Kalua menepuk pelan dadanya. Menetralkan napas yang masih memburu. Dan tak lama setelahnya, ambruk di atas lantai. Kakinya lemas tak bertenaga. Apa yang menyambutnya di pintu masuk barusan seperti sebuah mimpi buruk yang terproyeksi jadi nyata.
Namun, apa daya. Kalua harus tetap menghadapi sumber ketakutannya agar bisa masuk ke dalam rumah untuk istirahat. Pekerjaannya di kebun sungguh menguras tenaga.
"Di mana benda itu?" gumam Kalua seraya mengobrak-abrik peti kayu kecil yang ada di gudang samping rumah. Mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menyingkirkan makhluk di pintunya.
Apa yang dicari terletak di belakang peti. Sebuah botol pestisida yang segelnya masih terpasang rapi. Belum pernah ia menggunakan cairan kimia itu. Tak suka bau dan efeknya. Namun, siapa sangka jika saat untuk menggunakan cairan itu tiba pada hari ini.
"Apakah terlalu kejam bila aku menggunakan cara ini?" ucapnya lirih memandangi botol di tangannya. Sebuah perasaan iba menelusup ke hatinya. Akan tetapi seketika lenyap kala matanya menangkap sosok yang masih setia menunggunya di depan pintu.
"AAHHH!!!" Kalua masih saja kaget meski sudah bertahun-tahun hidup langsung di tengah alam liar.
Bergegas ia keluar dari gudang. Bersenjatakan botol pestisida untuk menghadapi lawannya. Seekor hewan kecil berkaki delapan. Dengan mata-mata kecil hitam berkilat memandanginya.
Kalua membeku di tempat. Sekujur tubuhnya dipenuhi sensasi dingin, merinding saat makhluk itu tiba-tiba menggerakkan kaki kecil panjangnya pelan datang menghampiri.
Napas Kalua tercekat di tenggorokan. Namun, matanya tak bisa beralih. Ia justru menatap pola-pola aneh yang tercetak di seluruh tubuh makhluk hitam legam tersebut. Pun jantungnya bertalu-talu dengan keras manakala makhluk itu semakin mendekatinya alih-alih pergi meski telah diusir.
Pendek kata Kalua sangat takut.
Ia takut dengan laba-laba meski tahu bahwa sebagian besar dari spesies itu tidaklah berbahaya. Hanya saja, penampilannya benar-benar membuat Kalua membayangkan hal-hal menakutkan. Seperti mimpi buruk. Terlebih saat hewan kecil itu merayap cepat di pintu rumahnya.
"Akh, jangan mendekat!" teriak Kalua memperingatkan makhluk itu untuk menjauh. "Jangan mendekat, atau aku akan menyemprot tubuhmu dengan racun," ancamnya sambil mengangkat botol dengan semprotan yang ia ambil dari gudang.
"Pergi! Pergi! Husss...! Husss...!" Kalua meraih sapu lidi di samping teras. Meski ia takut dan benci laba-laba, membunuh adalah pilihan terakhir yang akan ia ambil. Tak tega rasanya, meski binatang itu memang sangat mengerikan.
"Nah, benar seperti itu. Pergi yang jauh dan jangan kembali lagi," ucap Kalua saat akhirnya si Laba-laba bergerak mundur, menghindar dari gagang sapu yang semakin menyudutkannya.
"Pergi yang jauh!" serunya pada si Laba-laba yang sudah menghilang di balik rerumputan. Tanpa buang waktu lagi, Kalua segera masuk, mengunci pintu dan memastikan bahwa tidak ada laba-laba lain yang masuk ke dalam rumah.
Aman. Semua terlihat normal. Tak ada gerak-gerik aneh dari binatang-binatang kecil atau serangga lain.
Kalua menghela napas lega dan menghempaskan diri di atas kursi meja makan. Siang itu sangat panas dan lembab. Kausnya bahkan sampai basah karena keringat.
Ia sangat lelah setelah memanen sayuran dan mengambil kacang kenari di hutan. Apalagi ia baru saja menghadapi rasa takutnya. Tenaga Kalua serasa dikuras habis.
"Aku lelahhh," keluhnya panjang seraya melepas topi jerami yang ia kenakan. Mengipasi wajah dengan topi itu seraya berjalan menuju dapur.
Dengan gerakan cepat Kalua menuang air ke dalam gelas lalu meneguk isinya hingga tandas. Mengesah lega saat air pegunungan yang segar itu membasahi kerongkongannya yang sudah kering sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA HUJAN | NOMIN [END]
FanficBermula pada suatu pagi, kala hujan pertama turun di bulan Desember. Seorang lelaki asing muncul di depan rumahnya dalam keadaan basah kuyup. Lalu, tanpa pikir panjang dan prasangka, Kalua mengizinkan lelaki itu untuk masuk ke dalam rumah. jjschatz...