Myliu 02

22 0 0
                                    

Setelah kejadian tempo hari yang menghasilkan keputusan kurang sreg bagi Alula. Hari ini dia harus mengatur jadwal meeting yang sangat padat. Fajar Sertiawan sudah kembali dan pekerjaan-pekerjaan anyar pun Alula dapati.

Konfliknya dengan Mahara Dewangga si pria gila panggilan yang disematkan oleh Alula untuknya, belum bisa dikatakan selesai sepenuhnya.

Dan selama seminggu terakhir ini terhitung sejak setelah hari kejadian tragedi kopi tumpah, Alula benar-benar menghindarinya. Bagaimana tidak mau menghindarinya, pria itu benar-benar gila dan seenaknya memerintah.

Mahar meminta Alula untuk bertanggung jawab penuh terhadapnya. Karena katanya luka dan kerugian yang dialaminya jauh lebih banyak daripada sakit memar di bagian lutut yang dialami Alula.

Flashback on
Alula diseret dengan paksa ke apartemen Mahar dengan dalih masih membutuhkan pertanggung jawabannya. Mahar menyuruhnya untuk membersihkan kemeja dan jasnya. Katanya kalau di laundry-kan keenakan di Alula jadi tidak bertanggung jawab. Oke pada hari itu Alula langsung gercep mencucinya dengan telaten, untungnya isi apartemen pria itu tidak kosong-kosong amat. Benda-benda seperti mesin cuci ada di dalamnya meski kelihatannya jarang dipakai. Lalu lanjut disuruh mengolesi lukanya yang terletak di bagian kiri dada Mahar. Ugh menggelikan bukan.

Luka bekas tumpahan kopinya kenapa harus terjun di bagian dada sih? Kan mata Alula jadi harus melihat hal yang tidak-tidak. Tapi itu lebih baik daripada tumpahnya di bagian paha. Makin berabe urusannya. Barangkali jika itu terjadi yang harus diolesi krim pereda luka bakar bukan hanya di bagian paha saja tapi bertebaran ke bagian lain, mungkin? Ah sudah. Ini terlalu kejauhan. Pikiran Alula melenceng kesana-kemari.

Saat kejadian itu Alula benar-benar menyumpah-serapahi kelakukan Mahar yang kelewat gila, menurutnya.

Namun sebelum menuju ke apartemen mereka mampir terlebih dahulu ke sebuah apotik.

"Sana turun. Tanggung jawab pertama kamu belikan saya krim pereda luka bakar." Mahar berkata dengan nada otoriter.

Alula sebenarnya jengkel. Tapi mau bagaimana lagi. Jika dibandingkan dengan dirinya, memang ada benarnya juga perkataan Mahar, yang mengalami kerugian lebih banyak adalah Mahar bukan dirinya. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau nyeri pada bagian lututnya cukup lumayan sakit juga. Bahkan pada kulitnya terdapat sedikit goresan dan samar-samar mengeluarkan darah tipis-tipis.

Tanpa babibu Alula keluar dari mobil dan melenggang menuju apotik.

Alula kira tanggung jawabnya sudah selesai sampai di situ, ternyata tidak. Setelah dibelikan krim, Mahar bukan langsung mengoleskannya pada luka tersebut. Melainkan ia malah menyimpannya dengan tenang.

"Kok, disimpan sih?" Tanya Alula bingung.

"Iya, minta tolong dioleskannya nanti saja di apartemen saya. Sekarang kita otw menuju apartemen saya." Mahar berkata dengan wajah santainya. Justru Alula lah yang bereaksi sebaliknya. Ia panik. Untuk apa pula Mahar membawanya ke apartemen dia seenaknya?

Padahalkan dengan membeli obat krim pereda luka bakar saja Alula sudah bisa dikatakan bertanggung jawab.

"Lho lho lho? Mau ngapain? Kan saya sudah tanggung jawab dengan membeli obat, kenapa harus ke apartemen anda segala? Kamu mau macam-macam ya?" Tuduh Alula tak terima.

"Nggak macam-macam kok, cuma satu macam aja."

Sial, bisa-bisanya dia bilang begitu. Padahal Alula sedang panik.

"Hei, jangan kurang ajar ya kamu Mahar. Gila ya kamu tiba-tiba mau bawa aku ke apartemen mu. Aku sudah membeli obat dan tanggung jawab ya, sekarang turunin aku di sini saja!" Perintah Alula mulai panik, dan gaya bicaranya berubah.

My Love, Is You.Where stories live. Discover now