2. Janji Suci.

24 1 0
                                    

Dengan rahang tegas serta bulu-bulu halus memperindah bentuk wajah seorang Pria yang sudah memiliki umur tidak muda lagi, bahkan beberapa helai rambutnya memiliki warna yang berbeda dari ketika dia masih mudah, putih.

"Dimana bocah itu?"

"Tuan besar, Tuan Muda Matthew menolak untuk perjanjian pernikahan yang Nyonya besar sudah wasiatkan," Ruca, mengangkat kepala setelah dia berucap, menyampaikan pesan yang dia dapatkan dari Matthew, ralat pesan dari Grenada.

Mathilde, Pria tua yang baru beberapa tahun ini melepaskan semua tanggung jawab Benjamin, meletakkan tanggung jawab besar itu dipundak Putra sulungnya. Hanya karena Matthew lah yang memenuhi standar sebagai pewaris, tidak gi*la wanita, tidak gi*la harta.

Mengapa yang menolak malah menjadi sasaran Mathilde? Tentu saja demi terjaganya keluarga Benjamin. Gi*la wanita hanya akan membuat pewaris mereka melakukan hal tidak berguna. Gi*la harta memberikan kesombongan yang tidak memiliki daratan serta obsesi untuk menginjak kepala orang lain.

Cara Benjamin beroperasi tidak menjujung tinggi hal yang mereka capai, namun mencapai setinggi mungkin hingga orang-orang secara naluriah menganggap mereka tinggi.

Mathilde memiliki 4 Putra, Gen keluarga mereka sulit untuk melahirkan seorang Putri. Dari banyaknya Putra hanya Matthewlah yang tidak termakan kemewahan milik Mathilde.

"Katakan padanya jika dia tidak menerima perjodohan ini, bersiaplah kehilangan semuanya!"

Ruca membungkuk sedikit lebih rendah, kemudian meninggalkan Mathilde untuk menyelesaikan apa yang Pria tua itu inginkan, Benjamin tidak beroperasi didunia bawah, namun dunia bawah mana yang tidak tahu mereka?

_____

Di sebuah sofa yang terletak dibalkon kediaman milik Matthew, Pria itu berada di sana menyandarkan punggung kokohnya. Memejamkan mata untuk menikmati angin pagi yang begitu lembut menggoyangkan helaian rambutnya.

"Tuan, Tuan besar meminta Anda..." Ada sedikit keraguan dari cara mulut Grenada menyampaikan suara.

Kelopak mata dengan bulu mata lentik yang memperindah itu perlahan terangkat, menampilkan Netra sehitam obsidian dengan tatapan setenang danau, namun kita tidak ada yang tahu kedalamannya.

"Saya menolak," Ucapnya masih dengan ketenangan yang sama, minimnya emosi sedikit membuat Grenada kesulitan dalam interaksi mereka.

"Tuan akan akan menarik semua yang Anda punya, jika Anda menolak," Lanjut Grenada.

Matthew kembali memejamkan matanya. "Grenada, Saya tidak memiliki apapun semenjak Saya terlahir sebagai Benjamin, saya bahkan tidak bisa menentukan tujuan hidup Saya sendiri."

Grenada terdiam, sadari kecil hingga tumbuh dewasa Matthew dituntut menjadi sosok yang sempurna, pintar dan bisa menyesuaikan diri apapun keadaan yang menimpanya. Melupakan apa yang dia impikan, apa yang ingin dia rasakan dan apa yang ingin dia jalani.

"Tuan..."

"Grenada, bahkan tubuh ini bukan milik Saya, 'dia' membuat rantai tak kasat mata, menjadikan saya boneka..."

Grenada memejamkan mata beberapa saat sebelum kembali terbuka, melihat aliran sungai kecil disamping mata yang selalu menatap tajam. Mengapa Tuannya menangis? setahu Grenada Tuannya adalah sosok tanpa emosi. Ini menyakitkan, Grenada memegang dadanya yang terasa sesak.

"Tuan, tidakkah ada dalam benak Anda meminta kebebasan, bayaran dari pengorbanan untuk menikahi seseorang yang tidak Anda cintai..."

Matthew membuka mata. "Apa bisa Saya mendapatkan hal yang kamu katakan, Grenada... Cinta?"

"Saya tidak menjanjikan, Anda sendirilah yang harus menjemputnya."

Masih dengan tatapan kosong tanpa emosi, Matthew berdiri mengunjungi kamar mandi untuk bersiap menerima apa yang sudah Mathilde tuliskan, hukumkan.

"Saya akan mencoba Grenada..."

_____

"Saya mengambil engkau menjadi istri/suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."

Tidak ada gunanya lagi Aluna menolak, setelah janji suci yang terucap tanpa melibatkan ikhlas itu dilantunkan. Dia sudah menjadi istri orang lain, melenyapkan mimpi yang sempat hadir.

Matthew menangkap binar kehancuran dimata Aluna, Pria itu mengambil tangannya. "Maafkan keadaan yang membuatmu menerima keterpaksaan dari keluarga Saya..." Ucap Matthew pelan.

"Bukan salah Anda, Maafkan sifat Saya yang dengan lancang menimbulkan rasa bersalah pada Anda..."

Pernikahan tanpa perayaan, bahkan tidak melibatkan kebahagiaan dari dua manusia yang mengucapkan janji suci, mereka menjanjikan kebahagiaan suka cita selalu bersama namun tidak melibatkan rasa ikhlas yang nyata. Semuanya palsu.

"Saya terpaksa, bukan berarti segera menggagalkan pernikahan kita, tidakkah Anda mengharapkan cinta dari Saya?" Tanya Matthew setelah mereka berada di dalam mobil yang dikendalikan oleh Grenada.

"Saya tidak berani..." Ungkap Aluna, gadis itu bahkan merasakan getaran ketika bersitatap dengan kegelapan mata Matthew, bagaimana mungkin dia mengutarakan apa yang dia rasakan, ketakutan mendominasi.

"Aluna..."

Degh...










Matthew My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang