Cuaca hari ini masih sama panasnya dengan hari-hari sebelumnya. Tiupan angin yang berhembus kencang membuat udara semakin terasa kering.
Sementara di atas sana, langit terlihat bagai lautan dengan matahari yang masih memancarkan sinarnya secara sempurna walau hari sudah menjelang sore.Berbanding terbalik dengan Hagi yang justru kelihatan mendung. Suasana hati lelaki itu yang sejak pagi sudah buruk semakin memburuk saat tahu kalau gadis yang menarik atensinya itu sengaja menghindar. Padahal sudah diberitahu istirahat nanti dia akan berkunjung tapi begitu datang Hagi tidak melihat gadis itu di dalam kelasnya. Teman-temannya bilang Kalani pergi ke perpustakaan tapi dicari hasilnya tetap nihil. Entah dimana gadis itu bersembunyi. Dihubungi pun tak diangkat.
Bikin kesal saja.
Alhasil disinilah Hagi sekarang. Di depan kelas Kalani. Laki-laki itu nekat bolos di jam pelajaran terakhir agar bisa mencegat gadis itu saat bubaran nanti.
"Kenapa gak tunggu di kantin aja, sih?"
"Bego, ya?"
"Hah!?!"
Ujung ekor mata Hagi melirik ke sebelah kanan tubuhnya lalu mendengus malas. Kenapa pula dua manusia itu ikut-ikutan. Fajar dengan dalih lebih banyak personal maka akan semakin mudah dia menangkap gadis itu. Sedangkan Samuel memang sengaja membolos setiap jam pelajaran bahasa inggris, bukan karena Samuel tidak suka pelajarannya tetapi ada kejadian yang membuat Samuel tidak menyukai guru yang mengajar mata pelajaran tersebut.
"Lo berdua bisa pergi aja gak?"
"Enggak." Fajar membalas dengan cengiran lebarnya.
"Gue juga sebenernya ogah lesehan di depan kelas orang begini. Mirip gembel."
"Lo aja kali," kata Fajar. "Mau lagi kayang sekalipun gue tetap ganteng, sori."
Sementara Hagi mendengus malas mendengar ucapan Samuel. "Siapa juga yang ngajak elu ke sini. Pergi sana!" sungutnya.
"Yah ... gue lagi suntuk. Lagi pengen liat drama. Lebih seru kalau ada adegan baku hantamnya." Samuel bersandar pada dinding luar kelas, memandang lurus ke depan.
"Apalagi kalau baku hantamnya di ranjang, beuh! Dijamin yahud!" seru Fajar dengan otak kotornya seperti biasa.
"Otak lu, Jay." Samuel menggelengkan kepala. Meski bukan orang suci dan tipe cewek idealnya pun yang punya body semok, Samuel tidak terlalu menyukai obrolan dengan topik yang terlalu vulgar.
"Gak punya otak dia," ceplos Hagi.
"Kalau gak punya otak, gue gak akan bisa sekolah."
"Ya, emang. Sekolah pun otak lo tetap kosong."
"Si bejirr."
Saat keduanya saling mencibir dengan Samuel sebagai penengah, Bu Marlina--guru yang sedang mengajar di kelas pada saat itu, sudah berdiri memperhatikan mereka dengan tangan yang dilipat longgar dan penggaris di tangan kanannya. Menunggu dengan sabar keberadaannya disadari oleh tiga pemuda di bawahnya.
Merasa ada yang memperhatikan, Samuel yang tengah terpejam itu membuka mata dan mendongak. Tidak ada perasaan cemas maupun takut karena tertangkap membolos ketika tatapannya beradu dengan tatapan tajam Bu Marlina. Dia justru dengan santainya menyapa, "Sore, Bu."
Mendengar itu, Hagi dan Fajar sontak mengikuti arah pandang Samuel dan tersentak kaget.
"Sedang apa kalian? Seru banget kayaknya," tanya Bu Marlina sambil tersenyum. Fajar gemetar dibuatnya, meski terlihat cantik namun dalam sudut pandangnya senyuman itu sangat menakutkan. Sementara Hagi dan Samuel tampak biasa saja, bahkan meladeni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Addicted
Teen Fiction"Gak semua hal yang lo suka bisa jadi milik lo, termasuk gue." --Kalani Zaura "Then, i'll be yours." --Hagi Zainal Maalik Awalnya Hagi hanya main-main saat berkata ia menyukainya namun dengan seiring berjalannya waktu kehadiran gadis itu membuatnya...