37 - Jalan yang Retak [END]

705 127 50
                                    

Gadis berambut merah menyerahkan sebuah tablet dengan layar menyala yang menampilkan rentetan teks tanpa gambar pada Issac.

"Ini teks pidato, udah sesuai semua sama masalah tiap daerah, tinggal dibaca aja" Ucapnya.

Issac menerima tablet itu, hari ini mereka akan melakukan propaganda untuk membakar lebih banyak semanagat. Setiap daerah harus bersuara, terutama para penduduk dan pekerja di daerah ibu kota, tempat dimana Perdana Menteri masih bisa tidur tanpa melihat keributan dari dalam istana putih yang terbentengi.

Beberapa orang masuk ruangan, membawa berbagai alat perekam.

"Perangkat streaming udah siap bos, tinggal kita tayangin"

Issac mengangguk, ia lantas menyerahkan kembali tablet "Kirim ke semua perwakilan di tiap daerah, kita mulai streaming jam 2 siang, pastikan mereka sudah selesai pidato sebelum jam itu"

Gadis berambut merah mengangguk.

Di atas sebuah gedung, di bawah tumpukan seng sebagai pelindung dari cahaya menyengat, Shira yang bertugas sebagai pengamat situasi bisa melihat segala kekacauan, ini adalah minggu ke-3 sejak perusuhan pertama kali dipantik. Tapi masih belum ada tanggapan dari pemerintah, selain terganggunya koneksi internet dan puluhan batalion tentara dan polisi yang diturunkan untuk melawan demonstran, pula para preman dan intel.

Tapi, ada satu hal janggal yang Shira lihat, di ujung sana, di sebuah toko ikan hias, segerombolan tentara menyeret seorang perempuan, seorang dari mereka menarik robek kemeja yang gadis itu kenakan. Beberapa demonstran laki-laki beralmamater universitas tampak berusaha membantu, tapi berakhir patah hidung akibat hantaman senapan.

Sambil tiarap, Shira memposisikan moncong senapan ke arah kerumunan, begitu bidikannya dirasa tepat-

Dor! Dor!

Tangan yang mencengkram leher gadis itu seketika terhempas akibat daya dorong peluru. Pendarahan hebat tak terelakkan, peluru itu menghantap pergelangan tangan hingga tulangnya hancur.

Satu peluru lagi menembus perpotongan siku pria yang lain. Mereka semua heboh, dan kesempatan itu digunakan si gadis untuk berlari bersama dua demonstran yang tadi berusaha menolong. Sementara para tentara itu celingukan mencari penembak, sedang sisanya berusaha menghentikan pendarahan.

Keadaan kota makin kacau, para demonstran dan aparat yang kelaparan menjarah toko-toko tanpa pandang bulu. Jalanan sudah penuh noda karet dari bakaran ban dan noda plastik dari bakaran reklame, setiap kendaraan bernomor kendaraan dinas akan dihadang dan dihajar seluruh penumpangnya.

Shira menatap simpati seorang berseragam yang dihajar ramai-ramai, pula para demonstran yang harus mati bergenang darah. Kematian setiap mereka harus membawa arti besar bagi negeri ini, untuk itu ia harus bergerak dengan hati-hati, terlalu banyak yang dikorbankan hari ini.

Tapi, jika bukan hari ini, tanah mereka akan kembali dijajah, segala rencana proyek-proyek raksasa yang telah disetujui Perdana Menteri akan mengeruk habis sumberdaya alam yang ada, merampas tanah dan hak hidup masyarakat, dan ini akan menjadi kesengsaraan yang lebih abadi.

Shira memejamkan mata, ia mengecek jam, ini hampir mencapai waktu yang ditentukan Issac untuk melakukan orasi.

Saat ini, di setiap daerah, warga dan mahasiswa ditumpulkan, setiap perwakilan organisasi berorasi membakar semangat mereka, menyadarkan yang tidak sadar akan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan pemerintah. Meyakinkan mereka bahwa ini waktunya berjuang, pula di layar besar yang mereka bawa, mereka mempertontonkan rekaman real time rombongan Issac yang akan melakukan orasi di depan puluhan ribu mahasiswa dan warga di pusat kota.

BITTER AND SALTY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang