9: Pieces

922 100 14
                                    

Desiran ombak terdengar mengisi suara dalam keheningan. Hanya suara itulah yang terdengar di telinga seorang pria berambut pirang itu. Lensa mata cokelatnya memandang jauh hamparan laut yang seakan tak berujung. Semilir angin perlahan meniup setiap helaian rambutnya yang lembut dan pendek. Dari atas sana, balkon villa di sisi pantai, terlihat dengan jelas ombak yang bergulung-gulung selanjutnya berakhir menjadi deras air yang memecah membasahi pasir. Jauh di dalam pikirannya, berkecamuk pertanyaan dan pernyataan yang menghantui dirinya. Menakuti dasar jiwanya yang kalut. Pancaran lensa matanya yang kelam menandakan bahwa gejolak yang terjadi pada dirinya saat ini tidak baik.

Thomas bingung. Entah bagaimana harus memulainya, darimana ia harus memulai pijakkan kakinya yang terasa lesu dan gontai. Ia meninggalkan Grace sesaat setelah pertengkaran memanas di sebuah rumah besar bertingkat dua itu. Thomas mendesah, menyentuh luka di tulang pipinya. Luka itu mirip seperti sayatan, menodai kulit wajahnya yang mulus. Thomas meringis, melihat setitik darah di jari telunjuknya. Luka itu masih terbuka dan basah, membuatnya terasa begitu perih. Jemarinya beralih membuka satu persatu kancing kemejanya dan berjalan masuk ke dalam, menanggalkan kemejanya di atas lantai dan menatap pantulan dirinya di depan cermin yang besar, seukuran tubuhnya.

Memar di bagian bawah dada serta perutnya terlihat jelas. "Argh," ia meringis saat menekan memar-memar itu dengan tangannya. Ia begitu ingat dengan jelas bagaimana Grace berteriak, melempari dirinya dengan botol-botol wiski yang jatuh menjadi pecahan kaca tajam yang melukai dirinya dan memukulnya tanpa ampun. Awalnya Thomas diam, hanya mencoba melindungi diri dari setiap serangan Grace. Namun tiba-tiba gejolak amarah membakar dirinya, ia balik menyerang Grace, menamparnya dengan begitu keras sampai ujung bibir wanita itu berdarah. Grace menangis, mengatai Thomas dengan perkataan yang tidak senonoh, terus mengeluarkan kata-kata kasar hingga Thomas muak. Pria itu berlari keluar rumah, memasuki mobil Ferrari miliknya yang terparkir di halaman depan.

Grace memang wanita gila. Ia mengejar Thomas dan memukuli kaca mobil. Thomas mulai kewalahan dan terus membunyikan klakson hingga akhirnya Grace menyerah, menggeser tubuhnya ke samping sehingga mobil Ferrari itu melesat begitu cepat keluar dari halaman rumahnya yang luas.

Thomas membutuhkan waktu untuk sendiri, merilekskan pikirannya yang selalu penat oleh masalah yang tak ada habisnya. Ia lelah, tak ingin di ganggu siapa pun tak terkecuali Cailin. Ia tak ingin terlihat kacau di depan gadis itu. Ia tak ingin Cailin melihat air wajahnya yang menampakkan raut gelisah dan kalut. Sudah cukup beban kehidupan Cailin yang baru berakhir itu, ia tak ingin kembali menanamkan beban lain dalam dirinya. Thomas selalu tahu ini semua tidak akan beres, ia terlalu memaksakan kehendaknya.

"Kau tak pernah menghargaiku bajingan!" Lensa mata biru safir itu mengkilat tidak suka. Grace menampar pipi Thomas. "Kau menganggapku seakan-akan aku ini wanita kotor! Kau seakan tak sudi menyentuhku!" Thomas menggeram, menahan kedua pergelangan tangan Grace dan menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Tubuhnya gemetar dan Thomas bisa merasakan bagaimana ketakutan yang di rasakan Grace. "Aku mencintaimu! Kau mencintai gadis sialan itu! Sentuh aku, Thomas!" Grace mencengkram tangan Thomas yang memutih pucat, urat kehijauan terlihat menegang pada punggung tangannya. Wanita cantik dengan rambut cokelat itu memaksa Thomas untuk menyentuh tubuhnya namun dengan gerakan yang cepat, pria itu menolak, menjauhkan tubuh Grace darinya. Dan saat itu juga Grace menyerangnya dengan sebuah botol, botol itu di lempar ke arahnya dan dengan cepat Thomas menghindar lantas botol itu pecah mengenai tembok, membuat suara gaduh pecahan kaca yang ngilu. Pecahan-pecahan itu mengenai sebagian wajah Thomas, menyayat kulitnya sampai berdarah-darah saat Thomas bangkit.

"Thomas," Grace berjalan menghampirinya, memukul Thomas yang tergeletak di atas lantai. Dan saat itu juga sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Grace. Wanita itu meringis kesakitan, menjerit dan balas memukul Thomas.

Fading Away (Thomas Sangster Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang