04. Whine, (just expects me)

135 29 13
                                    

"Sebenarnya, ini perbuatan ibuku."

Suaranya yang terdengar ragu-ragu membuat Anastasia menelengkan kepalanya tak percaya, Anastasia menautkan alisnya seolah tengah berpikir keras.

"Itu tidak menyenangkan." Sahut Anastasia, "Memukul hingga membuat kesakitan, itu tidak menyenangkan."

Hadrian mengangkat satu alis, "Tentu saja itu tidak menyenangkan."

"Tidak ada yang menyenangkan dari sebuah luka," lanjut Hadrian dengan mata yang kosong.

"Jika itu luka yang disebabkan karena kerja keras, mungkin akan sedikit menyenangkan." papar Anastasia dengan senyum lebar.

"Begitu?" Hadrian nyaris tersenyum, tak pernah ia bayangkan, ia mendapat saran dari murid kecilnya ini.

Tiba-tiba Anastasia mengangkat tinggi roknya, hingga pahanya yang putih terlihat. Sebagai seorang tuan muda yang memiliki akal sehat Hadrian memalingkan muka dengan wajah yang mulai memerah padam.

"Demi Tuhan! apa yang kau lakukan?!" Hadrian menggeram marah.

"Tuan Hadrian." panggil Anastasia, "lihatlah, lihatlah, lihatlah!!" desaknya.

Menghela nafas. Dengan perlahan, Hadrian berbalik, menatap mata lilac Anastasia sebelum netranya menyorot kaget pada paha Anastasia yang memilki bekas luka memanjang, itu jejak dari luka yang cukup dalam yang pasti akan meninggalkan jejak.

"Ini terlihat menjijikan bukan?" Anastasia menurunkan kembali roknya, "Tapi saat mendapat luka ini, saya merasakan perasaan yang menyenangkan." ia berkata dengan senyum yang tak luntur.

"Kapan, kau mendapatkan luka itu?"

"Kapan ya?" Anastasia mengetuk dagunya berpikir, "Mungkin saat saya pertama kali belajar, saat saya berumur 7 tahun."

"Bagaimana itu terjadi?" Hadrian mencondongkan tubuhnya, tanpa ia sadari nada bicaranya terdengar begitu khawatir, "Apa itu karena... Ibumu?"

"Ibu?" Anastasia menggelengkan kepalanya. "Bukan ibu, tetapi kenapa anda bisa berpikir bahwa itu kerena Ibu?"

Hadrian menghela nafas, lelaki itu lantas melihat sekeliling, sebelum ia menatap kembali pada mata lilac Anastasia. "Kau ingin lihat?"

Mata lilac itu berkedip, sebelum Anastasia menjawab. Hadrian dengan cepat membuka kemejanya, hingga menampilkan punggungnya yang penuh dengan bekas luka yang belum sepenuhnya mengering.

Lelaki itu sedikit meringis saat tangan kecil Anastasia menekan lukanya, lalu setelahnya dingin mulai menjalar di punggungnya saat Anastasia meniup luka-luka yang cukup menganga.

Kegiatan Anastasia yang meniup luka-luka Hadrian terhenti, "Kenapa tidak dibalut?" tanyanya, "Jika dibiarkan, lukanya akan menembus baju."

"Lalu, bagaimana dengan luka mu?" Hadrian mengalihkan pertanyaan, ia kembali memakai kemejanya dengan rapih.

"Siapa yang melakukan itu, Anastasia?"

Berkedip, Anastasia kembali melihat pada kakinya dengan tatapan yang rumit.

"Saat itu saya buta huruf dan begitu bodoh dalam berhitung." Anastasia mulai bercerita, "dan mungkin kali ini saya masih tetap bodoh..."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATREYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang