Part 02

71 8 5
                                    

Di dalam toilet perempuan, Lani membasuh dan menggosok bibirnya berulang kali. Tidak peduli area sekitar mulutnya sudah memerah. Air matanya perlahan menetes mengingat kejadian beberapa saat lalu. Dirinya merasa dilecehkan. Sekarang, bibirnya sudah tidak suci lagi. Lani sama sekali tidak pernah membayangkan akan menerima perlakuan seburuk itu oleh orang lain.

Cowok sinting. Cabul. Bisa-bisanya dia melakukan hal itu padanya terlebih di lingkungan sekolah. Dasar tidak punya otak!

"Lani!" 

Windi menghambur masuk disusul Gabby dan Nindi. Ketiga temannya terlihat sangat khawatir. "Are you okay?" tanya Gabby. 

Ditanya begitu, bibir Lani semakin melengkung ke bawah. Air matanya pun semakin mengalir deras. Tangisnya pecah seketika membuat Nindi, Windi dan Gabby kalang kabut. Nindi segera meraih tubuh mungil Lani dan mendekapnya. Tangannya bergerak pelan, mengusap punggung yang bergetar itu. Ketiganya terdiam seribu bahasa, memberi kesempatan untuk Lani meluapkan emosinya. Mereka mengerti betapa beratnya hal ini bagi temannya. Jangankan Lani yang mengalaminya langsung, mereka yang melihatnya saja hampir terkena serangan jantung. Luar biasa syok.

Setelah beberapa saat, Lani mulai kembali tenang. Air matanya juga sudah tidak berjatuhan lagi. "Makasih, ya," ucapnya yang hanya dibalas senyum tipis oleh Nindi.

"Ini udah masuk ke pelecehan gak, sih?" Windi buka suara. Mulutnya sudah gatal sejak tadi ingin berkomentar. "Harus kita laporin gak sih ini? Ke guru? Polisi?"

Gabby dan Nindi mengangguk setuju. 

"Ayo."

***

"Nama, Kalani Zaura. Kelas, sebelas IPS 3. Status single alias jomblo alias gak punya pacar alias lo masih punya kesempatan buat ngegebet doi," jelas Fajar memberikan laporannya. Ternyata bukan hal yang sulit mencari tahu siapa cewek yang tadi disosor sohibnya itu. "Tapi kayaknya sih lo udah masuk daftar hitam, bro," imbuhnya. 

"Udah pasti." Samuel mengamini. 

"SKSJ, dong. Semakin ku kejar semakin kau jauh," Zaki tergelak.

Jerico menimpali, "Belum dikejar juga ceweknya udah duluan ngejauh."

"Takut disosor lagi soalnya." Sandy ikut mengomentari, tak mau ketinggalan mengompori Hagi yang kini terlihat masam karena menjadi bulan-bulanan teman-temannya. 

Saat ini Hagi bersama kelima temannya sedang berada di gudang belakang sekolah. Tempat dia dan teman-temannya biasa menghabiskan waktu. Bisa dibilang tempat ini sudah menjadi basecamp mereka. Karena bangunan terbengkalai, jarang ada orang yang datang selain mereka. Kecuali mereka yang berurusan dengan Hagi atau yang lainnya.

"Eh, eh, kalian denger gak?"

Hagi dan yang lainnya melihat ke arah Zaki yang memasang tampang wajah serius. Sebelah tangannya ia sampirkan dibelakang telinga seolah mencari sumber suara. Kelimanya masih diam memperhatikan Zaki, menunggu maksud dari pertanyaannya barusan.

Zaki menghela napas. "Gue kira ada suara apaan ternyata hati Hagi yang potek," ujarnya tertawa.

Sandy melempar botol kosong disampingnya ke arah Zaki. "Garing banget anying!"

"Tapi, yang sabar ya, Gi," sambung Sandy dengan cengiran pasta giginya.

"Apaan, sih. Siapa juga yang naksir itu cewek." Hagi mengeluarkan sebatang rokok dari wadahnya dan menyalakan korek.

"Kalau lu gak naksir ngapain nyuruh gue buat nyari tau siapa dia Zainal. Lu kira gua petugas sensus," hardik Fajar.

"Biasa bro, bro yang satu ini sedang di fase denial atau emang gengsi aja kalau sebenernya dia itu beneran naksir."

AddictedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang