(15) Membunuh Atau Dibunuh

42 7 6
                                    


Rasti bersandar pada sebuah batang pohon sedangkan Kapten Erdan berdiri tegap dengan sebuah teropong di matanya. Sesekali terdengar gerutu kesal dari lelaki itu.

"Kapten duduk dulu, dari tadi Kapten gak duduk-duduk." Rasti sudah memperhatikan sang kapten sejak mereka beristirahat. Ntah apa yang dilakukannya Rasti tidak begitu mengerti, tapi yang jelas teropong itu tidak lepas dari kedua matanya.

"Saya tidak punya waktu untuk istirahat." Mereka adalah buruan kelompok besar pemangsa. Ia tidak bisa lengah sedikitpun.

Rasti menghela napas, berapa kali pun ia meminta laki-laki itu beristirahat tetap tidak ada hasilnya. Ia tahu mereka sedang berada di situasi genting, tetapi sang kapten juga harus beristirahat, Rasti yakin orang itu sudah sangat lelah, hanya saja tidak ingin mengatakannya. Rasti sangat tahu, beberapa hari ini Kapten Erdan hanya makan daun dan mungkin saja lelaki ini tidak pernah tidur selama mereka di hutan ini. "Kapten?"

Kapten Erdan berbalik "Ada apa?"

Rasti menatap wajah Kapten Erdan yang kini berdiri didepannya. "Kapten tinggalin saya aja disini."

Lelaki itu menatap Rasti dengan kening yang mengerut. "Apa yang kamu katakan?"

Rasti merasa sudah pasrah, ia merasa sangat bersalah karena hanya menyusahkan sang kapten. Kapten Erdan tentu dapat menyelamatkan diri, tanpa perlu memikirkan keselamatan dirinya. "Saya cuma nyusahin, Kapten. Seenggaknya Kapten harus selamat."

"Jangan mengatakan hal bodoh. Ini bukan waktunya untuk kamu mengiba. Saya tidak punya waktu untuk meladeni ucapan kamu." Lelaki itu berbalik dan melanjutkan kegiatan yang tertunda. Jika dirinya ingin meninggalkan Rasti, sejak awal ia tidak perlu membahayakan diri seperti ini.

"Saya serius, Kapten," ucap Rasti dengan suara serak, air mata telah memenuhi pelupuk mata. Ia merasa sangat sedih dengan keadaan dirinya. "Saya gak bisa jalan, gak bisa apa-apa buat bantu Kapten, tinggalin aja saya disini."

Lelaki itu tidak merespon. Ia tidak peduli dengan apa yang Rasti katakan, itu hanya akan mengganggu konsentrasi.

Kapten Erdan mengarahkan teropong ke arah barat, di arah belakang Rasti. Jarak sekitar 1 Km, jntung lelaki itu terasa berhenti sejenak saat melihat arak-arakan manusia dengan berbagai senjata mengarah ke arah mereka. Tidak ada waktu lagi untuk diam, Kapten Erdan langsung menghampiri Rasti.

"Apa, Kapten?"

"Ada yang datang. Kita pergi!" Kapten Erdan menurunkan tubuhnya. Rasti tidak berpikir panjang lagi, ia naik ke punggung lelaki itu.
Kapten Erdan berjalan dengan cepat, sikap waspada yang di tunjukkan membuat Rasti tahu mereka kini dalam bahaya besar.

"Saya takut," Rasti berucap lirih.

"Tenanglah, saya akan melindungi kamu."

Mata Rasti mengedar liar, tubuh gadis itu dingin karena ketakutan, ia telah terbayang bagaimana orang-orang itu menyiksanya.

Apa yang dirasakan Kapten Erdan kali ini terasa berbeda. Arak-arakan penjahat sebanyak itu dan senjata-senjata yang mereka gunakan, tidak terbayang rasanya jika ia berhadapan langsung, mereka lebih banyak daripada mereka yang mengepung di sungai. Kapten Erdan sempat berpikir jika musuh akan sulit menyebrangi sungai, pikirannya salah besar ia lupa jika berada di rumah musuh, tentu mereka sangat mengetahui medan.

Dor!

Kapten Erdan terperanjat kaget. Suara tembakan itu membuat kedua orang itu terkejut, tanpa ba-bi-bu lagi Kapten Erdan membawa Rasti berlari. Ia tidak berpikir ada diserang seperti ini, ia hanya tahu musuh masih jauh.

Para penjahat mengejar kedua orang itu, memberikan serbuan peluru yang membabi buta. Kapten Erdan terus berlari dengan membawa tubuh Rasti yang memeluk erat tubuhnya.

HANTU RIMBA (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang