£•∞ Lembaran satu

1.5K 45 9
                                    

∞ ©Nonanaf






Seorang perempuan berusia dua puluh lima tahun mondar-mandir di depan ruang operasi, menunggu dengan cemas suaminya yang tengah dioperasi karena mengalami kecelakaan.

Tiga jam berlalu, perempuan dengan nama Ajeng Nilam Praharja itu dibangunkan oleh suster karena tertidur di kursi tunggu.

"Bu, dokter ingin bicara mari, saya antar," ucap suster dengan ramah. Ajeng yang baru saja bangun menghela napas lelah, tanpa berkata-kata dia mengikuti suster.

Bukannya mendapatkan ketenangan, berbicara dengan dokter malah membuat Ajeng puyeng. Bagaimana tidak, apa yang disampaikan dokter terasa seperti sambaran petir di siang bolong.

"Vonis sementara. Akibat kecelakaan yang suami Ibu alami, kemungkinan suami Ibu akan mengalami kelumpuhan karena cedera tulang belakang yang dialaminya. Ini yang baru kami temukan, untuk lebih jelasnya akan kita dapati saat Pak Agil sadar nanti," jelas dokter mengenai keadaan Agil suaminya.

Ajeng rasanya ingin lari saja meninggalkan laki-laki itu, tapi dia tidak punya apa-apa. Alhasil Ajeng pun tetap berada di sisi Agil.

Ajeng menyerahkan urusan perawatan Agil kepada rumah sakit, untuk apa dia turun langsung? Selain itu biaya rumah sakit juga di tanggung oleh perusahaan, jadi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Ajeng menatap lurus Agil yang terbaring di atas ranjang dengan berbagai alat medis yang menempel di tubuhnya. Agil yang malang.

Tatapan Ajeng beralih kepada kaki Agil, kata dokter kaki Agil akan cacat.

"Semoga kamu tidak menyusahkan, atau lebih baik mati saja Mas." Ajeng berbisik tepat di telinga Agil, mengusap lengan Agil pelan.

Setelah hampir dua puluh hari tidak sadarkan diri, akhirnya Agil sadar. Mata dengan iris coklat terang itu menatap sekitarnya secara acak, matanya masih beradaptasi dengan cahaya. Tidak ada siapapun, hanya dia sendiri ditemani dengan berbagai alat yang suaranya terdengar menyeramkan.

Agil tidak ingat kenapa dirinya bisa ada di sini, dia memejamkan matanya coba mengingat hal apa yang telah menimpanya. Bayang-bayang kegiatan yang biasa dia lakukan hadir bergantian, sampailah pada kejadian itu. Sial!

"Tuan Agil, anda sudah sadar?" tanya suster sambil melambaikan tangannya di depan wajah Agil.

Agil tidak merespon, tapi tatapannya tertuju pada suster. Tidak lama suster itu segera pergi keluar dan memanggil dokter.

Dokter datang ditemani beberapa perawat lainnya, kemudian langsung melakukan beberapa rapa tes. Memastikan setiap panca indra Agil berfungsi.

Semua tubuh bagian atas Agil memberi respon saat dokter menyentuhnya, tapi saat dokter mencoba kaki Agil —sesuai dengan perkiraannya, tidak ada respon sama sekali. Bahkan saat dokter mencubitnya.

Setelah melakukan serangkaian tes fisik, dokter mewawancarai Agil. "Baik Tuan, saya dokter Rusli dokter yang menangani anda. Sebelumnya saya ingin bertanya, apa benar nama anda Agil Mahendrata?" tanya dokter sambil menatap mata Agil.

Agil ingin menjawab, tapi entah kenapa terasa sangat sulit sekali. Bahkan suaranya tidak keluar. Melihat itu dokter pun memberikan arahan lain.

AKS || NonanafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang