4.

7 0 0
                                    

"Apa yang Ibu katakan?! Kakak menikah?!" Bentak seorang Gadis dengan amarah meluap, menatap tajam pada Maria.

"Lucia, berhenti berteriak," Balas Maria lembut.

Gadis itu menoleh merasa tidak terima tentang informasi yang dia dapatkan dari wanita tua itu. "Ibu, kau tahu aku menyukai Kakak Matthew! kenapa kalian menjodohkan dia dengan Gadis rendah dari Valeria itu!" Bentaknya.

"Apa kau sadar apa yang kau ucapkan, Lucia? Dia kakakmu!" Tekan Maria.

Mata gadis itu menyipit, amarah semakin membara ketika Maria mengingatkan status mereka. "Aku hanya anak angkat kalian! Kami tidak memiliki hubungan darah, mengapa aku harus peduli dengan status palsu kami?!"

"Dia tetap kakakmu, apa kata masyarakat jika kamu menikahi Matthew? keluarga ini akan mendapatkan cemoohan!"

Lucia mendekat dan menekan pundak Maria. "Ini yang membuatku muak! Kalian, keluarga ini hanya peduli apa kata orang lain! Tidak mau mengerti perasaan kami!"

"Hentikan ini Lucia!"

"Tidak! aku akan membuat Kakak menceraikan Gadis rendahan itu! Hanya aku, Lucia yang pantas bersanding dengan kakak!"

"Dimana sopan santun yang pernah ku ajarkan?!" Tekan Maria menepis kasar cengkraman Lucia padanya.

"Apa Ibu tidak tahu? Aku dan kakak saling mencintai! dia selalu bersikap lembut padaku!"

"Jangan terlalu berharap Lucia, Putraku lembut karena dia menghargai dirimu sebagai Adik perempuan, menjadikan dirimu Putri di rumah ini! Jangan tidak tahu terimakasih!"

"Aku akan buktikan jika Kakak mencintaiku, aku yakin dengan sekali perintahku dia akan menceraikan Gadis rendahan itu!"

"Lucia jangan keras kepala!" Tegur Maria.

"Aku akan pergi untuk menemui kakak!"

"Kau akan pergi ke New York?"

"Tentu saja, aku akan tinggal bersama kakak!" Angkuhnya.

"Lucia, Matthew tidak selembut itu!" Tiba-tiba suara Mathilde terdengar, menatap tajam pada Putri angkatnya dari ujung tangga.

"Ayah, kakak mencintaiku!"

"Pergilah, aku berharap kau tidak pulang dengan ambulan."

_____

"Aluna, untuk apa kamu kembali?"

Aluna berhenti, gadis itu menghela nafas sebelum memberikan jawaban untuk wanita yang berjasa melahirkannya 21 tahun silam. Berharap apa? berharap disambut dengan pelukan serta suara yang lembut? "Saya hanya mengambil barang milik Saya," Jawab Aluna.

"Jika kamu membutuhkan sesuatu, mintalah pada Suamimu, semua barang yang sebelumnya kamu miliki menjadi milik Viona," Ucap Lyna tanpa merasakan setitik rasa bersalah pada Aluna.

"Ibu, Saya membeli semua yang Saya miliki dengan uang yang Saya hasilkan, bagaimana mungkin Anda memberikan itu seakan-akan milik Anda," Balas Aluna tidak percaya.

"Viona menyukainya, kenapa kamu tidak bisa mengalah sekali saja?"

Aluna terkekeh. "Ini bukan tentang ego Saya, tapi soal kerja keras Saya dalam membeli barang yang Saya ingin, sekarang Saya datang untuk mengambil itu."

"Aluna mengertilah, apa kamu tidak kasihan dengan kakakmu?" Tanya Lyna menghela nafas panjang.

"Apa yang perlu saya kasihani? hidup Saya lebih menyedihkan!"

"Kamu sudah memiliki Suami yang begitu luar biasa, bagaimana mungkin kamu mengatakan itu?"

"Jika pria yang Saya nikahi begitu luar biasa, mengapa tidak Putri kesayangan Anda saja yang menikahinya?"

Tatapan Lyna menjadi lebih tegas. "Apa kamu lupa, Aluna? Kakakmu sedang mengandung anak Vaska."

"Gugurkan saja," Jawab Aluna acuh.

"Apa kamu tidak memiliki hati, Aluna?!" Bentak Lyna memegang dadanya.

"Kalian yang tidak memiliki hati!" Bentak Aluna kembali.

"Tidak pernah kah kamu memikirkan bagaimana perasaan Viona? Jika tahu kamu berbicara seperti ini?"

"Dia yang harusnya memikirkan perasaan Saya!" Bentak Aluna.

Gadis itu dengan cepat menaiki tangga menuju kamarnya, sesampainya disana rasa kesal semakin meningkat saat dia melihat Viona membongkar isi lemari miliknya.

"Aluna apa yang kau lakukan?!" Teriak Viona saat beberapa barang dia sukai direbut oleh Aluna.

"Saya yang harusnya bertanya! Apa yang kamu lakukan dikamar Saya?!" Pekik Aluna kembali, sungguh tidak berguna menggunakan kesabaran dalam menghadapi mereka. Menjadi manusia yang selalu memikirkan perasaan orang lain benar-benar menyiksa Aluna, hingga gadis itu sadar bukanlah tugas dia menjaga suasana hati manusia lain.

"Aluna berhenti, kamu bisa membeli benda yang sama dengan uang suamimu!" Ucap Lyna mencoba menghentikan gerakan Aluna.

"Kenapa harus Saya? kenapa tidak dia saja membeli barang seperti milik Saya? bukankah dia manusia paling berbakat yang sudah merangkak menjadi model yang dikenal dunia? dia dapat menghasilkan uang tanpa harus bekerja sekeras saya!"

Aluna mendengus, memasukan beberapa boneka yang begitu dia sukai. Walaupun penampilan seperti anak laki-laki tetap saja dia seorang gadis yang menyukai hal-hal yang penuh warna. Lagipula Aluna melakukan apa yang dia sukai, dia berpenampilan berbeda karena dia suka.

"Aluna biarkan aku memilikinya, aku mohon, ini keinginan bayiku..." Lirih Viona meneteskan beberapa bulir air mata.

Aluna melirik sinis, bosan sudah gadis itu bersikap sabar. "Kau tenang saja, aku akan menyisakan beberapa 'bekasku' untukmu."

"Aluna!" Bentak Lyna.

"Cih!"

Aluna meninggalkan kamarnya setelah mengambil benda lembut miliknya, benda pertama yang dia beli dengan uang pertama pula yang dia dapatkan dari bekerja di sebuah toko kue milik Janda tua.

Setelah berada di gerbang, Aluna tersenyum tipis, menyimpan boneka panda itu. Bukan tentang harga yang dia cari, tapi tentang kenangan bagaimana dia berusaha tanpa meminta.

_____

Matthew tersenyum tipis, begitu tipis hingga Grenada yang berdiri disamping Pria itu saja tidak menyadari. "Manis..." Gumamnya.

"Anda mengatakan sesuatu, Tuan?" Tanya Grenada samar-samar mendengar Gumaman Matthew.

Matthew mengangkat wajahnya dari layar headphone, melirik tak suka pada Grenada. "Tidak!" Ucapnya mengandung sarkastik.

Grenada mengusap tengkuknya, merasa cukup aneh dengan tingkah Matthew. Mencoba melupakan Grenada menyusul Matthew yang lebih dulu memasuki bandara untuk kembali ke New York.

"Tuan, tunggu Saya!"

"Grenada, kau tidak penting," Balas Matthew tenang.

"Potekk atiku masss!"

Matthew My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang