Cuaca cerah sampai sore. Langitnya biru jernih meski udara masih tetap dingin. Pas untuk bersantai-santai. Di tengah belantara Gunung Mauria, di sebuah rumah kayu, tiga lelaki sedang bersantai menikmati tuak rosella.
Sepanjang siang mereka minum-minum dan berbincang. Didominasi oleh debat kusir antara Aran dan Era. Kalua lebih sering diam menyimak, menikmati keramaian yang ditimbulkan oleh keduanya hingga mereka pun mulai mabuk.
Kebiasaan Kalua saat mabuk adalah tidur. Ia termasuk dalam kelompok orang yang tenang, yang tidak akan melakukan hal-hal konyol sampai membeberkan rahasia memalukan. Lain halnya dengan Aran yang di permukaan terlihat tenang, namun ia sebenarnya ingin sekali memenuhi rumah ini dengan jaring-jaring dan perangkap.
Lain lagi dengan Era yang termasuk ke dalam kelompok pemabuk rusuh dan berisik. Insting alamiah hewaninya akan muncul begitu kesadarannya terlempar jauh ke dasar. Ia akan bergerak ke sana kemari mengecek seluruh sudut dan ceruk rumah. Bergelantungan di sana sini dan berteriak-teriak.
"I LOVE YOU LEE JENO!" teriak Era kencang ke arah hutan disertai dengan tawa panjang berderai-derai.
Aran menarik tubuh Era turun dari kusen pintu depan. "Mau sampai kapan kau memakai wujud rendahanmu itu?" tanya Aran sambil mengangkat bagian tengkuk Era.
Si Kera langsung mengamuk, melepaskan diri lalu menyerang wajah si Manusia Laba-laba dengan cakaran. Serangan kera mabuk bukanlah tandingan Aran. Ia bisa dengan mudah menghindar dan membalas serangan itu.
"Apa urusanmu?! Terserah aku mau pakai wujud apa. Kalua suka denganku, jadi aku akan memakai wujud ini selamanya. Dia bilang aku lucu!"
Pertengkaran pun terjadi. Tak sekedar adu mulut, mereka juga adu pukul. Saling memukul dan menendang sampai protes dari Kalua menghentikan pertikaian kekanakan itu.
"Kalian sungguh berisik!"
"Kau dengar?! Kau ini berisik. Tidur Kalua terganggu karenamu," sergah Era menuding wajah Aran yang memberinya ekspresi datar. "Awas saja, kalau kau berani memangsa Kalua, aku bersumpah akan menenggelamkanmu di dalam lautan pestisida!" ancam Era sambil menggeram ke arah Aran dengan galak.
Yang diancam hanya terkekeh pelan. Sama sekali tak takut dengan peringatan itu. Bagi Aran apa pun yang keluar dari mulut Era adalah bualan.
"Memangsa Kalua? Kenapa pula aku harus memangsanya?" kata Aran seraya berjalan mendekati Kalua yang tertidur di lantai ruang tamu. Ia mendekatkan wajahnya dan mengelus lembut pipi dan rahang Kalua.
"Dulu mungkin iya, tapi sekarang aku sudah berubah pikiran. Dari pada memakannya, ada hal lain yang lebih menarik untuk dilakukan..." Aran memberikan tatapan dalam dan dalam gerakan pelan ia tiba-tiba mengecup pipi Kalua yang sedang terlelap.
Melihat apa yang dilakukan Aran, Era pun mengamuk lagi. Menghentak-hentakkan kaki ke lantai, membangunkan Kalua.
"SIALAN! DASAR MAKHLUK GILA! MENJAUH DARI KALUA!"
"Kalua, kau harus pindah ke kamar. Jangan tidur di lantai. Dingin," kata Aran mengelus lembut pipi pemuda yang kini sudah mengalungkan kedua tangannya ke leher Aran.
"Aku tidak akan kedinginan kalau kau memelukku."
—
Hujan kembali turun keesokan harinya. Kalua tak bisa pergi ke kebun dan hanya bisa berdiam diri di dalam rumah. Biasanya yang ia lakukan saat tidak bisa kemana-mana adalah membaca buku.
Beruntung pemilik rumah sebelumnya memiliki koleksi buku yang beraneka ragam. Kalua bisa membacanya untuk mengisi waktu luang. Sebagian besar buku-buku tersebut sudah tamat ia baca. Beberapa bahkan ada yang ia ulang karena bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA HUJAN | NOMIN [END]
FanfictionBermula pada suatu pagi, kala hujan pertama turun di bulan Desember. Seorang lelaki asing muncul di depan rumahnya dalam keadaan basah kuyup. Lalu, tanpa pikir panjang dan prasangka, Kalua mengizinkan lelaki itu untuk masuk ke dalam rumah. jjschatz...