#8 Third Mission

25 7 1
                                    

"Eh .... Zee udah boleh pulang, Ali?" Tanya Zee.

Sudah hampir dua jam Zee berada di rumah Ali, apa saja yang sudah Zee lakukan? Tentu banyak, setelah membuatkan Ali teh, Ali menyuruh Zee untuk merapikan pakaian yang baru saja dicucikan oleh Zee ke dalam lemari. Tak sampai di situ, karena kondisi Ali yang katanya, sedang tidak enak badan, Ali memerintahkan Zee untuk membuatkan bubur yang ujung-ujungnya tidak Ali makan karena menurut Ali rasanya pahit.

Sekali lagi tak sampai di situ, untuk yang ke sekian kalinya, Ali meminta Zee untuk merapikan kamarnya. Itulah perintah terakhir dari Ali kepada Zee.
Anehnya, Zee sama sekali tidak merasa keberatan dengan semua itu, justru dia malah senang bisa berduaan dengan Ali. Walaupun tidak ada obrolan antar keduanya.

"Lo gak capek?" tanya Ali yang sedang berbaring memainkan ujung selimut.

Zee menoleh kemudian menggeleng sambil tersenyum.
"Zee udah biasa beres-beres di rumah, kebetulan Zee cuman tinggl berdua sama bibi, jadi Zee urus semua keperluan Zee sendiri ...."

Ali mengangkat tangan ke udara, memberi isyarat untuk berhenti.

"Gue cuman tanya, lo gak capek? bukan suruh lo curhat tentang keseharian lo."

Zee seketika langsung terdiam, Zee sadar dia telalu banyak mengoceh. Ali membuka aplikasi Whatsapp pada handphone-nya, jarinya mengetik sesuatu.

"Oh, iya, kalo boleh tau ...."

"Gue tinggal sendiri, lo mau tanya itu, kan?" jawab Ali cepat-cepat memotong pertanyaan Zee.

Dahi Zee berkerutberkerut. "Bukan, Zee mau tanya Ali ini sakit apa?" sanggah Zee pelan.

Deg!

Ekspresi wajah Ali berubah drastis, pipinya memerah, Ali merasa malu. Dengan cepat Ali merubah ekspresi untuk menyamarkan rasa malunya.

"Urusan lo apa sama penyakit gue?" jawab Ali ketus.

Zee langsung menunduk sepertinya dia salah bertanya hal itu kepada Ali, Zee memainkan jari-jari tanganya tanda tak enak hati.

Ali yang menyadari hal itu melirik ke arah Zee yang tertunduk, dengan sedikit senyum samar, Ali menjawab. "Gue cuman demam biasa," ujar Ali dengan suara sedikit terkekeh.

Zee mengangkat kepala, senyum kikuk telihat dikedua bibinya.

Posisi Zee sekarang sedang dalam keadaan awkward moment. Zee bingung harus melakukan apa, tidak ada perintah lagi dari Ali, Ali hanya sibuk memainkan handphone miliknya. Jam menunjukan pukul 18:30 di mana seharusnya dia sudah harus segera pulang takut-takut si bibi khawatir mencarinya. Zee manatap ke arah Ali tatapannya kembali terkunci pada mata indah Ali, sungguh di luar nalar, Ali itu seperti karakter cerita wattpad di kehidupan nyata.

Rambut cokelat yang berantakan, rahang tegas, dagu tirus, dada bidang. Pokoknya segala kesempurnaan ada pada Ali, walaupun Zee tahu manusia yang paling sempurna hanya nabi Muhammad. Akan tetapi, jika diperingkatkan, mungkin Zee akan menempatkan Ali diperingkat ketiga Setelah Nabi Yusuf dan Nabi Muhammad.

Sadar dirinya sedang diperhatikan, Ali menoleh sekejap, matanya menangkap Zee yang tengah melihatnya dengan tatapan takjub.

"Mau sampe kapan?" tanya Ali.

Zee tersadar, matanya beberapa kali mengerejap. Zee mengusap wajah dengan tangannya.

"Lo di sini mau sampe kapan?" tanya Ali kembali.

Zee langsung berdiri, pura-pura membersihkan baju belakang yang tidak kotor sama sekali.

"Ya, udah, Zee pulang dulu kalo gitu, syafakalloh, ya, Ali, " ucap Zee berbalik kemudian melangkah keluar kamar Zee menuruni tangga dengan pelan. Saat akan memasukan handphone ke dalam saku, Zee merasa ada yang mengganjal, dia merogoh sakunya untuk melihat apa yang terselip di sana.

ALI ALTEZZA  (PROSES TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang