14

199 14 11
                                    

Seperti yang di janjikan Sadam sebelum mereka makan siang tadi, tak hanya ke kebun abahnya, saat ini Saira bahkan tengah sibuk menyeimbangkan badan di atas pematang sawah. Kang Roni mengajak mereka turun ke sawah yang juga milik mendiang pak Ardiwilaga. Saira tentu sangat antusias, tanpa berpikir panjang anak itu mengiyakan.

"Awas hati-hati jalannya neng Saira.. Euleuh.. orang kota turun ke sawah.." teriak kang Roni, merasa lucu melihat Saira merentangkan kedua tangannya dan melangkah dengan hati-hati.

"Euuh mang, di kalimantan mah dia mainnya di hutan.." sahut Sadam yang berjalan di depan kang Roni.

Tiba di sawah yang belum kembali di tanami, kini Saira sibuk menutup hidung dan mulutnya dengan tangan kecilnya, tak lama ia lepas namun tak lama ia kembali menaruh tangannya di bagian wajahnya membuat Sherina yang tak lepas memperhatikan gerak-gerik anaknya itu menjadi sedikit khawatir.

"Kenapa nak?" Sherina berjongkok di sebelah putrinya, sedangkan Sadam tengah mendengar penjelasan kang Roni mengenai luas sawah yang di miliki keluarganya.

"Mama, ada masker tidak? Saira tidak suka bau lumpurnya.." anak itu lantas kembali menutup hidungnya.

"Mau pakai masker?"

Saira mengangguk beberapa kali. Sherina merogoh tas kecil yang di bawanya, berharap jika ada sisa masker miliknya disana. "Ada nih.." setelahnya Sherina memakaikan masker yang sedikit kebesaran itu pada wajah anaknya.

"Sairaaa.. gak mau ikut turun??" teriakan Adnan membuat anak perempuan itu menoleh. "Kita cari belut!!"

"Belut?" Saira menyipitkan mata, heran. Setelahnya menoleh ke arah Sherina. "Belut itu apa ma?"

"Belut itu ikan, tapi bentuknya mirip ular. Mau turun gak tuh sama a Adnan.."

"Paaaa!"

Sadam dengan segera mengalihkan perhatian nya ketika mendengar suara Saira memanggilnya "Ya cintakuuu?"

"Turun yuk! Aku mau turun kalau papa turun juga cari belut!!"

"Hayu neng Saira, bah Roni juga mau turun.. cari belut yang banyak nanti minta mak Enah bikinkan pecak belut buat makan malam.." Kang Roni menyahuti, tanpa lama kakinya masuk ke dalam lumpur.

"Eitttt.. buka dulu sepatunya.." Sherina menahan tangan anaknya itu saat ia baru saja akan berjongkok untuk menyusul dua orang laki-laki yang sudah berada di dalam kotakan sawah itu.

"Ayo sama papa.." Sadam kemudian berjongkok membuka alas kaki anak perempuannya itu, lalu menggendongnya untuk ia bawa masuk ke dalam sawah.

"Sama aja bohong dong pa kalau anaknya di gendong?!"

"Gak apa-apa emang dia masuk lumpur?" Tanya Sadam, Sherina mengangguk "Saira mau? Gak apa-apa emang?"

"Ya mau paa.."

"Kaos kakinya di pakai aja.. aku takut ada lintah!" ujar Sherina saat Sadam baru saja akan melepas kaus kaki yang membalut separuh kaki anaknya.

"A Adnan sudah dapat belutnya?" Tanya Saira saat ia baru saja akan di turunkan dari gendongan papanya. "Uuuwww... lembek.. iihh dingin.." ucapnya.

"Are you oke, Ra?"

"Oke pa! Aman!" jawab anak kecil itu meski setengah betisnya tenggelam dalam lumpur. "Jalannya gimana ya?" Saira kesulitan melangkahkan kakinya.

"Pegangan papa, pelan-pelan jalannya biar tidak kotor kena celananya.." Sadam menggenggam tangan kecil putrinya.

"Mana belutnya??" teriak Saira pada Adnan yang tangan nya tenggelam dalam lumpur, mencari-cari sesuatu disana.

Saira's JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang