5. Aku Membunuhnya

212 32 0
                                    

"Hai... Kau sudah pulang? Selamat datang," sambut Aran dengan senyuman. Langkah Kalua terhenti. Menatap sesaat pada sosok tinggi yang bersandar di dinding, tampak seperti sedang menunggunya. Sepasang mata dengan manik hitam pekat juga menatapnya dari balik  selubung tipis asap rokok—semakin menonjolkan aura misterius yang sejak kemarin Kalua rasakan dari pria itu.

"Mau sampai kapan kau berdiri di situ?"

Kalua tersentak dari lamunannya. Ia menyunggingkan senyum kaku. Lalu melangkah ke teras. Melepas jas hujan, sepatu boots karet dan topinya.

Tanpa kata ia masuk ke dalam rumah, seakan mengabaikan keberadaan Aran. Menganggap lelaki tersebut tak ada di sana, sedang menunggu Kalua pulang.

Diabaikan begitu, Aran segera mengekori Kalua ke dalam sampai berhenti di dapur sebab Kalua langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Tanpa Aran ketahui, di dalam Kalua sedang gemetaran. Tak tahu harus berbuat apa. Tak bisa dia menuruti kata-kata Era. Tangan yang memegang botol coklat berisi cairan kimia pemusnah serangga itu terasa berat. Seakan ada rantai besar yang mengikat tangannya ke lantai.

PYARRR!

Aran menerobos masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam, Kalua setengah berlutut di atas ember besar. Mencuci muka dengan kasar. Di sampingnya ada pecahan botol dengan cairan berwarna coklat tua.

"Kalua, Ada ada?" Aran panik. "Apa yang terjadi? Kau terluka?"

Kalua menatap dengan wajah dan sebagian poni yang basah. Sisa airnya menetes-netes ke lantai. "Aku tidak apa-apa. Tanganku hanya licin dan menjatuhkan botol ini."

"Aku ambilkan handuk." Aran bergegas keluar. Mengambil handuk bersih dari dalam lemari partisi. Tak lama ia kembali ke kamar mandi. Meletakkan handuk ke atas kepala Kalua yang kini ambruk terkulai lemas di atas lantai.

Aran mengulurkan tangan untuk membersihkan pecahan botol yang berserakan di sekitar Kalua duduk.

"JANGAN!" sergah Kalua. Suaranya cukup kencang membuat Aran kaget. Tangannya berhenti di udara, nyaris menyentuh pecahan kaca yang berlumur cairan kimia beracun.

"Jangan sentuh itu."

"Kenapa...?" Aran terheran menatap reaksi Kalua yang sedikit berlebihan. Pemuda itu telah beranjak dari lantai.

"Sebaiknya kau keluar." Kalua mendorong tubuh Aran agar menjauh. "Aku bisa membersihkan ini sendiri."

Aran diam. Namun ia malah maju mendekati Kalua lalu tiba-tiba saja mengangkat badan ramping itu dengan sekali ayunan tangan. Kini gantian Kalua yang terkejut dengan gerakan tak terduga itu. Pandangan mereka bertubrukan di udara. Sekilas, Kalua merasa bahwa ada kilatan cemas pada manik hitam legam itu.

"Apa yang kau lakukan? Turunkan aku!"

"Seharusnya aku yang bertanya. Lihat! Kau telah melukai dirimu sendiri..."

Kalua mengikuti arah tatapan Aran. Telapak kakinya ternyata berdarah. Beberapa pecahan kaca menancap di sana.

"Ini tidak sakit. Aku bahkan tidak merasakan apa-apa," kata Kalua lemah. Badannya terkulai di gendongan Aran.

"Kakimu terluka. Bohong kalau tidak sakit. Tunggu sini, akan aku obati sebentar." Aran mendudukkan Kalua di atas kursi meja makan. "Kau punya kotak obat? Di mana?"

"Ada di lemari."

Aran harusnya tahu. Lemari sejuta benda. Tempat Kalua menyimpan semua barang-barangnya. Rak besar yang merangkap sebagai partisi ruang tamu itu terlihat kokoh. Terbuat dari kayu jati yang berat dan tentu muat untuk menyimpan berbagai barang. 

KALA HUJAN | NOMIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang