33 - Lil Brother

795 146 19
                                    

Kampanye untuk pemilihan Perdana Menteri sudah mulai tercium sana-sini, partai-partai yang mengharap duduk di kursi kuasa saling serang mengerahkan segalanya.

Alih-alih menunjukkan kualitas, mereka justru merendahkan lawan, sungguh cara lama yang kuno.

Sayangnya euforia pesta politik itu tidak dirasakan oleh 3 orang menteri yang berbulan-bulan lalu diculik. Saat ini mereka sedang berlutut dengan kantung kain hitam menutup kepala. Pakaian mereka dilucuti menyisakan celana boxer. Tubuh mereka merah-biru, tidak parah, tidak sememprihatinkan orang-orang yang menderita akibat kasus korupsi yang mereka lakukan.

Di belakang tahanan itu, 3 orang bersenjata api berdiri, tubuh mereka tidak atletis layaknya abdi negara, tapi tatapan mata mereka menunjukkan nyali yang tidak takut memenggal kepala.

Tempat mereka berdiri adalah sebuah kebun kelapa sawit, yang lahannya adalah hasil merampas hutan adat, lebih parah lagi, sebagiannya adalah ladang yang sah dimiliki warga, tapi surat tanah berlambang dasar negara emas itu menjadi tidak ada nilainya dihadapan koper berisi kertas-kertas bergambarkan dolar.

Deru mobil terdengar, juga suara gemeletuk semak belukar tak terawat. Begitu sampai, Shira turun dari mobil jeep paling depan, sebuah revolver bertengger di pinggangnya.

Shira memberi isyarat tangan, kantung hitam di kepala mereka dibuka.

Wajah mereka masih bersih, tidak ada bekas pukulan, tapi siapapun tahu, orang-orang ini sungguh tidak baik mentalnya, kantung hitam, tatapan bergetar, pipi dan mata yang cekung, serta tubuh yang terlihat bentuk rusuknya. Ini baru beberapa bulan, dan orang yang dulu hidup dalam mewahnya harta dunia telah sempurna berubah menjadi layaknya gelandangan.

Terlihat jelas dari kaki-kaki mereka yang memiliki borok yang timbul dari penyakit kulit akibat direndam air tak higenis.

Mereka terlalu biasa hidup dalam segala yang higenis kan?

"Kalian punya kesempatan lepas dari kami" Shira berucap.

Ketiga menteri itu mengangkat kepala, penuh harapan di mata mereka yang sudah tak pernah melihat langit semenjak pertama kali kepala mereka dibekap pada malam penculikan.

"Kalau kalian bisa bertahan hidup" Shira berbalik, merentangkan tangan menikmati hembusan angin dan kicau burung.

"Ini hutan yang kalian bebaskan dari masyarakat adat, memberikan hutan ini untuk perusahaan besar tentunya lebih menguntungkan bagi kalian, ratusan pribumi mati di sini karena mempertahankan rumah mereka, kalian tidak tahu kan?" Shira berbalik menghadap mereka yang napasnya sudah tercekat di tenggorokan.

"Atau kalian tau? Mungkin kalian melihat demonstrasi mereka di depan gedung pengadilan yang tidak adil itu, kalau memang mata kalian masih berfungsi"

Shira menatap tiga orang di belakang para menteri, sebuah kode untuk melepaskan ikatan.

"Selamat berjuang"

DOR!

DOR!

DOR!

Tembakan di bawah kaki-kaki mereka mencambuk ketiga orang itu untuk lari tergopoh-gopoh. Tembakan itu sekaligus membuka mata orang-orang setempat yang hutannya dulu dirampas untuk mulai membidik target buruan.

Mereka dengan pakaian adat kebanggaan mereka bersembunyi dibalik semak belukar, dibalik pohon-pohon sawit, serta lubang-lubang galian. Ini bukan kali pertama pesta perburuan seperti ini dilakukan.

Terlihat dari kalung tulang-tulang sebagai cindramata di leher. Tapi sayangnya, yang kali ini tidak boleh dibunuh.

***

BITTER AND SALTY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang