Setelah syuting dengan perasaan yang terasa menyiksa, Renjun memutuskan untuk menghabiskan hari libur dengan salah satu sahabatnya, Jaemin. Dia berharap bisa mendapatkan sedikit ketenangan dan mungkin mendapat jawaban atas sikap Haechan yang semakin dingin.
Renjun mengambil ponselnya dan menekan nomor Jaemin. Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum akhirnya Jaemin menjawab dengan suara ceria.
"Halo, Renjun! Ada apa?" tanya Jaemin.
"Hai, Jaemin. Kau sibuk hari ini? Aku butuh teman jalan-jalan, stres banget," jawab Renjun dengan nada berharap.
"Tidak kok, aku bebas. Mau ketemu di mana?" balas Jaemin dengan antusias.
"Bagaimana kalau kita ketemu di taman dekat apartemenmu? Aku pengen jalan-jalan menikmati angin aja," usul Renjun.
"Sounds good! Aku akan siap-siap sekarang. Sampai ketemu nanti," ujar Jaemin sebelum menutup telepon.
Renjun segera bersiap dengan mengenakan sweater oversize lalu menuju ke taman yang telah mereka sepakati. Setibanya di sana, dia melihat Jaemin sudah menunggunya sambil menikmati es krim.
"Renjun! Di sini!" panggil Jaemin sambil melambaikan tangan.
Renjun tersenyum dan menghampiri Jaemin. "Hai, Jaemin! Terima kasih sudah mau menemaniku," katanya sambil mengambil es krim yang dibelikan Jaemin.
"Sama-sama. Kau kelihatannya butuh healing yaa," jawab Jaemin sambil tertawa kecil.
Mereka mulai berjalan beriringan di sepanjang jalan setapak taman, menikmati angin sepoi-sepoi dan suasana yang tenang. Sesekali, Jaemin diam-diam memotret Renjun dengan kameranya, menangkap momen-momen candid yang natural.
"Jaemin, kau masih sering fotoin aku diam-diam ya?" tanya Renjun sambil tersenyum, menyadari kebiasaan sahabatnya itu.
Jaemin tertawa kecil. "Iya, aku tidak bisa berhenti. Kau punya aura yang bagus untuk fotoku. Mungkin nanti akanku masukkan ke foto exhibitionku," jawabnya.
Renjun tertawa. "Ya ampun, Jaemin. Kau selalu punya alasan untuk motret aku," balasnya dengan nada bercanda.
Setelah beberapa saat menikmati es krim dan tertawa bersama, Renjun merasa saatnya untuk mengungkapkan kekhawatirannya. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara.
"Jaemin, aku ingin tanya sesuatu. Kau sadar tidak, akhir-akhir ini Haechan berubah?" tanya Renjun dengan nada hati-hati.
Jaemin menatap Renjun dengan serius. "Aku juga merasakannya. Apa yang kau pikirkan?"
Renjun menghela napas. "Dia jadi dingin padaku. Aku tidak tahu apa aku melakukan sesuatu yang salah atau ada hal lain. Aku hanya merasa ada yang hilang dari persahabatanku sama dia."
Jaemin mengangguk pelan. Dia juga sadar dengan perubahan sikap Haechan ke Renjun. Siapa yang tidak kenal tentang hubungan mereka yang dikira sebagai pasangan suami istri.
"Mungkin Haechan lagi banyak tekanan. Dia harus menangani dua unit sekaligus, dan itu pasti melelahkan. Dan mungkin dia sedang berada di fase dewasa, mencoba menemukan dirinya sendiri," jelas Jaemin dengan nada bijak.
Renjun terdiam, merenungkan kata-kata Jaemin. "Kau benar. Aku mungkin terlalu fokus pada perasaanku sendiri dan lupa bahwa dia juga punya beban yang harus dihadapi," kata Renjun dengan nada sedih.
Jaemin merangkul bahu Renjun. "Yang terbaik yang bisa kau lakukan adalah memberinya ruang dan waktu. Jika dia siap, dia pasti akan kembali seperti dulu," ujar Jaemin menenangkan.
Renjun mengangguk pelan. "Terima kasih, Jaemin. Kau selalu tahu apa yang harus dikatakan."Jaemin tersenyum.
"Yah, itu tugas sahabat, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SIMFONI | hyuckren
FanficHaechan mulai bersikap aneh terhadap Renjun, membuat hubungan mereka renggang. Merasa ada yang tidak beres, Renjun berusaha mencari tahu penyebabnya dan mencari solusi agar mereka bisa kembali akrab seperti dulu. Renjun terus berupaya memahami dan m...