02.

150 39 12
                                    






Marven Panjaitan, cowok dengan jersey bola Real Madrid kebanggaan nya berjalan dengan muka malasnya sambil menggendong seorang anak kecil bertubuh gempal yang tengah menangis menyebut nama Ibu nya terus. Demi apapun deh, ini yang Marven tidak suka ketika sedang ada rewang untuk acara besar nikahan kakaknya nanti. Karna ketika ada kumpul keluarga begini, dia lah yang sering di suruh untuk menjaga anak kecil.

Seperti sekarang ini, lepas pulang sekolah, Marven sudah harus menjaga anak-anak kecil. Karna tadi Marven asik bermain ponsel, dia jadi gak sadar kalo ada anak bertubuh gempal bernama Rayo jatuh di dalam kamarnya, alhasil anak gendut itu menangis dan membuat Marven harus repot-repot turun tangga menuju kakak sepupunya itu.

"Nih bocah gendut lu nangis!" Oceh Marven menyerahkan Rayo ke pada Ibu nya. Baru aja keluar dari dapur yang isi nya penuh dengan ibu-ibu, Marven di kejutkan dengan kedatangan seseorang yang tengah berdiri di pintu bersama dengan Mama Kiwi.

"Cantik kali anak mu ini, terakhir kali ku lihat itu pas dia masih mini, sekarang udah ada aja itu buah melon nya." Kata Mama Kiwi bikin seorang wanita seumurannya alias temannya itu tertawa ngakak, sedangkan anak dari wanita itu malu-malu.

"Kar——MARVEN! SINI KAU! CEPAT!" Teriak Mama Kiwi ketika bola matanya tidak sengaja melihat anak bungsunya itu ingin menaiki anak tangga pertama.

Marven diam-diam di sana mendengus kasar, malas sekali dia. Ingin kabur pun Marven tau sekali tabiat Mama nya itu seperti apa, jadi lebih baik sekarang Marven menurut dengan berjalan ke arah Mama nya dengan mulut komat-kamit.

"Nah ini Marven. Jeyana...ingat tidak dengan Kak Marven?" Tanya Mama Kiwi yang tanpa sadar membuat kedua mata tajam milik Marven bertubrukan dengan kedua mata cantik milik Jeyana.

Ibu Kartika melirik ke samping, tepat putrinya berdiri. "Itu di tanya sama Tante Kiwi, ingat Kak Marven gak?" Tegur Ibu Kartika seraya menyenggol Jeyana ketika di dapati anaknya ini diam.

"Ingat." Hanya itu yang keluar dari mulutnya Jeyana, tapi membuat Marven mengerutkan keningnya bingung. Siapa gadis di hadapannya ini? Kenapa dia kenal dengan Marven, sedangkan diri nya sendiri tidak kenal. Yang Marven tau, gadis ini adalah adik kelasnya yang kepalanya tidak sengaja kena tendangan bola dari nya.

"Ingat kalo kakak ini yang nendang bola ke muka aku minggu lalu, udah gitu langsung kabur tanpa minta maaf lagi." Tidak espek sekali kalo Jeyana tenyata melanjutkan kata-katanya kembali, membuat Ibu Kartika dan Mama Kiwi kaget, beda lagi dengan Marven yang melotot.

"Marven..." Panggil Mama Kiwi menatap Marven dengan horor.

"Demi Allah, Ma..itu Marven gak sengaja, lagian juga salahnya dia kenapa coba berdiri dekat gawang? ya kena bola lah!" Balas Marven mencoba membela dirinya.

Jenaya membulatkan kedua matanya, persis sekali dengan kucing ketika melotot. "Apa kamu bilang? Jelas-jelas posisi aku jauh banget dari gawang, kok situ bilang dekat sih? Mata nya katarak yaa?"

Marven tambah melolot lah, seorang dia di katain katarak? Wah...sakit nih cewek.

"Lo kali yang katarak! Bisa-bisanya gue seganteng ini di bilang katarak aelah! Mah, ni sakit ni cewek nih katain aku katarak!" Kesal Marven menatap Jeyana dengan sengit.

Mama Kiwi mendengus malas, rupanya kedua insan di hadapannya ini tidak menyadari saja masa kecil mereka seperti apa, jauh sekali dengan yang sekarang.

"Mana ada aku sakit! Jelas-jelas aku sehat, tuh kamu kali yang katarak, orang sehat gini di katain sakit! Bu, Jeya gak suka sama cowok kaya gini, asal bilang orang sakit padahal lagi sehat gini." Adu Jeyana kepada Ibu Kartika seraya menunjuk Marven.

MARVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang