Dengan balutan gaun berwarna merah, Jeyana malam ini terlihat begitu sangat cantik sekali. Ia bersama dengan kedua orangtuanya pun sampai di gedung tempat acara nikahan anak pertama Mama Kiwi dan Papa Gempa; Hargen.
Gedung yang di sewa ini terlihat begitu ramai oleh tamu undangan, tidak heran mengapa rame, namanya juga orang Batak, kenalan ada di mana-mana. Apalagi Papa Gempa itu boss besar tambang, dan Mama Kiwi itu ibu-ibu sosialita yang banyak sekali teman-temannya. Di tambah anak mereka juga bukan hanya satu saja, tapi lima.
Dan kelima anaknya juga sangat aktif, seperti Hargen si pengantin baru itu adalah seorang anggota Brimob, tidak heran juga mengapa ada anggota-anggota Brimob yang hadir. Anak kedua ada si Garvo, anak laki-laki yang sekarang menempuh dunia kemiliteran juga. Lalu ketiga dan ke'empat adalah kembar perempuan, Marvila dan Marvela. Si kembar itu masih menempuh pendidikan di dunia perkuliahan.
Yang terakhir masih ingin di ceritakan? Cukup, nanti anaknya narsis lagi seperti sekarang, pemuda laki-laki bernama Marven Panjaitan itu tengah tertawa bersama dengan kawan-kawannya karna Marven berhasil menggoda seorang gadis muda dan gadis itu salting berat.
"Mantap, Cok! Hahaha, mukanya sampe merah!" Yang tertawa ngakak sambil bicara ini adalah Badrul, kawan Marven sejak SD.
"Pesona Marven gitu loh, mana paten! Bibit Kiwi sama Gempa anti gagal, nih buktinya.." Marven dengan bangga dan sombongnya menepuk dada kanannya, membuat kawan-kawannya bertepuk tangan dengan heboh sampai membuat tamu-tamu lain melihat ke arah mereka.
Memang dari tadi Marven dan kawan-kawannya itu yang ribut, sampai-sampai musik Batak yang terputar di salon besar saja kalah sama suara mereka.
"Ehh, bentar yaa di panggil sama Mama bahenol tuh. Ambil aja semua makanannya, makan sampe tepar!" Ucap Marven lalu pergi ke ujung ketika Mama Kiwi dari sana memanggilnya dengan gerakan tangan.
Marven sendiri sudah berganti pakaian, dari pagi hingga sore tadi dia pakek jas dan selendang Batak, dan malam ini dia ganti jadi kemeja putih dan celana jeans doang, tapi itu bikin kadar ketampanan seorang Marven semakin menjadi-jadi, lihat saja anak-anak gadis bahkan Ibu-ibu pun dari tadi curi-curi pandang ke anak bungsunya Mama Kiwi.
"Iya Ma——Wow!" Kaget alias terpesona lah Marven ketika sosok perempuan yang tadinya memunggungi nya berbalik badan ke arahnya. Itu adalah Jeyana dengan gaun merah cantiknya, astaga...kalo bisa pingsan sekarang, Marven mau kok.
Mama Kiwi berdecak kesal ketika melihat anaknya ini malah melongo tidak jelas di depan Jeyana, bikin malu aja! Dengan kesal, wanita cantik ini memukul kepala Marven sampai anak itu meringis sakit.
"Apasih, Ma?!" Kesal Marven sambil memegang kepalanya, lalu setelah itu kembali menatap Jeyana yang masih diam di depannya.
Ini beneran bidadari turun dari atap gedung? Demi apapun, cantik sekali adek...bisakah saja naik ke atas panggung sana dan bergantian dengan Hargen dan istrinya? Astaga, pikiran tak masuk akal itu membuat Marven kembali melamun dan itu membuat Mama Kiwi kesal setengah mati setelah Ia ngomong panjang lebar dan itu tidak di dengar sama sekali dengan bocah kematian ini.
"Marven Panjaitan!" Setengah berteriak, Mama Kiwi mencubit telinga anak bungsunya lagi dan itu berhasil membuat Marven tersadar dan langsung meminta tolong untuk di lepaskan.
"Ishh! Ngapa sih, Ma? Kenapa?" Ketus Marven menatap kesal ke arah Mama nya ini. Tidak bisa kah Ia berdiri dengan damai menatap bidadari di hadapannya ini, mempunyai Mama galak itu tidak cukup menyenangkan karna sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit cubit, sedikit-sedikit begitu-begini.
"Mama ngomong dari tadi itu kamu dengar gak sih? Mama suruh kamu ambilin gendongannya Rayo di belakang, tuh dia udah tidur, Mama nya susah gendong kaya gitu jadi pakek gendongan aja." Kata Mama Kiwi menunjuk ke arah Rayo yang tengah tertidur dalam gendongan kakak sepupunya, dan Marven dapat melihat jika kakak sepupunya itu kesulitan.
Yaa bagaimana tidak kesulitan, punya anak badannya gempal sekali! Dengan malas, Marven pun menurut dari pada di cubit lagi, tapi baru saja ingin melangkah, Mama Kiwi pun memanggil lagi. Tanpa mengeluarkan suara, Marven menaikkan alis nya saja.
"Bawa Jeyana sekalian, dia mau ke kamar mandi." Ujar Mama Kiwi membuat Marven menatap Jeyana yang sejak tadi diam.
"Ayo." Ajak Marven lalu berjalan di luan di ikuti oleh Jeyana dari belakang. Menuju ke area belakang itu harus melewati meja tempat kawan-kawannya berkumpul itu, dan ketika Marven lewat semua kawan-kawannya itu ribut menyoraki dia karna tengah bersama seorang gadis.
"PATEN KALI MARVEN!!!"
"MAINNYA DI KAMAR MANDI COK!'
"NGERI ASELOLE!"
Marven hanya mendengus malas, dasar teman goblok. Akhirnya Ia dan Jeyana pun sampai di area belakang, ada beberapa keluarganya di sana yang tengah duduk sambil bergosip. Ketika di lihatnya gendongan Rayo, Marven segera mengambilnya.
"Itu kamar mandinya, gue tungguin di sini." Ucap Marven seraya menunjuk ke arah kamar mandi di depannya.
Jeyana pun mengangguk, ingin masuk tapi Ia sedikit ragu karna Ia memakai tas kecil, Ia bingung ingin di titipkan atau...
"Sini tas nya," Pinta Marven lalu Jeyana pun segera memberikan tas berwarna biru mudanya, setelah itu gadis cantik ini pun masuk ke dalam kamar mandi.
"Ngeri memang, pacar mu, Ven?" Tanya Tante nya Marven dengan nada menggoda nya.
Marven menggeleng. "Bukan, anaknya teman Mama." Jawab anak ini membuat Tante nya mendengus.
"Aih? Betulan tak kenal kau? Macam mana pula, itu tuh——"
"Ermi."
Marven mengerutkan keningnya ketika ucapan Tante Ermi nya terpotong karna tiba-tiba Tante nya yang satu terlihat seperti menegur.
"Gak ingat apa, Tan?" Tanya Marven.
"Tante mu ini kalo sudah malam suka ngarut, udah jangan di hiraukan!" Bukan Ermi yang menjawab, melainkan Tante nya yang satu lagi yang tadi memotong ucapan Ermi.
Marven menatap kedua Tante nya ini dengan lamat, sampai akhirnya terdengar suara pintu terbuka membuat Marven menoleh ke belakang. Jeyana sudah selesai, tanpa lama-lama lagi Marven menghampiri gadis itu dan pergi.
"Kau ini jangan asal ngomong kenapa sih!"
Ermi menundukkan kepalanya tidak enak, hampir saja dia keceplosan. "Yaa maaf, tak tau juga aku kalo mulutku begini." Kata Tante Erni.
Setelah mengantar Jeyana pada kedua orang tuanya, kini Marven kembali lagi ke kawan-kawannya di sana. Tamu undangan semakin banyak yang berdatangan, mau tidak mau Marven membawa teman-temannya ke area belakang ketika temannya yang bernama Iman mengkode membawa sesuatu di balik tas hitam kecilnya.
Ketika sudah sampai di area belakang, cowok dengan rambut brokoli bernama Iman itu langsung membuka tas hitam nya dan mengeluarkan dua botol berwarna hijau.
"Ven, gue baru tau kalo lo lagi minat makek tas cewek kaya gitu." Ujar Badrul membuat kawan-kawannya yang lain termaksud Marven melirik ke arah yang di tunjuk Badrul.
Astaga!!! Jadi dari tadi Marven mondar-mandir tuh masih makek tas Jeyana?!!! Bayangin sudah secool apa Marven jalan mondar-mandir tapi di pundaknya ada tas warna biru muda, mana cewek banget lagi itu cok!
"Tas siapa itu?" Tanya Mego, cowok yang hobi nya ngumpulin bekas bungkus rokok habis tuh di tempelin di tembok kamarnya yang sekarang Alhamdulillah prosesnya berjalan 80%, karna Mego udah lakuin itu sejak dia kelas 8 SMP.
"Tas cewek gue." Jawab Marven tanpa menoleh karna sibuk membantu Iman membuka tutup botol minuman yang akan mereka minum sekarang.
TBC.
Anjayyy Lily bisa up lumayan cepat nich😋😋 akan up cepat jika vote mencapai 30 dan komen 10...lets go!!
KAMU SEDANG MEMBACA
MARVEN
Teen Fictionselain kecanduan dengan dunia bola, sosok anak muda kelahiran Batak bernama Bamayor Marven Panjaitan ini juga kecanduan dengan sosok gadis cantik bernama Kartika Jeyana Putri Bandaharu.