"Lo beneran mau pulang sendiri?"
Nindi menatap Kalani cemas. Kejadian siang tadi membuat mereka syok. Ada rasa sesal karena tidak mengindahkan permintaan gadis itu yang minta ditemani ke toilet saat hendak pergi ke kantin.
"Iya. Gue pulang sendiri aja. Kasian kalau lo harus bolak-balik cuma buat nganterin gue," ujar Kalani. Tidak mau merepotkan.
Nindi meringis melihat keadaan wajah sahabatnya. Kedua pipinya memerah dengan sedikit luka cakar serta sudut bibir yang robek. Tapi, dibanding sebelumnya penampilan Kalani sekarang ini jauh lebih mendingan.
"Tapi gue khawatir, Lan. Gue ikut lo pulang dulu, ya?" Kata Nindi cemas. Perasaannya tidak tenang saat memikirkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi pada Kalani di jalan pulang.
Misalnya dicegat perempuan gila itu di tengah jalan.
"Gue gak apa-apa, Nin. Beneran, deh." Kalani mencoba meyakinkan Nindi bahwa dirinya benar baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. "Gue juga udah pesen ojol masa mau boti," imbuhnya.
"Mau boti kek, bopat kek, gue nggak peduli," katanya bodo amat.
Kalani tertawa lalu meringis pelan. Ia lupa soal sudut bibirnya yang terluka.
"Perih?" tanya Nindi.
"Pake nanya lagi." Kalani mendelik merasa pertanyaan Nindi sangat amat tidak diperlukan.
Nindi menghela napas. "Lo punya dosa apa sampe ketiban sial begini?" katanya heran.
Kalani cuma menggidik. Ia pun tidak tahu. Kok bisa sih kehidupannya berubah banget dari yang sebelumnya, jadi lebih sial.
Sebuah motor sport berhenti tepat di depan mereka duduk menunggu ojol yang tak kunjung datang. Baik Kalani maupun Nindi sama-sama menautkan alisnya. Siapa mereka? Menggunakan helm tipe fullface membuat dua orang di atas motor itu tidak bisa dikenali.
Kerutan kening Kalani dan Nindi semakin dalam manakala kedua orang itu cekcok di atas motor.
"Turun," titah laki-laki di depan yang ditolak mentah-mentah oleh lelaki di belakangnya.
"Ini motor gua ya kalau lo lupa."
"Iya, makanya gue bilang pinjem. Sam, please, gue harus anter dia pulang."
Laki-laki dibelakang yang ternyata Samuel menghela napas. Dia tidak suka Hagi atau bahkan membencinya tapi anehnya dia tetap tidak bisa mengabaikan laki-laki itu. Seberapa banyak Hagi membuatnya kesal Samuel tetap akan menjadi temannya.
"LO!" Nindi membulatkan matanya begitu Samuel melepas helm dan Hagi membuka kaca helmnya.
Samuel melirik singkat ke arah Nindi yang berdiri menunjuknya juga Hagi dengan mata melotot.
"Ngapain kalian kesini?" tanya Nindi. Gadis itu terang-terangan memperlihatkan rasa tidak sukanya atas kehadiran mereka.
"Gue antar lo pulang," ujar Hagi pada Kalani.
Kalani jelas menolaknya. Laki-laki itu penyebab kehidupannya jadi berubah sial begini ia tidak mau menambah masalah lainnya lagi dengan terus berurusan dengannya.
Namun Hagi tetap bersikukuh ingin mengantar Kalani pulang. "Gue anter. Lo gak mau kan dicegat cewek gila itu di tengah jalan?" katanya.
Mendengar kata cewek gila, pikiran Kalani langsung tertuju pada perempuan dengan rambut panjang bergelombang yang sudah merundungnya siang tadi di toilet bersama dua perempuan lainnya. Vania namanya kalau ia tidak salah mengingat. Ia hendak keluar saat Vania masuk bersama temannya dan langsung menghajarnya tanpa henti, memintanya untuk menjauhi Hagi. Ia tentu saja berusaha melawan namun jumlah yang tidak sepadan membuatnya tidak berdaya sementara yang lain tidak ada yang berani menolongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Addicted
Teen Fiction"Gak semua hal yang lo suka bisa jadi milik lo, termasuk gue." --Kalani Zaura "Then, i'll be yours." --Hagi Zainal Maalik Awalnya Hagi hanya main-main saat berkata ia menyukainya namun dengan seiring berjalannya waktu kehadiran gadis itu membuatnya...