"Kapten?" panggil Rasti.
Kapten Erdan berjalan mendekati gadis yang terduduk itu. "Apa?"
"Airnya rasa tanah kan?"
Kapten Erdan melepas topi rimba yang ia kenakan, mengusap-usap rambut panjangnya dan terlihat sangat kusut. "Bagaimana lagi hanya itu yang bisa kita minum."
"Kapten emang bener, belum tentu kita bakal ketemu air lagi."
Mata lelaki itu mengedar jauh ke seluruh hutan, kemana ia akan membawa gadis pergi, sedangkan dirinya tidak tahu kemana jalan menuju pulang. Hutan begitu sulit untuk di pahami, ia tidak menemukan sedikitpun petunjuk jalan.
Posisi mereka bukan hanya tersesat tetapi sangat terancam, Kapten Erdan mengusap kasar wajah, lelaki itu kebingungan harus bagaimana, di sisi lain penjahat mengincar mereka cepat atau lambat penjahat pasti menemukan mereka.
"Kapten?" panggil gadis itu.
"Apa?"
"Kapten kenapa?" Rasti merasa ada yang aneh, lelaki itu tampak melamun.
Kapten Erdan menggeleng, memberitahu gadis itu tidak akan ada gunanya.
"Kapten khawatir ya?"
"Tidak."
"Orang nanya baik-baik kok, udah tau juga saya cuma beban," ucap Rasti dengan raut wajah kecewa.
Kapten Erdan menggeleng pelan. Ntah mengapa ia merasa tidak heran lagi dengan jawaban gadis ini. Jika tidak merasa jadi beban, gadis ini akan mengeluh lalu tiba-tiba senang. Sungguh gadis ajaib dan baru kali ini ia temukan.
"Kapten?" Rasti benar-benar merasa kesal di abaikan.
Ntah apa kali ini. "Ada apa?"
"Kapten kenapa? Sesusah itu ngejawab pertanyaan saya?"
Kapten Erdan menggaruk pipi, menarik napas agar ia bisa sabar menghadapinya. Lelaki semampai itu berjalan mendekati Rasti, dalam kesabaran seluas samudra, prajurit dengan pangkat tiga balok emas itu duduk bersila tepat di depan Rasti. "Kamu lihat saya kan?"
Rasti menatap bingung Kapten Erdan, mengapa orang ini duduk di depannya. "Kapten kenapa?"
"Saya baik, saya tidak apa-apa."
Rasti menyipitkan matanya, baik bagaimana jelas-jelas ia melihat lamunan jauh lelaki itu. "Kita ini se-tim Kapten, apa salahnya berbagi masalah sama rekan."
"Justru masalahnya adalah kamu."
Rasti terdiam, hanya dengan empat kalimat benar-benar membuat dirinya sakit. "Kalo saya masalahnya kenapa masih mau nyelamatin saya?"
"Saya ...."
"Tinggalin aja saya disini, saya cuma masalah buat Kapten," ucap Rasti dengan suara parau, matanya sudah berlinang.
Kapten Erdan menggaruk kepalanya yang memang terasa gatal. Ia merasa salah bicara, ia terlalu jujur mengatakannya. "Maaf jika ucapan saya menyakiti kamu."
"Saya gak minta Kapten selamatin, Kapten sendiri kok yang dateng." Air mata Rasti sudah berjatuhan.
Gadis itu menangis dan itu karenanya. Terkadang mulutnya memang susah untuk di jaga, mengucapkan sesuatu tanpa memikirkannya terlebih dahulu. "Saya minta maaf."
Rasti menghapus air matanya, tidak ada gunanya menangis seperti ini, lelaki itu juga tidak akan peduli.
***
"Awas!" Kapten Erdan mendorong Rasti hingga gadis itu kini berada dibawahnya.
"Apa?" tanya Rasti dengan gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANTU RIMBA (ON GOING)
General FictionMENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN🔞 Dari bawah sana ia melihat para penjahat berdiri di atas tebing, mereka tampak melihat keadaan di bawahnya. Kapten Erdan siap dengan senapannya, ia telah siap baku tembak. Seorang penjahat hendak turun, Kapten Erdan be...