7. Permintaan Paus

106 13 0
                                    

Kekhawatiran yang tak pernah surut menggerogoti dirinya. Meski fisiknya tampak kuat dan tak tertandingi, ia tahu betul bahwa dirinya sudah terlalu tua untuk terus menjadi penerima pesan dari para dewa.

Ia bagaikan buah jambu air yang tampak segar dengan warna merah muda yang menggiurkan. Namun, sekali digigit, kamu akan menemukan ulat-ulat kecil berwarna putih yang tersembunyi di dalam daging buahnya-menggelikan dan menjijikkan.

Dia sadar, dirinya sudah membusuk dari dalam. Tak terhitung penyakit yang merongrong tubuhnya, penyakit yang tak pernah terobati.

Namun, kekuatan suci yang ia miliki sebagai paus dan pemimpin Gereja Katedral masih mampu menopang raganya yang rapuh.

Tentu, ada harga yang harus dibayar. Sepanjang hidupnya, ia telah mengabdikan diri dan menjadi perantara para dewa, menyampaikan pesan-pesan yang seringkali membawanya ke dalam pusaran masalah.

Ia tidak membenci para dewa, tetapi ia merasa jengah. Setiap pesan yang ia terima seolah menjadi beban baru yang menjerumuskannya semakin dalam.

Dan kali ini, ia berharap bahwa pesan yang baru saja diterimanya adalah yang terakhir-perintah terakhir sebelum ia bisa melepaskan semua beban yang ia pikul.

Yah, dia adalah Alexandre Wilhelm Agamemnon. Seorang paus dari Gereja Katedral terbesar, Ordo Olympian, yang menganut kepercayaan pada dua belas dewa dan dewi Olympus. Gereja ini dianggap sebagai penyelamat oleh sebagian besar rakyat.

Namun, berbeda dengan pendeta atau santo, paus berada di puncak hierarki yang penuh dengan intrik dan permusuhan.

Bahkan di antara sesama utusan dewa, tak ada kedamaian yang bisa ditemukan. Mereka saling bersaing, saling berkonflik, tak ubahnya manusia yang tak memiliki tuhan untuk disembah.

Kepercayaan di dunia ini memang penuh dengan tabir misteri dan ketidakpastian. Mereka tahu apa itu dewa dan apa itu tuhan, tetapi untuk benar-benar percaya pada suatu ajaran atau keyakinan, bagi sebagian besar manusia-terutama mereka yang memiliki kekuasaan dan kekuatan-hal itu hampir mustahil.

Itulah mengapa Alexandre, sebagai paus, sering terlibat dalam konflik dengan para bangsawan, hanya karena membawa pesan dari para dewa.

Para bangsawan melihatnya sebagai ancaman, dan dalam hatinya, Alexandre pun merasa sama. Sialnya, kali ini ia menerima pesan yang kemungkinan besar akan melibatkan keluarga kerajaan.

Menjadi paus adalah beban terberat yang ia tanggung seumur hidupnya.

"Salam kepada Paus, pemimpin umat semesta dari Gereja Katedral," ujar sang ksatria dengan hormat, membungkukkan badan seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang ksatria.

Alexandre hanya tersenyum tipis, tidak sepenuhnya menyukai gelar yang diberikan kepadanya.

Gelar itu bisa membuat para raja di seluruh benua ini merasa terancam, dan mungkin akan mengirimkan sebilah pedang untuk memenggal kepalanya.

Gelar itu, bagi Alexandre, juga mengandung peringatan untuk dirinya sendiri.

"Diberkatilah kamu, wahai ksatria. Sudah lama aku menunggu utusan dari Raja Kerajaan Cassiopeia. Apa perintahnya, wahai ksatria yang perkasa?" Meskipun Alexandre berbicara dengan senyuman lembut, setiap kata yang terucap penuh dengan duri.

"Raja Agung Aslan memerintahkan saya untuk menjemput Anda dan membawa Anda ke istana untuk menghadiri upacara pemberian berkat bagi pangeran," jawab ksatria itu.

Ksatria dari Kerajaan Cassiopeia itu mengenakan seragam khasnya-zirah hitam dengan lambang kerajaan yang membanggakan. A

lexandre mengenali identitasnya hanya dengan sekali pandang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ace | The Secret PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang