PROLOG

63 41 12
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Ernayunita Sandra Dewi binti Yuliono dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!!" pengucapan janji suci didepan penghulu di bacakan dengan lancar tanpa adanya hambatan.

"Bagaimana para saksi? sah?" Bapak penghulu bertanya kepada para saksi yang duduk didekatnya.

"Sah!"

Semuanya langsung berhamdallah karena proses ijab qobul berjalan dengan lancar. Para hadirin turut bahagia atas pernikahan dua mempelai yang memiliki status suami istri hari ini. Tapi, salah satu hadirin tidak menunjukkan ekspresi kebahagiaan sama sekali, wajahnya murung dengan kedua matanya yang berkaca-kaca.

Perempuan itu menangis, melihat mempelai wanita yang merupakan sang Bunda sudah menikah dengan pria lain, dan pria itu sekarang menjadi Ayah tirinya. Nafasnya berhembus berat. Kepalanya ia turunkan, menatap kedua telapak tangannya yang gemetaran.

Perempuan itu bernama Raisah Enjelia Ansara. Wajahnya sedikit lebih bulat. Rambutnya yang berwarna hitam lurus dan panjang. Kedua bola mata yang sudah dibasahi oleh air mata. Matanya yang berwarna kecoklatan dan memiliki bulu mata yang tebal dan lentik, dan ia memiliki sebuah tanda dibagian bawah sudut mata bagian kirinya.

"Raisah"

Suara asing memanggil namanya, dan itu tepat berada disampingnya. Raisah menolehkan kepalanya dan melihat keberadaan perempuan yang seusianya sedang duduk disana dengan berpakaian kebaya, matanya yang teduh kian menatapnya serta senyuman lembut itu ditunjukkan untuknya.

"Kita sekarang saudaraan, kan" ucapnya.

Raisah diam sejenak, sebelum akhirnya ia mulai menarik kedua sudut bibirnya dengan susah payah. "Iya"

Hari ini, tanggal 21 Januari 2022 Bundanya menikah kembali bersama pria yang lebih tua tiga tahun dari usianya. Mereka bertemu secara tidak sengaja di sebuah cafe dan suaminya sekarang; Herman, itu lah namanya. Ia memiliki perasaan tertarik kepada Yunita.

Suasana pernikahan berjalan dengan gembira, tetapi dua perempuan yang dari tadi duduk ditempat mereka nampak tidak menikmati pesta tersebut seperti yang lainnya.

Para tamu bahkan ada yang menari bersama para penyanyi. Lagu di putar sekuat mungkin. Pengantin baru hanya duduk sambil tertawa bersama di tempat duduk mereka.

"Mereka menikmatinya" gumam Raisah sambil menghela nafas.

Tangannya memegang hp dari tadi, mengabaikan nada dering yang dari tadi terus mengeluarkan suara. Ia lagi tidak ada semangat untuk memainkan hp untuk sekarang.

"Padahal baru beberapa bulan Bunda bilang ga mau menikah gara-gara Ayah dulu" Raisah kembali bergumam.

Kilasan ingatan muncul dikepalanya. Ingatan buruk yang tidak seharusnya ia ingat. Sosok yang dikenal Ayah terlihat bagaikan iblis dimatanya. Dimana pria itu terus memukul Bundanya dalam keadaan mabuk.

"Bunda mu hebat juga ya" Perempuan disebelah Raisah berbicara. Perempuan itu adalah putri kandung dari bapak Herman, yang merupakan saudara tirinya sekarang.

"Hebat, bisa menggoda Papa aku" Perempuan itu lanjut berkata sambil tersenyum.

Raisah menajamkan tatapannya ketika perkataan hinaan tentang Bundanya diberikan kepadanya. Saudara tirinya bernama Navisya Umaira Ningsih.

Perempuan cantik yang memiliki wajah yang diidam-idamkan kaum hawa. Rambutnya yang berwarna langit malam dan sedikit ikal dengan panjang hanya menyentuh punggung. Bola mata berwarna hitam. Hidungnya yang mancung serta kedua alisnya yang tebal. Definisi sempurna sesungguhnya.

"Ayahmu yang hebat. Berucap janji manis kepada Bunda" Raisah membalas kata-kata Navisya.

Keduanya terlihat bermusuhan. Tatapan dingin terus mereka berikan dalam waktu yang cukup lama, sehingga kedua orang tua mereka yang sedang menikmati acara mereka harus berfokus kearah sana.

Thank You For EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang