🌪️{Two}❄️

416 52 49
                                    

Taufan masih mengingat jelas rupanya.

Manik biru yang sedikit lebih gelap dari miliknya, selalu sayu memberikan ketenangan yang mendalam mengingatkan nya pada hamparan ombak samudra.

Rambut coklat nya sedikit lebih panjang dari yang dia ingat, digerai bebas melewati jenjang leher nya yang seputih salju, begitu halus saat diterpa angin pagi.

Adik mungil nya telah tumbuh besar, wajahnya tidak sebulat dulu, cukup disayangkan karena Taufan masih ingin menoel-noel pipinya itu dengan gemas setelah sekian lama, mungkin ini saat nya dia melakukan hal lain—

Taufan mengernyit, ada yang salah dengan penampilan adiknya itu.

Tidak, dia masih sangat manis seperti yang dia tahu, walau kini auranya sudah berubah menjadi lebih dewasa dalam artian tertentu, cukup memanjakan mata.

Adiknya biasanya identik dengan warna biru, dia selalu cocok memakai apapun dengan warna seiras.

Karenanya melihat nya berdiri di balkon hanya dengan kaos hitam yang kebesaran dan celana longgar, pundaknya bahkan terekspos begitu jelasnya.

Begitu rupanya, Taufan berdecih tidak suka. Jelas pelakunya hanya bisa satu orang, yang Taufan tahu persis atau tidak sangka akan benar-benar melakukannya secepat ini.

*Hali sialan! * Taufan menggigit jari nya, tak habis pikir apa yang kakaknya telah lakukan tadi malam pada adiknya itu.

Pikirannya harus terpotong saat dirinya tak sengaja bertatapan dengan adik kecilnya itu.

Manik sapphire yang bergembira bertemu manik aquamarine yang tertegun— lebih ke ngeri.

Kemudian bukan sambutan kerinduan yang Taufan dapat, melainkan jeritan nyaring dari balkon kala adiknya berlari ke dalam.

"HALILINTAR! ADA ORANG GILA PAKAI SAYAP PERI DI HALAMAN!"

Taufan berkedip sesaat, menengok kanan kiri namun nihil, tidak ada orang lain selain dirinya. Hendak menggaruk kepalanya bingung, Taufan merasakan halangan di pundaknya yang membuatnya terpaksa menatap kebawah hanya untuk berkeringat dingin.

*Taufan geblek! Lu masih pakai kostum acara tadi!! *










"Orang gila itu Taufan, kau tidak ingat?"

Ais menggeleng kuat, merapatkan tubuhnya lebih dekat pada Halilintar yang tadinya sedang memakai kemeja putihnya.

"Aku tidak ingat punya kakak mimi peri." Ujar nya pelan, menatap was-was ke arah tangga karena orang yang baru datang barusan sedang mengganti bajunya di atas.

"Yah, ku akui dia memang sinting memakai pakaian aneh itu kemari. Kuatkan batin mu saja, kau akan bersamanya hari ini."

Ais spontan mengangkat kepalanya, melihat Halilintar yang tengah memakai dasi merah dengan tidak acuh. Tangannya meremas pelan kemeja putih Halilintar tak suka,"Kau mau pergi kemana?"

Jika malaikat maut bisa tertawa, mungkin Ais telah mendengar nya kali ini lewat Halilintar yang terkekeh. Bulu kuduknya merinding namun Ais enggan melepas tangannya.

Manik ruby itu menatapnya balik dengan rasa terhibur, satu tangannya mengusap pipi Ais lembut, "Tentu saja kerja Paus kecilku, kenapa? Tidak mau aku pergi?"

Ais enggan membuka mulutnya, ingin sekali dia memalingkan mukanya namun tahu itu percuma jika tangan Halilintar masih setia bertengger di wajahnya.

Sentuhan yang hangat, tak mungkin Ais berkata dia menyukainya terang-terangan.

"Hoi, kalian mau sampai kapan bermesraan didepan ku, Huh?"

Ais sontak saja menolak tangan Halilintar pelan dari wajahnya begitu suara lain terdengar.

Froren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang