☀️{Six}❄️

370 47 27
                                    

Kakak tercinta nya itu istimewa.

Solar tahu itu sedari mereka masih tinggal bersama, hidup dengan Bunda mereka di rumah yang hangat dan menjalani hari selayaknya anak-anak normal di usia mereka.

Tidak seperti Blaze atau Duri yang merengek kala Bunda mereka melarang kak Ais untuk bermain diluar, Solar kecil cukup paham tentang alasan dibaliknya. Bunda berkata tubuh kakaknya itu susah untuk sembuh kalau terluka, tak lama kemudian Solar menemukan itu adalah ciri-ciri penyakit hemofilia dari internet.

Tapi itu bukan apa yang Solar ingin tahu. Penyakit itu bukan apa yang membuat Solar merasa berbeda dengan kakak kelimanya.

Itu tidak seperti hemofilia, bisa menyebabkan pikiran dan kesadaran mereka kacau begitu mata mereka terkunci pada aliran merah pekat yang mengalir keluar dari kulit seputih salju itu, dengan sepintas rasa aneh yang membuat rahang mereka terasa kering.

Atau menjelaskan kenapa ekspresi menahan rasa sakit di wajah yang elok itu bisa begitu adiktif, Solar gila untuk ingin mengukir abadi gambaran itu dibenaknya.

Dalam 10 tahun mereka dipaksa berpisah pun, Solar masih mengingat jelas gambaran itu. Membuat air mata mengalir pelan dari Manik aquamarine yang indah itu adalah kepuasan tersendiri baginya.

Diam-diam ditengah penelitian yang di tugaskan padanya, Solar selalu membayangkan bagaimana eksepsi wajah kakaknya itu jika dia menyuntikan ramuan yang dia buat pada tubuhnya.

Bayang wajahnya membuat Solar menjilat bibirnya sendiri, Kak Ais memang secantik permata langka yang patut dikagumi.

"Kalau aku beri afrodisiak, Halilintar akan membunuh ku sih..." Solar tertawa pelan menggoyangkan botol ditangan nya, memasukan nya ke dalam tas perlengkapan nya, "Padahal itu pasti menyenangkan."

Manik diamond nya bergulir mengamati benda-benda di laboratorium pribadi nya. Botol-botol berisi berbagai bahan kimia berjejer dengan rapih, terlintas untuk memakai beberapa dari mereka untuk niat nya tersebut.

Solar menggeleng pelan dengan senyum tipis, *Ah, itu nanti saja. Terburu-buru bukan hal yang baik. *

Lagipula, lebih menyenangkan memainkan nya perlahan. Dia bisa dengan santai menikmati setiap gerak gerik Kakaknya, mengagumi rupanya yang elok sedekat dan seintens mungkin dari sekarang.

"My Lazuli," jarinya meraba pelan lembaran-lembaran kertas foto yang ditempel di pojok dinding laboratorium nya, koleksi berharga yang selalu dia perbarui ditiap kesempatan, "Permata seindah dirimu tidak cocok di sembunyikan di sangkar."

Skill nya mungkin tidak sebaik profesional, namun asal objek nya adalah rupa indah dari sang kakak, tak perlu pedulikan soal pose seperti apa, sudut pandang dari mana, apa yang dia pakai ataupun dimana Solar mendapatkan semua foto itu.

Itu selalu sempurna.

Masa bodoh dengan apa yang Halilintar atau ayah mereka ingin lakukan, Solar hanya akan mengambil apa yang dia butuhkan dari rencana keduanya.

Mengambil semua keuntungan untuk nya seorang, jika itu harus.

"Malam ini pun," Solar memainkan selembaran surat undangan berwarna biru, "Kan ku buat dunia mendengar permainan bak dewi itu mu kak."


















Suara lenguhan kecil tidak bisa dia tahan kala tangannya di obati dengan kapas berbalut betadine, ditekan dengan hati-hati oleh Gempa yang hanya tersenyum penuh pengertian.

"Duri punya kemampuan khusus," Ucapnya dengan tenang. Manik topaz nya menatap Ais dengan lembut, mengelus kepalanya dengan sayang berusaha menenangkan sang adik yang masih terkejut dengan apa yang dia alami tadi malam, "Dengan meminum darah orang, dia bisa mendeteksi kondisi tubuh mereka dengan tingkat ketelitian yang tinggi."

Froren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang