Tidak ada yang salah dari ceritaku, aku saja yang terlalu berharap, padahal kita sudah jelas-jelas berbeda.
-Adelia Edelweiss-Pov Adelia
Orang gila mana yang sudah berusia 21 tahun tapi malah pacaran sama yang beda agama? Eh HTS!
Memang usia ku belum matang, tapi mama ku selalu berharap aku punya satu laki-laki untuk seterusnya, seperti Papa untuk Mama. Walaupun perjalanan yang mereka tempuh juga tidak mudah.
Perkenalkan aku Adelia Edelweiss. Bukan keturunan bule, aku pribumi asli yang lahir dari pasangan suami istri saling mencintai sejak dulu. Namaku diambil dari bunga cantik yang tumbuh abadi di sekitar pegunungan. Kala itu katanya mereka sedang berkunjung ke Gunung Rinjani dan menemukan bunga edelweiss disana. Papa ku berjanji akan memberikan aku nama itu ketika aku lahir. Mereka menantikan kehadiranku selama 5 tahun pernikahan. Benar, Aku terlahir dari keluarga cemara dan anak tunggal.
Namaku agak bule tapi nyatanya wajahku sangat sunda pride, kalau kata orang-orang. Aku beribadah dengan cara bersujud, tapi iman ku belum sebaik Mamaku dan Mama tidak memaksakan hal itu. Aku tidak berhijab dan aku Mahasiswi Kedokteran yang terkadang masih lupa dengan kewajiban agamaku karena kesibukan yang aku jalani, tapi sebenarnya itu tidak bisa dijadikan alasan sih, dasar aku nya aja yang malas..
Mama ku seorang Dokter dan Papa ku Pengacara yang super sibuk, pengalaman ke Bromo yang aku ceritakan tadi, ketika mereka masih remaja di Sekolah Menengah Atas, waktu itu mereka masih banyak waktu luang sebelum akhirnya mereka menggapai cita-cita nya yang kebetulan jadi manusia super sibuk!
Mama ku Dr.Indira, dokter spesialis jantung yang bekerja di rumah sakit Medika. Mama sudah tergolong dokter senior dengan berbagai prestasi yang di raihnya sejak masih muda. Katanya kalau dokter, pasangannya pasti sesama Dokter. Tapi berbeda dengan mama, Mama bertemu dengan Papa ku yang mana profesi nya seorang pengacara. Sungguh kedua profesi ini tidak ada sangkut pautnya, namun tidak apa, mereka hanya menjalankan takdir hubungan dengan semestinya.
Papa ku Bramantyo Andrew, keturunan blasteran Chines dan Jawa. Papa ku seorang Pengacara hebat yang telah menangani beberapa kasus besar di Jakarta. Papa ku seorang mualaf, ia baru berpindah keyakinan ketika bertemu dengan mama ku. Tidak berlangsung mudah, Mama ku menikah di usia 27 tahun karena menunggu kepastian dari Papa yang saat itu juga sangat tunduk dengan ajaran keyakinannya. Mereka kenal sejak masih duduk di bangku SMA. Papa dan Mama berkenalan saat mereka bergabung dalam Ikatan Pelajar Pecinta Alam. Keduanya menyukai alam terutama gunung dan tebing.
Namun cerita tentang Mama Papa ku itu dulu, sekarang hanya tinggal Mama. Papa meninggal karena serangan jantung akibat menangani kasus client yang pada saat itu kasus nya kalah di persidangan kemudian menyerang balik dan menyalahkan Papa ku secara terus menerus. Seseorang selalu mengirimkan pesan dan bingkisan terisi teror kepada Papa, selama hidupnya Papa tertekan padahal kasus nya sudah lama. Hingga tiba saat nya Dokter menyatakan bahwa Papa terkena serangan jantung ketika kami menemukan Papa telah tergeletak di bawah meja kantornya dengan memegang kertas ancaman yang berisi coretan darah segar. Pada saat itu, Papa beberapa hari dirawat di Rumah Sakit dan Mama ku sendiri yang menangani. Namun kondisi Papa ternyata tidak stabil yang mengakibatkan tekanan darahnya turun drastis dan detak jantungnya tiba-tiba berhenti tepat di ulang tahun ku yang ke 10 tahun. Kalian harus tau aku menangis sepanjang malam dan terus merengek kepada minta bertemu Papa, padahal saat itu Mama juga butuh di kuatkan. Belum lagi keluarga Papa yang selalu mengungkit dan terus bilang Mama tidak becus merawat dan menangani penyakit Papa sampai nyawa nya tidak tertolong. Padahal kematian adalah takdir dan siapapun tidak bisa menyalahkan takdir.
Setelah cerita pahit ku di tinggal Papa, aku berdua dengan Mama sejak saat itu. Mama menjadi figur ibu sekaligus ayah yang baik buat aku. Aku berusaha ngerti dan tidak semanja dulu, aku bukan lagi Adelia yang minta di temani tidur, aku bukan lagi Adelia yang merengek minta di belikan mainan dan aku bukan lagi Adelia yang menangis jika telur dadar ku tidak matang dengan sempurna.
Di usia remaja ku, Mama sempat ingin memasukkan ku ke sekolah farmasi, mama tidak mau jika anaknya menjadi dokter sepertinya. Menurut Mama dokter sangatlah membanggakan, tapi tidak dengan waktu yang ia miliki, sebagian waktunya di habiskan untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
Aku akhirnya bersekolah di SMA Kebaktian Jakarta. Dan, disini lah aku bertemu dengan laki-laki idamanku. Dia cinta pertama ku hingga saat ini. Izinkan aku memperkenalkan laki-laki yang singgah di hatiku kurang lebih enam tahun belakangan. Namanya Reynaldi Abraham atau biasa dipanggil "Rey". Dari namanya saja kalian pasti tau kalau dia tidak seiman denganku.
Semenjak kepergian Papa, aku selalu berdoa di pertemukan dengan laki-laki sebaik Papa bahkan jika bisa aku minta lebih dari Papa. Laki-laki yang dewasa, bertanggung jawab, penyabar, mapan dan laki-laki yang takut akan tuhan. Tapi aku lupa menyebutkan tuhan yang sama dengan tuhan ku. Jadilah semesta mempertemukan aku dan Rey dengan wujud sempurna, perbedaannya hanya di bagian iman, tapi itu berat. Kadang aku tidak tau diri dengan meminta agar Rey bisa seperti Papa yang ikut mengimani keyakinan Mama. Tapi bukannya manusia tidak boleh egois dengan mengambil umat dari tuhannya?
Rey ini Laki-laki sederhana dengan bakatnya yang berlebihan. Bagaimana aku tidak menyebutnya berlebihan ? Dia jago main gitar, suaranya bagus, dia juga jago karate, Rey juga pintar di bidang akademik hingga pernah meraih Juara dan mendapatkan Medali Emas di olimpiade sains. Selain itu, Rey juga ahli membidik foto tepat sasaran dengan hasil yang sangat baik hingga karya nya pernah di lirik salah satu kolektor foto di Indonesia.
Rey hidup sendiri sejak SMA. Aku menemukannya dengan keadaan mengenaskan. Masuk sekolah dengan wajah sembab dan penampilan yang jauh dari kata rapi. Ternyata saat itu merupakan hari dimana nenek nya meninggal tapi ia harus berangkat ke sekolah karena menjalankan MOS (Masa Orientasi Siswa) atau yang biasa disebut ospek. Orang tua Rey sudah meninggal akibat kecelakaan saat Rey masih bayi, hingga ia tinggal dan di rawat oleh nenek nya sampai masuk ke jenjang SMA. Rey tidak punya siapapun sekarang, masa SMA ia manfaatkan untuk mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai penjual keliling. Tanpa rasa malu dan gengsi terkadang Rey membawa jualannya ke sekolah. Untungnya teman-teman kami attitude nya bagus, hingga tidak ada satu pun yang mengejek, malah mereka semua membeli jualan Rey.
Saat ini Pekerjaan Rey setelah lulus dari SMA adalah reguleran di cafe ketika malam hari. Rey menyadari kegemarannya bermusik saat sekolah kami mengadakan pentas, Rey belajar bermain gitar secara otodidak. Gitar yang biasa digunakan Rey untuk belajar adalah Gitar milik sekolah. Sekolah kami bukan sekolah Seni, namun sangat menjunjung tinggi kesenian termasuk memberikan fasilitas alat musik di sebuah ruangan yang bebas untuk di mainkan anak sekolah.
Selain bermusik, Rey juga masih menggunakan hobi nya menangkap gambar dengan kamera bekas yang ia beli di pasar gang dalam. Biasanya untuk Job fotografer Rey hanya mengambilnya ketika ada ajakan dari rekannya selaku penyedia jasa wedding organizer atau terkadsng Rey mengikuti Event fotografi setiap hari Minggu.
Walaupun masih menekuni dunia perfotoan, kata Rey ia lebih tertarik untuk menjadi musisi. Tidak mudah dan sangat berat impian dari Rey ini, tapi aku yakin dia bisa. Kami sudah sering membuat ccover nyanyian bersama di akun sosial media, namun tidak ada satupun yang pernah trending.
"Jangan mimpi jadi musisi, mana bisa orang ga punya modal jadi musisi" Kata mereka. Padahal aku percaya dia punya bakat di bidang itu. Aku selalu mendukungnya di sela-sela kesibukan kuliahku saat ini.
Aku dan Rey sudah enam tahun dekat tapi beliau ini tidak pernah menyatakan cinta. Aku bingung juga ini namanya apa. Pesona laki-laki beda agama memang beda ya!
Walaupun aku dan Rey tidak pernah dengan gamblang menyatakan bahwa kami ini pacaran, perlakuan Rey ke aku lebih dari kata manis. Komunikasi kami juga sangat baik walaupun hanya bertemu satu minggu sekali. Selebihnya kami menjaga komunikasi melalui sambungan telfon atau pesan teks
Ini ceritaku dengan Rey. Maaf kalau banyak percintaan dari pada edukasi karena aku hanya ingin mengabadikan kisah aku dan Rey dalam sebuah tulisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EMPTY
Teen Fiction"Rey, kamu adalah ciptaan tuhan paling sempurna. Aku beruntung mengenalmu di waktu emas kita." - Adelia. "Aku tidak menjanjikanmu kepastian kalau kita akan bersama selamanya Del, Aku hanya bisa berusaha selalu ada untuk kamu dalam keadaan apapun."...