04.

186 40 19
                                    






"Duh sakit, Bu! Kasih tau Mama ku nih Ibu jambak anaknya sembarangan! Awh...bu!" Ringisan ini muncul dari sosok pemuda laki-laki yang rambutnya tengah di tarik oleh gurunya. Siapa lagi kalo bukan Marven Panjaitan, si Batak satu ini saat asik-asiknya bolos pelajaran Bahasa Inggris dengan pergi tidur di mushola, tiba-tiba saja di datangi oleh Bu Monda; guru muda yang mengajar Bahasa Inggris tapi terkenal galak.

"Siapa suruh kamu bolos pelajaran Ibu, hah?! Kamu ini sudah gak ikut pelajaran Ibu empat kali, mau kamu nilainya Ibu kosongkan?!" Ancam Bu Monda menatap anak muda di hadapannya dengan garang.

Marven mendengus malas, baru juga empat kali udah begini, apa kabar Bu Hago yang ngajar matematika? Soalnya Marven udah gak pernah masuk sejak semester dua di mulai, toh Bu Hago gak tantrum kaya si Monda ini.

"Saya pusing, Bu——"

"Pusing itu ke UKS, bukan ke mushola!" Potong Bu Monda masih dengan tatapan sinisnya. Kini guru muda dan anak murid nakalnya ini sudah sampai di ruangan guru, Bu Monda berniat ingin memberikan hukuman kepada anak nakal ini.

"Yaa saya pusing ngadu nya ke Allah, makannya pergi ke mushola, kalo ke UKS tambah pusing kepala saya, Bu!" Balas Marven tidak mau kalah. Suara Marven yang besar ini berhasil membuat beberapa guru yang berada di ruangan guru menatapnya.

"Kamu itu masih bisa nyaut yaa!" Omel Bu Monda yang kini duduk di atas kursi kerja miliknya, sedangkan Marven masih berdiri tepat di depan meja nya.

Marven mendengus malas untuk yang kedua kalinya, di lihat ke sekeliling ruangan guru, betapa kagetnya ketika kedua bola matanya menangkap sesosok gadis tengah berdiri di depan meja guru membelakanginya.

"Tuh bersihkan kamar mandi guru, yang perempuan dan laki-lakinya! Cepat! Nanti Ibu periksa, kalo udah bersih baru boleh keluar. Sana cepat!" Titah Bu Monda yang ingin rasanya Marven banting guru berbadan pendek ini. Sudah nyuruh, nyolot sekali lagi nada nya.

Marven dengan gerakan malas pun berjalan menuju kamar mandi yang ada di ujung, terlihat cukup bersih..jadi ketika Marven masih ke dalam, dia hanya siram-siram tidak jelas lalu menuangkan pengharum juga sembarangan yang penting harum.

"Jeyana tidak keberatan kan, nak? Nanti kalo sudah selesai, buku tugasnya di taro di meja Ibu aja, habis itu terserah kalian mau ngapain yang penting jangan ribut dan keluar kelas." Ucap Bu Jamia, salah satu guru matematika yang mengajar di kelas 10.

"Baik, Bu." Balas Jeyana seraya mengangguk membuat Bu Jamia tersenyum senang, bersyukur sekali dia punya murid penurut seperti Jeyana ini.

Setelah mengambil kertas berisi soal dari Bu Jamia, Jeyana pun berbalik badannya, bukannya melangkahkan kakinya dan keluar dari ruangan guru, Jeyana malah melihat laki-laki yang tidak asing tengah menyikat lantai kamar mandi di ujung sana.

Tidak mau berlama-lama, Jeyana segera berjalan menuju pintu untuk lekas keluar, baru saja ingin memegang gagangnya, pintu tersebut sudah lebih dahulu di buka dari luar.

"Eh Jeyana, duh kebetulan sekali kamu di sini, Bapak boleh minta tolong tidak? Kasih buku absen ini ke kelas 11 IPS 4 yaa? Tadi habis olahraga bapak lupa kembalikan, minta tolong yaa? Bapak kebelat ini.." Pinta Pak Ajub, dia adalah guru olahraga yang mengajar kelas 10 dan 11. Pria tersebut tanpa aba-aba langsung memberikan buku absen kepada Jeyana lalu berlari menuju kamar mandi.

Jeyana menelan savila nya sendiri, perasaan takut mulai muncul, dalam otaknya sudah bekerja memikirkan betapa seram nya area kelas 11 IPS itu. Biar nolep, Jeyana ini pernah mendengar rumor kalo wilayah kelas 11 IPS itu sangat menyeramkan, biar pelajaran sedang berlangsung, tapi kakak kelasnya yang laki-laki suka berkumpul rame-rame dekat tangga dan mengganggu.

"Sini buku absennya, biar gue yang antarin." Suara berat yang muncul secara tiba-tiba ini berhasil membuat Jeyana terpejat kaget.

"Ehh..? Gak papa, biar Jeyana aja. Kan tadi Pak Ajub suruhnya ke Jeyana, bukan ke Kak Marven." Balas Jeyana seraya memundurkan badannya sedikit menjauh dari Marven. Sedikit menyeramkan memang, bayangkan saja badan Jeyana sekecil ini harus bersanding dengan gapura kabupaten itu.

Marven mendengus, memang hobi anak ini selain tidur di mushola, yaa mendengus. "Emang berani?" Tanya Marven membuat Jeyana diam.

"Yaa udah, gue temenin aja. Ayo!" Ajak Marven berjalan di luan. Hukumannya? Biar kan saja, lagian siapa suruh Pak Ajub menyuruhnya keluar, dan Bu Monda juga tidak tau kemana, jadi Marven kabur saja.

Jeyana berlari mengikut Marven, dan kini gadis cantik ini sudah berada di samping si gapura kabupaten alias kakak kelas gantengnya. Jeyana sih sibuk perhatikan jalan di depannya, sedangkan Marven dikit-dikit noleh ke samping, memang pesona adik kelasnya ini tid——

KEDEBUGH!!

"ANJING!!! SIAPA YANG PASANG TEMBOK INI DI SINI BANGSAT!!" Teriak Marven ketika kepalanya menghantam tembok dengan cantik. Yaa siapa suruh, jalan kok matanya ke samping terus, jadi dapat hadiah nabrak tembok kan!

Jeyana langsung panik, bunyi kepentok nya tadi sangat renyah gurih gimana gitu, pasti rasanya sakit sekali everybody!

"Jangan mendekat!" Jeyana mengerutkan keningnya bingung, dia memang tadi berniat maju untuk melihat kepala kakak kelasnya itu, apakah ada luka atau apa gitu, tapi malah di suruh berhenti.

"Kenapa, kak? Kakak geger otak kah? Atau?" Tanya Jeyana yang tambah panik sambil melihat Marven masih memegang kepalanya.

"Lo...dongo banget anjing! Argh...lo itu emang berbahaya! Jaga jarak 20 meter!" Titah Marven tambah bikin Jeyana panik, ini kakak kelasnya kenapa woy?!

"Maksudnya gimana kak? Duh keknya kakak benaran geger otak deh, Jeyana harus apa ini? Telfon Tante Kiwi? Iya benar telfon Tante Kiwi!" Heboh juga ku rasa Jeyana ini, lihat aja si pendek itu naik ke tangga menuju kelasnya untuk mengambil hp, sedangkan Marven duduk menyandar di tembok.

"Bangsat, gue gak tau kalo suka sama cewek bisa setolol ini! Taik..mana sakit banget lagi, anjing memang yang bangun tembok di sini!" Gumam Marven dengan kesal sambil mengelus-elus sendiri kepalanya.

Tiba-tiba saja Marven melamun, pemuda ini berpikir jika...apakah Ia telah berhasil melupakan sosok perempuan yang menjadi alasan mengapa Marven hingga kini tidak berpacaran?

Jeyana itu...punya beberapa kemiripan dengan sosok perempuan di masa lalunya, dan itu membuat Marven tidak bisa mengalihkan sedikitpun perhatiannya dari Jeyana sejak pertama kali mereka bertemu.

Memikirkan itu semua, tambah membuat kepala Marven sakit, entahlah Marven ini kalo sudah mengingat-ingat sesuatu pasti ujung-ujungnya sakit kepala, mana sakitnya tuh sakit beut cok!

"Tuh kak! Tolongin itu kak Marven! Ini Jeyana telfon dulu Tante Kiwi!" Muncul suara dari atas tangga yang mana Jeyana datang dengan gerombolan anak laki-laki kelas 11, entah kemana ketakutan Jeyana yang jelas gadis ini berhasil mengumpul pasukan itu.

"WOI BATAK, KENAPA LO HAH?!"

Tambah sakit kepala pula Marven lihat gerombolan teman-temannya datang menghampirinya, apalagi sosok pendek yang heboh dengan ponselnya itu, rasanya ingin Marven banting diri juga sangking tololnya keadaan sekarang tuh.






































TBC.

maap telat yorobun😞😞

next chp 40 vote and 15 komen!!

sampai bertemu di chp selanjutnya kawan-kawan!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MARVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang