Tipe (Itoshi Sae)

344 53 7
                                    

Pairing : Sae and Reader

Rate : -

Genre : romance, indonesian au

"Kak, kalau gitu saya izin pulang, ya. Pekerjaan saya sudah selesai,"

(Name) mengangkat kepalanya dari laptop, melempar tatapan iri kepada adik kelasnya yang baru saja pamit itu. Sae, sang ketua OSIS mengangguk. Yukimiya, adik kelas (Name) yang menjabat sebagai bendahara OSIS itu menunduk hormat kepada (Name).

"Kak (Name), saya duluan ya, semangat revisiannya," ujarnya.

"Iya Yuki, hati-hati ya pulangnya," sahut (Name).

"Iya, kak, terima kasih, permisi kalau begitu,"

Begitu Yukimiya keluar dari ruangan OSIS, (Name) meregangkan kedua tangannya ke atas. Ia menatap Sae yang sibuk memainkan laptopnya, entah untuk apa.

"Sa, lo ngerasa ga sih kalau adek kelas pada segan banget bawaannya sama kita?" tanya (Name).

"Ngga tuh, biasa aja,"

"Biasa aja apanya? Tadi aja si Yuki formal banget ngomongnya sama kita. Jangan galak-galak dong sama adkel,"

"Gue ga galak, mereka aja yang pada takut,"

(Name) memutar bola mata, tidak ada gunanya berdebat dengan peraih juara satu lomba debat tingkat provinsi.

"Daripada mikirin yang ga jelas, mending lo fokus ngerjain revisi. Udah jam berapa ini?" Tegur Sae.

"Padahal kalau mau pulang tinggal pulang, kan gue bisa ngunci ni ruangan nanti," balas (Name). Sae menatap (Name) datar, membuat (Name) buru-buru fokus ke laptopnya. Tatapan itu, meski datar, tapi rasanya sangat menusuk.

(Name) menghela napas, melanjutkan mengetik. Sejak kelas sepuluh, teman satu organisasinya itu memang selalu begitu. Ketus dan cuek, membuat semua orang selalu merasa segan kepadanya. Tapi entah kenapa, jika bersama (Name), pria itu sering berbicara lebih banyak dari biasanya. Walaupun sebagian besar adalah kalimat kalimat sarkas.

Meskipun begitu, (Name) menyukainya selama lebih dari 2 tahun terakhir ini.

(Name) mempercepat gerakan jarinya di atas keyboard, bagaimanapun ia harus menyelesaikan ini secepat mungkin. Ia tidak bisa berdua saja dengan Sae dalam waktu lama, nanti jantungnya bisa meledak.

"Santai aja ngetiknya," komentar Sae mendengar suara jari (Name) yang agresif di atas keyboard.

"Berisik,"

Tak perlu waktu lama, 7 menit kemudian (Name) berhasil menuntaskan revisinya. Ia meregangkan leher sambil mensave file tersebut ke flashdisknya.

"Sa, ini udah selesai, langsung di print?" Tanyanya.

"Bawa sini dulu, biar gue cek," jawab Sae.

(Name) melepas flashdisknya, lalu berjalan menuju meja Sae untuk memberikan flashdisk tersebut. Sae dengan cepat membuka file milik (Name) untuk memeriksa agar tidak ada kesalahan lagi. (Name) mengipasi dirinya dengan gulungan proposal lama, berusaha agar tidak terlalu gugup karena berdekatan dengan Sae. Sekarang posisinya, Sae duduk sedangkan (Name) berdiri di sebelahnya.

Di saat begini, (Name) jadi teringat dengan obrolan adik kelasnya yang tadi tidak sengaja ia dengar. Ia tahu itu hanya gosip belaka, tapi rasanya ia juga ikut penasaran. Maka dengan mengumpulkan seluruh keberanian, (Name) pun bertanya.

"Sa, emang bener ya, katanya tipe cewe lo yang lebih tua?"

"Tau dari siapa?" Tanya Sae balik.

"Denger gosip aja sih," jawab (Name).

"Oh,"

(Name) mengerutkan dahi, tidak terima.

'Udah? Oh doang?' pikirnya.

"Ga bener tuh gosipnya, jangan percaya," ucap Sae kemudian. (Name) tanpa sadar menghembuskan napas lega.

"Lagian kita bukannya seangkatan?" lanjut Sae.

"Hah?"

(Name) refleks menjatuhkan proposal yang ia pegang. Sekretaris OSIS itu membeku di tempat, ia tidak tau harus merespon bagaimana. Apa pula maksud dari ucapan Sae tadi?

"Jatuh tuh, proposalnya," ucap Sae, masih meneliti file milik (Name).

Karena (Name) tak bergerak, Sae meraih proposal yang jatuh di dekat kakinya itu. Ia menyerahkan proposal itu kepada (Name). Namun senyuman miringnya terulas begitu melihat wajah gadis tersebut.

"Merah amat mukanya," komentar Sae. (Name) refleks menutup wajahnya dengan proposal yang ia terima. Berusaha mengatur napasnya agar normal kembali. Sae tertawa kecil, kembali menatap layar laptop.

"Tau gini, harusnya gue bilang dari dulu ya," ujarnya pelan.

"Bilang apa? Jangan ngawur deh!" Sentak (Name) sambil memukul bahu Sae dengan gulungan proposal.

"Hahah, saltingnya lucu juga," ucap Sae.

Sae mematikan laptopnya lalu mengembalikan flashdisk kepada (Name). Ia bangkit dari kursinya, lalu meraih tangan (Name), menggenggamnya erat. (Name) tentu saja kaget dengan tindakan Sae yang tiba-tiba itu.

"Woi Sa, kenapa-"

"Laper ga? Mau cari makan dulu?"

"G-gausah! Gue mau langsung pulang aja!"

"Ga terima penolakan sih gue sebenarnya,"

(Name) mengernyit geram. Sae kini meraih ransel (Name) yang ada di atas kursi, lalu memberikannya kepada (Name). Ia tersenyum, kali ini sedikit terlihat lebih tulus. Membuat jantunt (Name) serasa ingin melompat dari tempatnya.

"Sekali-kali nyenengin cewe yang gue suka,"



END

𝗚𝘂𝗹𝗮𝗹𝗶 (𝗕𝗹𝘂𝗲 𝗟𝗼𝗰𝗸 𝗢𝗻𝗲𝘀𝗵𝗼𝘁)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang