo gara-gara magh lo kumat ha?!" cerocos Seyna kesal sebab temannya itu terlalu mementingkan tugas dari pada kebutuhan perutnya.

"Lo makan sehari lima puluh kali pun duit dari bokap lo gak akan habis Nar, gak usah terlalu irit deh!" sambungnya.

Nara menghela nafas panjang. "Siapa yang terlalu irit sih, gue belum laper Seyna Anggia."

Seyna mendelik tajam. "Seharian aktifitas lo bilang gak laper Nar? Terbuat dari besi baja hitam lambung lo ha?! pantes Emak lo doyan ngeroweng ngingetin makan, anaknya dablek begini kok."

"Iya iya gue makan, puas lo?"

Mau tak mau Nara menutup laptopnya, daripada terus menerus mendengarkan Seyna berpidato.

"Nah gitu dong sayangku, yang nurut biar gue gak emosi terus ngadepin lo," ucap Seyna dengan senyum yang mengembang lalu menggandeng tangan Nara menuju warung Mak Jenar.

Setibanya di warung Mak Jenar, keduanya langsung masuk ke halaman warung dan memilih duduk di kursi panjang yang terletak di samping warung.

"MAK, SEY MAU MAKAN!"

Plak

"Jangan teriak-teriak Sey, gak sopan banget lo," ujar Nara.

Seyna menyengir kuda. "Sorry sorry, kebiasaan soalnya."

"Heh monyet bekantan! Sehari gak teriak di warung Mak gue gak tenang ya idup lo?"

Seyna dan Nara menoleh kompak ke arah anak laki-laki yang masih mengenakan seragam SMA.

Sementara anak tersebut terpanah menatap siapa yang berada di samping Seyna.

Seyna berdiri lalu menutup mata anak laki-laki itu. "Ngeliatnya biasa aja, ati-ati demen lo sama temen gue."

Anak tersebut melepas tangan Seyna dari matanya. "Tangan lo bau terasi."

Seyna mencium telapak tangannya sendiri, teryata anak itu hanya berbohong. "Sialan, mulut lu noh bau azab!"

"Nama saya Abi Malik," ucap anak SMA tersebut sembari mengulurkan tangannya di depan Nara.

"Abi Malik, atau Abinya Malik?" tanya Nara, serius.

Dan hanya dibalas tawa renyah oleh partner bicaranya. "Panggil saja Bima, kalau Mbak namanya siapa?"

Nara menerima uluran tangan Bima. "Nara, temannya Seyna."

Bima mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mbak Nara toh, cantik namanya cocok jadi ibu dari anak-anak saya nanti."

"Yeuuu, ngardus lu bocah!" Seyna melepas tangan Bima dari Nara dengan paksa.

"Ngerusak suasana banget ni orang," keluh Bima, namun tak urung juga dia tersenyum melihat Nara tertawa kecil.

"MasyaAllah cantiknya," gumam Bima, melihat tawa Nara.

"Mak lu mana Bim, panggilin napa gue mau makan nih," suruh Seyna, membuat Bima mendengus kesal.

"Panggil aja sendiri, gue mau keluar Mbak. Misi-misi gue mau lewat," ucap Bima, sedikit mendorong tubuh Seyna padahal Seyna tidak sedikit pun menghalangi jalan Bima.

"Dendaman lu bocah!" sinis Seyna.

Bima menoleh ke belakang menatap remeh Seyna. "Ngomong noh sama tembok!"

"Asyu banget!" Seyna melempar sebelah sendalnya ke arah Bima namun meleset jauh karena sasarannya telah menaiki motor matic nya menjauhi pekarangan rumah.





_____________
Jangan lupa vote dan komen
Terima kasih.

See you next chapter gais🧡




Cinta MonyetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang