10.

8 0 0
                                    

"Apalagi yang kau tunggu, Morgan?! Mathilde sudah mengatur pernikahan untuk Matthew, jika dia memiliki lebih dulu seorang Putra. Maka tidak ada harapan untuk kita!" Bentak seorang Pria.

"Paman, Aku sudah mengatakan ini berapa kali? aku tidak ingin menikah," Jawab Morgan santai sesekali memutar matanya malas.

Marcus menatap tajam pada keponakannya itu jika saja pemuda itu tidak berguna untuknya buat apa Marcus bersi keras membujuk bahkan menawarkan barang berharga hanya untuk pemuda itu agar berpihak padanya. Namun pemberontakan kecil yang Morgan lakukan membuat Marcus kesal.

"Aku sudah melakukan banyak untukmu! kau harus menuruti apa yang ku inginkan!" Bentak Marcus.

Mata tajam Morgan menatap tidak bersahabat. "Baiklah, Paman..."

Marcus mendengus kasar. "Aku akan mencarikan gadis yang baik untukmu! Keluarga Sarviolet mungkin menjadi kandidat terbaik. Lagipula Putri meraka juga menyukaimu," Ucap Marcus tanpa menatap Morgan.

"Kalau begitu aku akan pergi, Paman," Ucap Morgan tak minat.

"Pergilah!"

Pria itu mendengus kasar, kemudian meninggalkan ruangan kerja milik Marcus. Paman dari Morgan dan ketiga dari saudaranya.

Morgan Benjamin Putra terakhir yang dimiliki Mathilde. Satu-satunya Pemuda yang memiliki kunci kebebasannya sendiri tanpa ikut campur tangan Mathilde, memiliki sisi gelap tersendiri bahkan beberapa orang memperkirakan dirinya lebih kejam dari pada Matthew.

Morgan bersenandung dengan seringai aneh ketika dirinya tiba didepan mobil hitam, memasukinya Kemudian mengemudi dengan kecepatan yang mampu membuat pengendara lain mengumpati Pemuda itu.

_____

New York 17:06.

Tok... Tok...

Aluna menoleh pada pintu mata gadis itu menyipit kemudian perlahan mendekati benda itu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya. Pintu terbuka kebingungan semakin Aluna rasakan saat melihat seorang pemuda yang memiliki tinggi tubuh hampir mencapai Matthew.

Aluna menurunkan pandangan melihat dua penjaga yang sudah tergeletak tak sadarkan diri. Kemudian mengangkat wajah, pemuda di hadapannya ini bukan pemuda biasa, dia bahkan bisa melumpuhkan dua penjaga milik Matthew tanpa mengeluarkan suara.

"Kamu?"

Pemuda itu menyeringai, dia bersenandung melihat leher Aluna yang terekspos memiliki banyak tanda kepemilikan Matthew. "Wah, Kakak Ipar sepertinya malam kalian begitu menyenangkan?"

"Kakak Ipar?" Lirih Aluna.

"Ahh, ya. Aku Morgan maaf tidak bisa hadir dipernikan kalian. Aku akan menebusnya dengan memberikan bunga."

Aluna melirik pada bunga dan kotak coklat yang diberikan oleh Morgan. "Untuk apa kau kemari?" Tanya Aluna.

Morgan menyeringai. "Sepertinya malam kalian penuh dengan semangat? tapi apa Kakak ipar Tahu, bahwa ini bukan pertama kalinya untuk Matthew."

Sudut bibir Aluna berkedut menahan kesal. "Wah, bagus dengan begitu dia memiliki mengalaman untuk melakukannya bersamaku!"

"Apa kau tidak penasaran dengan siapa Matthew melakukan itu untuk pertama kalinya?"

"Tidak, terimakasih untuk bunga dan coklatmu!"

Brak!

Aluna menutup pintu dengan kasar, berjalan cepat menuju tempat tidur dengan suasana hati yang memburuk. Kata-kata Morgan cukup membekas dihati Aluna, Matthew mengatakan bahwa dia tidak pernah jatuh pada wanita manapun sebelum Aluna tapi apa ini?

Dibalik Pintu Morgan menyeringai. "Menarik~"

"Morgan?"

Pemuda itu menoleh, dengan senyum yang begitu ramah, mendekat dan memeluk tubuh tua Mahda. "Mahdaa, aku merindukanmu!"

"Lama tidak bertemu Tuan Muda, Anda melupakan saya?"

"Bagaimana mungkin? Mahda kamu adalah wanita tercantik yang pernah kutemui, kamu tidak bisa kulupakan!" Seru Morgan merangkul Mahda.

"Tuan Muda selalu seperti ini," Balas Mahda melepaskan rangkulan Morgan untuk menuju kamar Aluna.

"Ayolah Mahda, aku mencintaimu!"

Mahda hanya menggeleng pelan dengan tingkah Morgan yang kelewat aktif, belum ada 5 detik Pemuda itu sudah sampai di lantai satu meluncur dengan sisi tangga.

Dengan langkah menyenangkan Morgan menuju pintu utama untuk kembali ke Apartement miliknya. Langkah itu berhenti ketika dia melihat keberadaan sosok Matthew.

Matthew mendekat, menatap penuh selidik pada Morgan. "Apa yang kau lakukan?"

"Ow... Penyambutan yang ramah~" Balas Morgan.

"Pergi."

Morgan tersenyum, dia bisa merasakan aura permusuhan yang diciptakan oleh Matthew padanya bukan tanpa alasan. Morgan dengan sengaja menantang kakaknya itu untuk berpihak pada Marcus hingga rasa ketidaknyamanannya selalu Matthew rasakan ketika bersamanya.

"Aku hanya memberikan sebuah informasi yang sangat 'rahasia' pada Kakak Ipar!" Bisik Morgan kemudian mengundurkan diri dengan senyum ramah.

"Kau tidak bosan membuat masalah untukku? terakhir kali aku masing ingat kau membakar gudang bahan baku pabrik!" Tekan Matthew.

"Oww..." Morgan berjalan mundur kearah pintu. "Maaf, mungkin itu ketiksengajaan? " Ucapnya menyenangkan namun di mata Grenada itu sangat menjengkelkan. Manusia mana yang datang dengan tangan kosong ke kandang induk singa setelah singa itu tahu bahwa manusia tersebut pernah membu*nuh anaknya?

Morgan setelah beberapa minggu dari kejadian pembakaran gudang tempat menyimpan bahan baku pabrik milik Matthew, Pemuda itu dengan santai memasuki kediaman Matthew bahkan sampai ke depan pintu kamar pemilik kediaman.

Morgan terkekeh, melempar kecil kemudian menangkap lagi benda yang beberapa saat lalu dia ambil dari saku celananya. Morgan menggigit bagian depan, setelah kunci terbuka Pria itu melemparkan benda seperti bola tersebut dan...

Bom!

"Kakak! Aku tidak sengaja meledakkan mobilmu!" Teriak Morgan kemudian meninggalkan kediaman Matthew.

Grenada berlari keluar untuk melihat mobil hitam milik Matthew hangus ditelan api, bahkan mobil itu dalam keadaan terbalik ditanah dengan tidak berdaya. "Tuan..." Lirih Grenada menyayangkan mobil mahal itu.

"Kirim tagihan kekediaman Drenaus," Ucap Matthew dengan acuh.

"Tapi..." Rasanya Grenada ingin menangis, Morgan ini keterlaluan.

Matthew hanya acuh dengan langkah yang lebih cepat dia menuju kamar Aluna, jika Morgan datang pasti tak lepas dari kata masalah untuk Matthew selalu ada saja tingkah pemuda itu. Langkah Matthew berhenti melihat dua penjaga tergelak tak berdaya dengan cepat dia membuka pintu.

Brak!

"Aluna?!" Seru Matthew tanpa sadar membuka pintu dengan keras akibat perasaan tak nyamannya.

Semua orang yang berada di dalam ruangan menoleh pada Matthew, beberapa pelayan bangkit dan membungkuk untuk memberikan hormat pada Matthew. Namun berbeda dengan Mahda, ketika Wanita tua itu bangkit Matthew melangkah cepat menghentikan Mahda.

"Tidak perlu," Ucap Matthew kemudian melirik Aluna yang berbaring tengkurap. "Apa yang terjadi?"

"Pinggang Nyonyaku mengalami-"

"Bagaimana bisa?" Tanya Matthew menyela.

"Kepalamu terbentur sesuatu hingga lupa apa yang kau lakukan padaku?!" Amuk Aluna.

"Ahh...maafkan aku," Ucap Matthew tersebut hambar, mendekat dan menjemput Aluna ke dalam gendongan koala.

"Hmph!"

Matthew kembali duduk dengan Aluna dipangkuannya, memegang pinggang wanita itu dan mulai memijitnya. "Maaf."

"Ngh..." Aluna meletakkan kepalanya di pundak Kokoh Matthew, menikmati pijatan suaminya.

Matthew My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang