Revisi setelah end.
🗡Happy Reading!🗡
"Bertahan hanya untuk sementara."
—•♥•—
"Kak Atlas wangi, deh." komentar Etta saat ia bergelayut manja di lenganku, "Kak Atlas tumben pakai parfum?"
"Nggak pakai parfum, Etta." balasku.
Entah ini yang keberapa kalinya aku menjawab dengan jawaban serupa. Ingin menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, tapi aku terlalu malas dan lebih memilih untuk diam.
Aku yakin, pasti akan ada penjelasan lebih mengapa tubuhku ini mendadak wangi bunga mawar.
"Lantas?" Etta menaikkan sebelah alisnya, "Kak Atlas bohong lag—"
"Enggak, Etta. Kak Atlas nggak pakai parfum." Aku menyela.
"Tapi, tubuh Kak Atlas wangi bunga mawar." Etta bergumam. Ia melirik ke arah pergelangan tangan kiriku yang terbalut perban. Luka akibat cengkeraman kemarin lumayan terbuka.
"Kenapa lagi, tuh?" Etta menarik tanganku, tampak seakan memeriksa, "Siapa yang—"
"Ssstt..." Aku menempelkan jari telunjukku di depan bibir—meminta Etta diam saat sayup kudengar suara benda bergeser di dalam kamar Ibu.
Etta seketika bungkam. Seakan paham ia turut mendengarkan apa yang kumaksud. Awalnya hening, tapi tak lama terdengar suara seseorang yang seperti baru saja turun dari ranjang.
"Sepertinya Ibu sudah bangun." kataku. Lalu menatap Etta, "Pergi ke luar untuk menyapu teras. Kak Atlas mau ke kamar Ibu."
"Menyapu teras?" Etta mengulangi ucapanku, "Untuk apa? Etta juga mau ikut Kak Atlas liat Ibu." serunya memaksa.
Aku spontan menggeleng, "Jangan."
Etta mencebikkan bibirnya. Kurasa anak ini memang tidak mengerti maksudku. Sejak kejadian kemarin pagi, naluriku berkata kalau Ibu sudah tidak lagi aman untuk didekati.
Andai Etta tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pasti ia akan terkejut melihat Ibu dalam kondisi seperti itu. Jangankan terkejut, mungkin Etta sudah kepalang takut dan memintaku kabur dari rumah ini sekarang juga.
Kalau pun benar tubuh Ibu sedang dirasuki oleh iblis, itu tidak membuatku harus meninggalkan Ibu dalam waktu yang singkat. Terkecuali memang sudah saatnya.
"Etta yang menyapu teras, ya? Kak Atlas mau kasih sarapan untuk Ibu."
Pada akhirnya Etta pun menurut. Ia mengangguk singkat sebelum dirinya pergi ke teras depan untuk menyapu.
Aku sengaja menyuruh Etta untuk melakukan itu. Setidaknya ia jauh dari kamar Ibu. Toh, kalau misalnya Ibu melancarkan aksi dalam jiwa yang dikendalikan oleh iblis, aku hanya perlu berlari keluar rumah dan membawa pergi Etta dalam waktu yang singkat.
Kurasa itu cukup mudah.
Kini aku pergi ke dapur. Juga memastikan Etta tidak bandel yang malah diam-diam menyelinap masuk ke kamar Ibu.
Jujur, sebenarnya aku kurang percaya diri dengan masakanku. Sup Kelinci. Nama kerennya Lapin a La Cocotte. Begitulah yang pernah Ibu katakan pada kami. Untuk sayur dan dagingnya aku tidak membeli. Melainkan memetik sayurnya langsung dari kebun Ayah di belakang rumah sementara daging kelinci memang sudah ada di penyimpanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atlas Walker [On going/Slow Up]
FantasyAtlas Walker : Penyihir Darah Murni yang Terkutuk "Dunia itu adil. Ketika aku ditakdirkan untuk hidup abadi, maka aku ditakdirkan pula untuk merasakan sakitnya kehilangan orang yang kusayangi." Petualangan - Aksi - Supranatural- Romantis Di tengah...