Bab 2

20 14 0
                                    

Keesokan paginya Inggit berniat akan mandi. Ia segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, namun langkah kakinya terhenti saat menatap ke arah dinding kamar yang berada di bawah jendela tempat ia tidur semalam, matanya menemukan kejanggalan lain. Iapun meneguk saliva dengan memastikannya kembali, terlihat pada dinding ada bekas cakaran.

"Loh kok ada bekas cakaran?, ini bekas cakaran apa ya?, perasaan pas aku datang, bahkan semalampun tidak ada tanda cakaran itu", heran Inggit, namun ia tetap melangkah masuk ke kamar mandi.

"Hah! Apa apaan ini?, kenapa bulu kudukku tiba - tiba berdiri ya?", ujar Inggit sambil menaikan kedua bahunya dan memegangi leher bagian belakang, nafasnya terasa tercekat matanya sudah memerah karena ia merasa di kamar hotel ini ada sesuatu yang tidak beres.

"Nggit kamu kenapa?, kok muka kamu tiba - tiba pucat kayak gitu?, kamu lagi sakitkah?, seperti melihat sesuatu yang menakutkan saja", tanya Katrin.

"Eh Kat... aku boleh tanya sesuatu enggak?", ujar Inggit.

"Boleh Nggit. Tanya saja. Kamu mau tanya apa?", sahut Katrin.

"Semalam kamu ngomong sama siapa?, apa ada tamu ya?, kok paginya ada bekas cakaran di dinding kamar ini?, soalnya tadi malam aku lihat kamu tiba - tiba membuka pintu saat ada yang mengetuk" , tanya Inggit sambil memperlihatkan bekas cakaran yang ada di dinding kamar itu.

"Tamu?, cakaran?, perasaan aku gak ada buka pintu semalam, aku langsung tidur, justru semalam aku gak sengaja lihat kamu buka pintu kamar ini tengah malam", ucap Katrin.

"Loh ini maksudnya gimana sih?, semalam itu aku lihat kamu yang buka pintu dan sekarang kamu bilang kamu juga lihat aku yang buka pintu, ada yang tidak beres nih kayaknya", ucap Inggit.

"Ya sudah lah Nggit, kamu ngigo kali tadi malam itu, makanya jangan mikir aneh - aneh, buruan mandi, kita gantian, habis ini kita cari makanan, kita panggil yang lainnya", ujar Katrin.

"Oke", sahut Inggit.

Inggitpun tetap melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi. Saat mandi dan membasuh wajahnya dengan air, Inggit merasakan ada sesuatu di belakangnya, ia melihat sekilas bayangan seseorang melintas di belakangnya. Reflek ia menoleh dengan cepat dan panik, berharap bisa melihat apa yang baru saja melintas, tapi ternyata keadaan di belakangnya kosong, tidak ada siapa - siapa.

Tiba - tiba saja hati Inggit berdegup dengan kencang. Bukan karena lagi jatuh cinta, tetapi karena merasa takut. Inggit kembali menatap wajahnya di pantulan cermin. Betapa kagetnya ia saat melihat ada sosok bayangan di belakangnya.

Inggit membulatkan matanya. Tiba - tiba tubuhnya terasa kaku, bahkan untuk membuka mulutpun Inggit tidak bisa. Perlahan, sosok itu memajukan langkahnya tepat di hadapan Inggit.

"Pergi, jangan ganggu aku", ucap Inggit sambil menutup matanya. Rasanya cukup menakutka  jika harus menatap sosok itu secara dekat.

"Tolong aku"

Begitulah sebuah bisikan tang terdengar di telinga Inggit. Sejenak kemudian, Inggitpun membuka matanya, dan ia merasa lega lantaran sudah tidak melihat sosok bayangan itu lagi.

"Astagfirullah...", ucap Inggit sambil mengelus dadanya beberapa kali.

Dalam kebingungan dan kekhawatiran, Inggit tetap melanjutkan mandinya.

"Ah tidak ada apa - apa... hanya halusinasiku saja. Apa jangan - jangan itu tadi bayangan aku sendiri ya. Lah iya bisa jadi, bego sekali aku. Tidak perlu terlalu kawatir, zaman sudah modern, kok masih percaya sama hal mistis", gumam Inggit dalam hati, ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Setelahnya Inggitpun selesai mandi, kini gantian Katrin yang mandi. Selama Katrin mandi bahkan hingga selesai, tidak ada terjadi ke anehan. Merekapun bermaksud keluar menemui teman laki - lakinya.

Braaak!!!

Pintu kamar mandi tiba - tiba tertutup rapat dengan kencang, dan terdengar suara tetesan air. Inggit dan Katrinpun saling pandang. Bulu kuduk keduanya meremang setelah mendengar suara bantingan pintu dan tetesan air keran yang menyala dengan sendirinya.Takut, tetapi rasa penasaran kedua gadis itu lebih mendominasi. Merekapun melangkah mengamati kamar mandi untuk memeriksa keran air di kamar mandi, tetapi tidak terlihat adanya tanda - tanda keran menyala, bahkan tidak ada orang. Lalu siapa yang menutup pintu dan menyalakan keran kalau begitu?. Suara tetesan air terus saja berlanjut.

Inggit dan Katrin mulai kehilangan akal mereka dengan apa yang semua mereka saksika dan rasakan. Sulit untuk membedakan antara yang nyata dan yang ghaib.

Mereka yakin ada sesuatu yang terjadi dulunya di kamar ini. Ada sesuatu yang tersimpan rapat dan belum terungkap hingga kini.

Mereka harus mencari jawabannya. Selama mereka belum memdapatkan jawaban, maka mereka tidam akan puas. Apapun yang terjadi, biarkan terjadi.

Reflek Inggit dan Katrin berusaha keluar dari kamar mereka dengan perasaan takut, mereka melangkahkan kaki menuju kamar ketiga teman laki - lakinya yang bersebelahan, namun saat di depan pintu, ketiga teman laki - lakinya sudah berada di sana dengan maksud ingin memanggil mereka juga.

"Aku mau ngomong sebentar, tapi jangan di sini", ujar Inggit kepada ketiga teman laki - lakinya.

"Sebenarnya ada apa?", tanya Denis, Ray, dan Amar penasaran.

"Kalian merasa ada yang aneh gak sih sama hotel ini?", tanya Katrin yang melihat ke tiga teman laki - lakinya yang tampak biasa - biasa saja.

"Maksud kalian bagaimana?, Memangnya apa yang aneh dengan hotel ini?", tanya Ray tidak mengerti.

"Kami berdua sepertinya di datangi sama penghuni kamar nomor 17 ini!", ujar Inggit menambahkan pernyataan Katrin.

"Yang benar saja kalian?", tanya Amar.

"Iya benar", sahut Katrin.

"Apa kalian juga mengalami hal yang sama dengan kami?", tanya Inggit lagi.

"Hahaha... kalian aneh. Makanya jangan suka nonton film horor, biar tidak kepikiran yang aneh - aneh", ujar Amar tertawa terbahak - bahak, bukan karena tidak percaya apa tang di katakan Inggit dan Katrin, tetapi Amar tertawa agar suasana tidak terlalu tegang.

"Aku tidak bohong, aku melihat dan mengalaminya sendiri", ujar Inggit.

"Kalian percaya dengan apa yang Inggit dan aku karakan?", tanya Katrin.

"Tidak mungkin Inggit dan Katrin berbohong, aku percaya dengan apa yang mereka katakan. Terlebih lagi saat tadi aku lihat mereka keluar kamar dalam keadaan ketakutan, aku semakin yakin kamar yang mereka tempati ada yang tidak beres", ujar Ray yang kini berusaha meyakinkan.

"Kamu sih Kat, kenapa langsung tergiur untuk menyewa hotel itu", ucap Denis sambil menghela nafas panjang.

"Mau bagaimana lagi, hotel ini yang paling murah di antara yang lainnya", ucap Katrin.

"Sudah - sudah, tuh di depan ada yang jual nasi uduk, kita makan di sana saja", ajak Amar.

"Ayo!!".

Kamar nomor 17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang