1 : Meraudje Tjandra Lesmana.
Tring!
Bel kecil yang berada di atas pintu berbunyi tanda pintu dibuka. Wangi kopi langsung memenuhi indera penciuman orang-orang ketika memasuki cafe itu.
Ramai. Satu kata untuk mendeskripsikan suasana cafe yang cukup terkenal di wilayah Ibukota ini sekarang. Sekelompok laki-laki berseragam putih-abu baru saja memasuki cafe tersebut, dengan cepat mengganti seragam sekolah yang mereka kenakan dengan seragam khas cafe yang berkonsep sama seperti nama cafe itu "Tempoe Doeloe".
Laki-laki yang berjumlah sekitar sepuluh orang tersebut, sudah rapi dengan seragam yang baru mereka kenakan. Saat ini mereka tengah mengganti pekerjaan semua pelayan yang sedang bekerja di cafe itu. Mereka membagi tugas, ada yang menjadi cashier, barista, waitress, chef, hingga dishwasher. Ke-sepuluh laki-laki berparas tampan itu bukanlah pekerja paruh waktu, melainkan mereka-lah pemilik cafe tersebut.
Cafe "Tempoe Doeloe" didirikan oleh mereka sebagai tempat perkumpulan. Bukan hanya dijadikan tempat perkumpulan mereka saja, tetapi juga untuk seluruh penduduk setempat yang ingin menikmati menu di cafe tersebut tentu sangat bisa sekali. Cafe tersebut juga memiliki para pekerja namun, jika ada ada waktu senggang mereka ikut serta bekerja di cafe mereka sendiri dan meliburkan para pekerja. Seperti saat ini entah mengapa sekolah memulangkan murid-murid lebih awal daripada waktunya, jadinya untuk mengisi kegiatan mereka pergi ke-cafe menggantikan para pekerja.
Mereka sangat telaten melayani para pengunjung cafe, para pengunjung cafe-pun juga sangat puas akan pelayanan dari cafe tersebut. Terlebih lagi yang melayani mereka saat ini adalah cogan-cogan mapan.
"Di usia yang masih terbilang muda saat ini saja mereka sudah sangat pandai menghasilkan uang, apalagi kalau udah nikah nanti!" kalimat yang pernah dilontarkan oleh para pengunjung untuk ke-sepuluh laki-laki tampan itu.
•••••
Drtt! Drtt!
Laki-laki yang baru saja selesai membuat pesanan kopi itu melihat kearah ponselnya yang bergetar. Alarm-nya berbunyi. Ia melihat jam, sudah pukul setengah dua. Tak lupa laki-laki tampan itu memanggil temannya untuk menghantarkan pesanan kopi yang baru saja ia buatkan barusan.
Lalu, bergegas pergi ke ruang ganti. Ia mengganti bajunya disana dengan celana selutut warna coksu dan kaos lengan pendek berwarna hitam serta jaket kulit di tangannya.
"Mau kemana, Jen?" tanya temannya, Patra. Yang melihat Jendral baru keluar dari ruang ganti, terlihat terburu-buru.
"Jemput Ibu Negara." jawab Jendral.
"Udah pulang dari, UK?" Jendral hanya mengangguk lalu bergegas pergi meninggalkan cafe.
•••••
Jendral. Laki-laki berpostur tubuh tunggi besar dengan wajah tampan yang menjadi pelengkapnya itu sekarang sedang mengendarai mobilnya. Setelah dari cafe tadi, ia mampir sebentar ke rumahnya untuk mengganti motor yang biasa ia bawa saat ke sekolah dengan sebuah mobil mewah miliknya. Ia sengaja menggunakan mobil, karena tidak mungkin-kan ia menjemput Ibu Negara-Nya menggunakan motor.
Setelah kurang lebih satu jam mengendarai mobilnya melewati jalanan Ibukota yang terbilang cukup padat pada siang hari ini, Jendral pun sampai di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Laki-laki itu keluar dari mobilnya, kedua bola matanya langsung mencari-cari seorang wanita paling cantik dan paling segala-galanya di dalam hidupnya itu. Sudah seminggu ini Jendral tidak melihat wajah cantik itu. Ia sangat merindukannya.
"Aje!"
Itu dia! Yang sedari tadi Jendral cari-cari.
Jendral menoleh melihat seorang wanita paruh baya yang masih terbilang sangat-sangat cantik itu sedang melambaikan tangan ke arahnya. Dengan secepat kilat Jendral menghampiri wanita tersebut dan langsung memeluknya, "How are you, mom? I really miss you."
"Looks fine. I miss you too, sayang."
"Let's go home now." ucap Jendral, mengajak Ibu-Nya pulang. Ia sangat tahu pasti Ibu-nya saat ini sangat lelah setelah melakukan perjalanan panjang dari UK.
Jendral mengambil alih koper dan barang lainnya milik Ibu-Nya. Gina, wanita yang masih terlihat sangat-sangat cantik di usianya yang sudah berkepala empat tersebut mengikuti langkah putra bungsunya menuju mobil.
Dia, Meraudje Tjandra Lesmana.
Panggil saja dia Jendral. Nama panggilan itu ia buatkan sendiri saat ia mulai memasuki bangku sekolah dasar. Nama panggilan tersebut tidak jauh-jauh dari nama lengkapnya, Meraud'JE' Tja'NDRA' 'L'esmana : Jendral.
Kenapa 'Jendral'? Karena ia tidak suka apabila ada orang selain keluarganya yang memanggilnya dengan panggilan 'Aje' termasuk teman-teman dekatnya pun juga tidak boleh.
Lima kata. Jangan pernah panggil dia Aje!
•••••
KAMU SEDANG MEMBACA
JENDRAL
Teen FictionCiri-ciri Meraudje Tjandra Lesmana: Pakaian sekolah selalu di keluarkan, rambutnya berantakan, murid nakal yang sering melanggar aturan sekolah, sering terlibat konflik, dan percaya diri tinggi. Jendral nama panggilannya, dianugerahi daya tarik yang...