Chapter 2: Unik

992 125 29
                                    

SMA Furin

Di sisi [M/n], dia tampak sedih. Umemiya tersenyum dan mengelus kepalanya. "Eh, nggak masalah kalau terlambat! Aku malah lebih suka kalau kamu nggak datang terlalu pagi."

Wajahnya yang tegar berubah menjadi sedih seperti anak anjing. Bagi dia, patroli sekolah jam 5 pagi adalah aturan yang dia buat sendiri, meskipun sebenarnya tidak ada aturan resmi dari sekolah atau dari Umemiya. Memang agak unik ni orang.

Dia menunduk, merasakan sentuhan lembut Umemiya di kepalanya. "Tapi, aku nggak bisa melanggar aturan yang udah aku buat sendiri," gumamnya pelan.

"Lagian, aku nggak pengen ngecewain kamu." [M/n] membenamkan kepalanya di dada Umemiya. Nikmat mana lagi yang bisa kamu dustakan, [M/n]? Nikmatnya dipeluk Umemiya, mana di dada lagi. Aduh, sang penulis pun pingin dan iri.

'Wangi,' pikir [M/n], yang sangat menyukai aroma tubuh Umemiya, entah pake parfum apa orang ini. Kalau ditanya wanginya apa, [M/n] sendiri bingung mau bilang apa.

Wangi tomat? Wangi wortel? Wangi sambel? Wangi kebon? Yah, pokoknya wanginya sangat segar sampai si tokoh utama betah memeluk si albino.

Umemiya tersenyum hangat, mengusap rambutnya dengan lembut. "Kamu udah melakukan lebih dari cukup. Nggak masalah santai sesekali," katanya. Cukup membuat hati sang tokoh utama kita jedar jedor baper.

"Ingat, kita semua butuh istirahat juga, [M/n]. Termasuk kamu."

[M/n] mengangkat kepalanya, dan berhenti memeluk Umemiya. Dia sedikit mundur, menatap Umemiya dengan mata penuh kebingungan.

"Uh... Aku cuma mau pastiin semuanya berjalan lancar."

"Dan itu bagus, tapi kamu juga perlu ngurus diri sendiri," balas Umemiya dengan lembut. "Aku nggak pengen kamu terlalu keras pada diri sendiri."

Mata yang keras kepala itu menatap sosok di depannya. "Yah, aku merasa harus gitu. Bagaimana kalau ada sesuatu yang terjadi?"

Umemiya menggeleng pelan, "Kamu nggak perlu nanggung beban itu sendirian. Ada kita semua di sini. Lagian, satu hari terlambat nggak bakal ngubah dunia banyak, kan." Setiap kata yang selalu digunakan Umemiya selalu berhasil masuk ke hati [M/n].

Si rambut merah mengangguk pelan, merenung sejenak atas kata-kata yang baru saja didengarnya. Pikirannya mulai meresapi makna dari kata-kata Umemiya. Mengapa dia selalu merasa harus menanggung beban semuanya sendiri? Apakah benar dia terlalu keras pada dirinya sendiri?

Walaupun masih ada keraguan yang tersisa di dalam hatinya, namun, Ume-nya selalu memiliki cara tersendiri untuk membuatnya merasa lebih tenang, tapi kekhawatiran itu masih menghantui pikirannya.

"Terima kasih atas nasihatmu, Ume." ucapnya dengan suara yang penuh dengan rasa terima kasih.

Dia menciumi pipi Umemiya yang dibalas hanya senyuman dan kekehan dari sang ketua. Jangan salah paham, mereka mesra-mesraan gitu cuman tanda persahabatan dan kebiasaan mereka aja. Alias semuanya dianggap sebagai hubungan "Sahabat".

"Aku akan mencoba untuk nggak terlalu keras pada diriku sendiri. Tapi, aku masih bakal tetep datang jam 5 pagi." Emang bajingan ni bocah, capek-capek Umemiya ngasih nasihat malah nggak didengarkan dengan benar.

Umemiya tersenyum, mengangguk mengerti dan nggak meyakinkan dia lagi, tau sekeras kepala apa [M/n] itu. Sedangkan salah satu dari mereka yang bernama Hiiragi menatap kesal. Tangannya terkepal, menahan ingin memukul kepala [M/n].

"Dasar bocah keras kepala," gerutu Hiiragi kesal.

[M/n] menjulurkan lidah dan menggodanya, "blewee, kamu cerewet banget kayak mak-mak. Terserah aku mau kayak gimana atau apapun," dia membalas sambil menyeringai. Berhasil memicu emosi si rambut landak. Dia tak terima, Hiiragi berhasil emosi.

𝐂𝐄𝐑𝐁𝐄𝐑𝐎𝐒 𝐖𝐀𝐑𝐓𝐇 | HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang