Ruang tamu dirumah keluarga Pak Herman sedang diisi oleh keberadaan Herman dan Ernayunita. Mereka berdua sedang menikmati waktu mereka berdua, dengan menonton film. Kepala Ernayunita sedang bersenderan dengan nyaman diatas pundak Herman, saling berpelukan manja.
"Mereka kok lama banget ya pulangnya," Ernayunita mengangkat kepalanya dari senderan bahu Herman, matanya menuju kearah pintu luar.
"Palingan Raisah dijadikan tumbal buat nemanin Asya pacaran sama anaknya Sanjaya" jawab Herman, jarinya menekan tombol remot untuk mengganti film yang lain.
"Loh? Mas tau ya?" Erna bertanya sambil menatap suaminya.
"Tau kok. Asya mudah banget ditebak. Apalagi melihat mereka tadi pagi yang tiba-tiba akrab, kan" Herman mengatakannya sambil tertawa kecil, kepalanya menggeleng dengan usaha tipu muslihat Nafisya.
"Bukanya kemarin Mas ngelarang Asya buat pacaran?" Ernayunita kembali bertanya.
"Memang sik, cuman biarin aja lah. Mana tau sekarang dengan begini mereka berdua mulai akrab beneran kan?" Herman menatap wanita disampingnya dengan tatapan lembut dan senyumannya yang begitu memukau.
"Semoga aja ya, Mas. Senang rasanya kalau nengok mereka berdua akur... tidak, lihat mereka kelai perkara kecil itu jauh lebih seru"
Herman tertawa dengan perkataan wanita itu, kedua tangannya mulai memeluk tubuh istrinya dengan lembut. "Mereka jauh lebih manis kalau bersifat kekanakan" tangannya mengusap lembut bahu istrinya, memberikan kecupan dipucak kepala wanita tersebut.
***
Raisah dan Nafisya memasang ekspresi murung, mulut yang mengunyah jajanan. Tidak terlalu mempedulikan tatapan tajam dari dua orang laki-laki yang berdiri didepan mereka.
"Asya! Kan gue dah bilang jangan seenak jidat pergi sendirian" Arshaka mengomeli pacarnya, Nafisya masih mempertahankan ekspresi murungnya dengan bibir yang dimanyunkan.
"Jajan doang kok"
"Tetap aja ga boleh sendirian, nanti ilang gimana?" nada bicara Arshaka secara perlahan mulai melembut, kedua tangannya mulai menangkup kedua pipi perempuan tersebut dan mengelusnya.
"Dengar sayang?"
Suaranya yang lembut bagaikan sebuah sihir untuk Nafisya, matanya begitu terpaku dengan mata milik Arshaka yang menatapnya dengan lembut. Udah sekian kalinya ia terhipnotis dengan tatapan tersebut, itu selalu membuat jantungnya berdetak lebih cepat, wajahnya sedikit memanas. Lagi dan lagi Nafisya salah tingkah karena Arshaka.
Sedangkan Arshaka selalu tau bagaimana caranya menasihati pacarnya yang cenderung keras kepala dan mudah emosi. Terkadang ia memang tidak sengaja meninggikan intonasi suaranya, tapi tidak lama ia kembali melembutkan suaranya sehingga perempuan itu lebih mudah menurut.
"Iyaa... maaf" Nafisya menggenggam jari kelingking laki-laki itu dengan perlahan, kepalannya mulai turun.
Arshaka tersenyum lembut, satu tangannya mengelus kepala pacarnya dengan lembut dan menciumnya.
Sungguh romantis sekali, tapi ironis bagi dua sejoli yang hanya memandang mereka berdua dengan ekspresi jijik. Mereka berdua bagaikan dilempar ribuan panah cinta.
"Jijik bang*t" ucap Asrahan sambil meludah kesamping.
"Gue cepu ke Ayah seru nih" ucap Raisah yang sudah mengeluarkan handphonenya.
Mereka tetap tidak dipedulikan.
Muak dengan pemandangan yang bisa bikin sakit mata akhirnya mereka berdua memilih untuk berpisah, tidak mau melihat sesuatu bisa mengotori mata suci mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You For Everything
Roman pour AdolescentsHidup bersama Ayah baru terdengar sangat asing bagi seorang Raisah Enjelia Ansara yang tidak tau apa namanya kasih sayang dari sang Ayah. Selama ini ia hanya mempunyai sang Bunda yang selalu setia disisinya, namun sekarang ia mempunyai keluarga baru...