(14) Buruan Pemangsa

41 10 5
                                    

Kedua orang itu melirik satu sama lain, kelelahan begitu terlihat dari napas dan wajah mereka.

"Kamu memang bodoh!"

"Kapten juga bodoh," jawab Rasti. Dirinya merasa cukup lega, setidaknya mereka tidak terombang-ambing lagi.

Seberapa dalam sungai ini, Kapten Erdan tidak merasakan dasar dari sungai bahkan setelah berada di pinggirnya, ia tidak berpikir jika akan sedalam ini. "Kamu mau terus berada sini?"

"Saya udah kedinginan, Kapten," jawab Rasti dengan menggigil.

"Kenapa masih di sini?"

"Ini mau naik." Rasti berpegangan pada pohon, ia berusaha mengangkat tubuhnya dari air namun tidak bisa, sakit ditangannya sangat tidak mendukung, terlebih pinggiran sungai tanahnya begitu rapuh, saat Rasti menumpuhkan kakinya di tanah agar dirinya bisa naik, tanah itu luruh dan membuatnya tergelincir. "Saya gak bisa, Kapten!" Rasti menyerah.

Kapten Erdan menggeleng pelan, gadis ini tidak bisa melakukan apapun bahkan untuk dirinya sendiri. Tangan kekarnya memegang akar kayu yang keluar tanah, seketika ia melompat naik, hanya sedikit usaha lelaki itu sudah berhasil.

"Tolong saya, Kapten!" Rasti mengulurkan tangan kirinya.

"Kamu ini, bahkan untuk diri kamu sendiri kamu tidak bisa."

"Tangan saya sakit, Kapten!"

Kapten Erdan meraih tangan Rasti yang mengambang, seketika menariknya ke darat.

"Aduh!" Tubuh gadis jatuh dengan posisi tiarap, ia belum sempat berdiri tetapi Kapten Erdan langsung melepaskan tangannya.

"Hei!" seru Kapten Erdan dengan khawatir.

"Aman, Kapten." Walau telah mencium tanah  dan merasakan sakit, Rasti mengacungkan jempolnya pertanda dia baik-baik saja.

Kapten Erdan agak terkejut, ia tidak menduga gadis ini akan menjawab dengan santai, biasanya Rasti akan mengeluh dan menangis. Sungguh di luar dugaan.

Rasti bangkit dengan sendiri tanpa bantuan Kapten Erdan, gadis itu terduduk dengan tubuh yang gemetar. Ia kedinginan, air sungai sangat dingin, Rasti tidak bisa menahan gigi dan tubuhnya untuk gemetar. Tidak ada apapun untuk menghangatkan tubuh, matahari belum sepenuhnya terbit, belum ada cahaya yang dapat menghangatkan tubuh.

"Bagaimana keadaan kamu?"

"Saya gak papa, cuma kedinginan." Sakitnya terasa di dahi dan hidungnya, tetapi setidaknya rasa sakitnya tidak terlalu parah dan masih dapat ia atasi, ia merasa tidak perlu mengelukan hal tersebut.

Kapten Erdan menjatuhkan tubuhnya. Laki-laki itu terbaring dengan merentangkan kedua tangan yang terasa sangat keram.

"Kapten gak kedinginan?" tanya Rasti dengan memeluk tubuhnya.

Kapten Erdan menggeleng dengan matanya yang menatap keatas. Ia tidak merasakan dingin hanya ada rasa keram ditangan dan sangat kelelahan. Lelaki itu bangkit dan berjalan mundur agak menjauh dari Rasti. Ia melepaskan topi rimba yang basah kuyup, kepalanya agak berat berat karena topi yang basah, lelaki meremas benda itu dengan kuat hingga airnya benar-benar terkuras, kemudian meletakkan benda itu dia atas semak-semak yang rimbun.

Kapten Erdan mengusap rambut yang basah, rambutnya sekarang terlalu panjang, jika dalam keadaan basah rambutnya telah menutupi telinga.

HANTU RIMBA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang