CHAPTER 17

552 55 3
                                    










******
~Keesokkan Harinya~

Setelah acara pertunangan tadi malam, hari ini Yuta, Winwin dan Jaemin akan kembali ke kerajaan, dan Mark, Haechan dan Chenle mengantarkan mereka sampai depan kerajaan.

"Kami akan kembali lagi bulan depan yaitu saat pernikahan," ujar Winwin.

Haechan tersenyum. "Tentu, aku menunggu kedatangan kalian kembali," ujar Haechan.

Jaemin melirik ke arah Chenle. "Dan Jaemin, ini adalah pertemuan terakhir mu dengan pangeran Chenle, karena mulai dari besok sampai hari pernikahan tiba kalian tidak boleh bertemu," ujar Yuta.

"Apa?!"

"Benar, sudah menjadi tradisi di kerajaan Zanxavier jika pasangan pengantin tidak boleh bertemu sampai hari pernikahan tiba," ujar Mark.

Winwin yang melihat ekspresi wajah Jaemin terkekeh. "Tenang saja pangeran, kalian masih bisa berkomunikasi lewat surat, benar bukan Ratu Zanxavier!" tanya Winwin.

"Anda benar Ratu Almortaza," jawab Haechan.

******
~Di Sisi Lain~

Terlihat seorang pemuda dengan memakai pakaian tertutup tengah berdiri di dekat tebing, dia tampak sedang menunggu kedatangan seseorang di sana, tiba-tiba ....

Tap!

Tap!

Tap!

Terdengar suara langsung kaki mendekati pemuda tersebut, sang empu yang mendengar itu melirik. "Akhirnya kau sampai juga pangeran Jisung," ujarnya sambil berbalik.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu, dan pastinya ini menguntungkan bagimu," ujarnya sambil menatap ke arah Jisung.

******
~Satu Bulan Kemudian~

Waktu berlalu begitu cepat, hari yang ditunggu-tunggu sudah tiba yaitu hari pernikahan Chenle dan Jaemin, pernikahan akan dilaksanakan di kerajaan Marthanesia pada malam hari.

Dikamar Chenle terlihat banyak orang berada di sana, mereka datang untuk membantu Chenle bersiap-siap, Chenle menatap pantulan dirinya di cermin, para pelayan tengah memasangkan beberapa aksesoris pada tubuhnya.

Chenle tampak menghela nafasnya. "Pangeran, anda butuh sesuatu?" tanya pelayan.

Chenle menggelengkan kepalanya. "Tidak, selesaikan saja tugas kalian dan pergilah dari kamarku," jawab Chenle.

Beberapa saat kemudian Chenle sudah selesai bersiap, para pelayan satu-persatu pergi meninggalkan Chenle, sesuai dengan perintah dari Chenle, dan kini di kamar itu hanya ada Chenle seorang.

"Apa aku masih boleh mundur?" tanya Chenle.

"Omong kosong sekarang sudah bukan waktunya bagiku untuk mundur," jawab Chenle.

Tiba-tiba ....

Ceklek!

******
~Di Sisi Lain~

Jaemin sudah berdiri di altar dengan senyuman yang tak luntur dari bibirnya, Yuta berjalan menghampiri putra bungsunya. "Kau sudah siap pangeran?" tanya Yuta.

"Tentu ayah," jawab Jaemin.

"Sebentar lagi pengantin mu akan datang," ujar Yuta.

Jaemin yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, tiba-tiba ....

Tap!

Tap!

Tap!

Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangan itu, semua orang yang berada di sana langsung mengalihkan pandangan mereka ke arah sumber suara, dan terlihat Chenle dengan pakaian bernuansa putih berjalan sambil digandeng oleh Mark.

Jaemin mematung ditempatnya, Mark membawa Chenle menuju altar. "Aku serahkan anakku padamu, mulai sekarang dia sudah menjadi milikmu, jika kau sudah merasa bosan dengannya kembalikan dia padaku secara terhormat seperti aku memberikannya padamu saat ini," ujar Mark sambil meletakan tangan Chenle pada tangan Jaemin.

"Tentu Raja," jawab Jaemin.

Mark tersenyum lalu dia turun dari atas altar, Jaemin menatap ke arah Chenle begitu juga sebaliknya. "Ayo!" Jaemin menarik tangan Chenle lembut.

Acara pernikahan pun dimulai, seluruh acara dilakukan dengan khidmat dan tanpa kendala apapun, dan sekarang mereka sudah sampai di acara terakhir yaitu pemasangan mahkota pada Chenle yang menandakan mereka sudah resmi menikah.

Jaemin meraih mahkota yang sudah dia siapkan khusus untuk Chenle, dia berjalan mendekati Chenle dan memasangkan mahkota itu pada kepala Chenle.

Prok!

Prok!

Prok!

Seluruh tamu undangan bertepuk tangan, Jaemin meraih kedua tangan Chenle. "Akhirnya kau sudah resmi menjadi milikku pangeran," ujar Jaemin.

Tiba-tiba ....

Srush!

Sebuah anak panah melesat ke arah Chenle, Winwin yang melihat itu berteriak. "Chenle, awas!!" teriak Winwin.

Srek!

Prang!

Jaemin dengan cepat menarik tubuh Chenle, sehingga membuat anak panah itu meleset dan mengenai vas yang berada di sana, Mark yang melihat itu mengepalkan tangannya. "CEPAT CARI ORANG YANG MENCOBA MENYERANG PUTRAKU!!" seru Mark.

Para prajurit yang berada di sana langsung berpencar mencari orang yang mencoba menyerang Chenle.

Haechan dan Winwin berjalan tergesa-gesa ke atas altar, Jaemin melepaskan pelukannya dan menatap ke arah Chenle. "Kau tidak apa-apa pangeran?" tanya Jaemin.

"A---aku takut," jawab Chenle dengan suara bergetar.

Jaemin kembali membawa Chenle ke dalam dekapannya. "Dia tidak terluka?" tanya Winwin.

Jaemin menggelengkan kepalanya, Haechan mengusap lembut surai rambut Chenle, sedangkan Jaemin dia tampak mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, hingga pandangan tertuju pada seseorang yang berdiri dipojok ruangan.

Jaemin tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang itu, karena orang itu memakai topeng yang menutupi wajahnya. ‘Apakah dia pelakunya?‘ batin Jaemin.

"Kalian tidak apa-apa?" tanya Yuta sambil menghampiri Jaemin dan Chenle bersama Mark.

"Tidak apa-apa ayah," jawab Jaemin sambil mengusap bahu Chenle.

"Kalian pergi ke kamar Chenle, bawa prajurit untuk mengawal kalian, karena kita masih belum tau dimana penyusup itu," ujar Mark.

"Baik, Raja!" jawab Jaemin.

"Dimana Seunghan?" tanya Haechan.

"Aku di sini ibu," jawab Seunghan sambil menghampiri mereka di altar.

"Bagus, antarkan adikmu dan pangeran Jaemin ke kamar Chenle," ujar Haechan.

"Baik ibu, ayo!" ajak Seunghan.

"Kau ingin berjalan sendiri atau aku gendong pangeran?" tanya Jaemin.

"Kau gendong saja Jaemin," ujar Winwin.

Jaemin mengangguk dan langsung mengangkat tubuh Chenle dan menggendongnya, lalu ketiganya pun pergi.

~BERSAMBUNG~

VOTE & COMENT



The Queen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang