Revisi setelah end.
🗡Happy Reading!🗡
"Sosoknya datang seakan menggantikan Ayah."
-•♥•-
"Kak Atlas, itu siapa?"
Aku spontan menoleh ke arah sumber suara. Begitu pun Tuan Frederick. Kulihat Etta sudah berdiri di sana. Ia menatap Tuan Frederick dari ujung kaki sampai kepala. Seakan merasa asing dengan lelaki di hadapannya, kening Etta mengerut dalam.
Etta berpaling menatapku. Sembari menunggu jawaban, kini Etta menaikkan sebelah alisnya.
"Tuan Frederick." jawabku kemudian.
Lalu, Tuan Frederick menambahkan, "Panggil saja Fred, Nak. Aku teman lama Ibumu."
"Teman lama Ibu?" Etta mengulang.
Tuan Fred mengangguk singkat, "Mungkin kau lupa siapa aku. Tapi, kita sudah pernah bertemu sebelumnya."
"Tapi, Etta tetap nggak kenal siapa Tuan..." Etta bergumam pelan.
Rahang Tuan Fred mengatup. Tatapannya mendadak berubah mengintimidasi. Aku menoleh sekilas ke arah Tuan Fred, menyadari tangannya terkepal kuat. Aku kembali menatap Etta. Ia membeku di tempat, walau sesekali memerhatikan Tuan Fred yang kini duduk di sofa.
Aku kurang tahu mengapa ekspresi Tuan Fred bisa berubah secepat itu. Mungkin Tuan Fred pikir, Etta hanyalah anak kecil yang pendiam. Tapi nyatanya tidak. Etta banyak bertanya. Bahkan, kerap berkata jujur dengan wajah polosnya.
Ah, maklumlah kataku. Namanya juga anak kecil. Masih belum mengerti bagaimana perasaan orang lain. Mungkin Tuan Fred-nya saja yang mudah termakan emosi.
"Eh, Etta," aku menarik perhatian Etta. Adikku spontan menoleh, "Sarapannya sudah selesai, ya? Sekarang bisa bantu Kak Atlas petik buah tomat nggak? Kalau Etta nggak capek, jangan lupa siram tanamannya, ya?" kataku sambil memutarbalikkan tubuh Etta, menggiringnya menuju dapur sementara Etta hanya diam lalu mengangguk singkat.
Usai memastikan Etta sudah pergi ke halaman belakang, aku kembali ke ruang tamu.
"Tuan Fred," kataku. Pria itu mengubah posisi duduknya menjadi tegak, "Tuan sudah sarapan belum?"
Tuan Fred tidak langsung menjawab. Ia mengambil korek di atas meja, menyalakan ujung cerutu lalu menyesapnya. Seketika kumpulan asap tipis berhamburan di udara.
"Kalau ada, sajikan saja teh hijau." Tuan Fred berkata. Ia menoleh ke arahku lalu tersenyum, "Sudah lama aku tidak minum teh hijau."
Aku langsung mengangguk paham. Kulihat Tuan Fred beranjak dari sofa, hendak berjalan menuju dapur. Detik berikutnya aku baru menyadari kalau Tuan Fred juga menyukai teh hijau sama seperti Ibu.
Mungkin itu hanya kebetulan...
🗡🗡🗡
"Tinggal di sini sudah berapa lama, Nak?" Tuan Fred bertanya saat ia bersandar di ambang pintu dapur, memerhatikan Etta yang memetik buah tomat di luar sana.
Aku menuangkan air hangat ke cangkir. Sontak, aroma teh hijau menguar bersama asap yang mengepul samar-samar. Setidaknya aroma teh hijau ini lebih baik daripada asap rokok Tuan Fred. Jujur, sudah karena mencemari udara, juga tidak baik untuk kesehatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atlas Walker [On going/Slow Up]
FantasyAtlas Walker : Penyihir Darah Murni yang Terkutuk "Dunia itu adil. Ketika aku ditakdirkan untuk hidup abadi, maka aku ditakdirkan pula untuk merasakan sakitnya kehilangan orang yang kusayangi." Petualangan - Aksi - Supranatural- Romantis Di tengah...