Sadar

90 23 4
                                    

Melvin bangun lebih pagi, ia sudah duduk di campanulla. Pikirnya, ia akan bertemu anak itu jika ia sarapan disini. Demamnya sudah perlahan turun. Namun, Melvin masih terlihat pucat. Ia belum sepenuhnya pulih.

Ia sudah menunggu sejak jam 6 pagi, sejak jam campanulla dibuka untuk tamu sarapan. Namun, ia tak kunjung menemukan anak perempuan kemarin. Jam kini sudah menunjukkan jam 10 pagi. total 5 jam sudah ia menunggu anak itu datang. Mungkin, anak itu malah sarapan di kamarnya. Melvin membatin akan dirinya yang begitu bodoh, kenapa ia tetap berpikiran anak itu akan datang.

Melvin memutar otak, mencari cara agar ia bisa menemukan anak itu. Sebenarnya, mudah saja baginya untuk mengetahui ada di kamar mana anak itu berada, karena Melvin kini mengetahui nama belakangnya adalah. Semua staff pasti lah bisa memberikannya informasi dengan senang hati. Namun, Melvin sadar benar bahwa itu adalah tindakan melanggar privasi tamunya.

Tidak ada cara lain, Melvin akhirnya menyerah pada kondisi dimana ia akhirnya menuju front office dan menanyakan ada di lantai berapa anak itu menginap. Setidaknya, jika ia tahu lantainya. Mungkin saja, mereka akan tidak sengaja bertemu.

Imelda, front officer yang bertugas terlihat murung ketika Melvin memintanya untuk mencari dilantai berapa anak itu berada.

"Tuan kecil, I'm so sorry for telling you this. Keluarga Atmadja baru saja check out. Oh itu lihat, mereka sepertinya lagi nunggu mobil mereka tiba dari valet". Imelda menunjuk ke arah luar dimana Melvin bisa melihat anak kecil perempuan itu dengan tas kucingnya. Imelda masih mengajaknya berbicara ketika Melvin malah berlari menuju keluar.

Dengan kaki kecilnya, dan kondisi tubuhnya yang tidak prima. Melvin berlari sekuat tenaga untuk lebih cepat sampai ke pintu luar. Jarak dari front office ke arah pintu keluar memang cukup panjang. The El terasa begitu sangat besar bagi Melvin yang tergopoh-gopoh kini.

"Den, jangan lari-lari. Si mbak ga kuat lari ini... nanti den Zayd pingsan, si mbak juga yang repot". Bibi pengasuhnya terus memanggil-manggil Melvin agar berhenti berlari. Namun, Melvin bertekad untuk bisa menemuinya secepat mungkin untuk meminta maaf, agar hatinya tenang.

Bukan hidup namanya kalau semua berjalan lancar sesuai kehendak manusia. Melvin baru saja hendak membuka pintu kaca keluar, ketika anak kecil itu mulai menaiki mobilnya. Tepat sebelum anak itu menutup pintunya, Melvin berteriak agar didengarnya "Tunggu, anak kucing. Tunggu". Anak itu mendengar teriakannya dan menoleh ke arah Melvin. Wajahnya memperlihatkan keterkejutan. Dengan wajahnya yang masih terkejut, dan tidak merasa bahwa dirinya yang dipanggil oleh Melvin. Anak itu buru-buru menutup pintunya dan mobil itu melaju meninggalkan Melvin yang terdiam di tempat.

Ia kini merasakan bagaimana rasanya diperlakukan seperti tidak ada. Ia semakin merasa bersalah dengan anak kecil itu. Namun, kini ia sudah pergi. Bagaimana caranya Melvin bisa meminta maaf kepadanya. Wajah kecewanya benar-benar tidak dapat disembunyikan, Melvin memeluk bibi pengasuh untuk menenangkan hatinya. Bibi pengasuh pun ikut terkejut dengan kelakuannya ini. Pasalnya, sejak ia mengasuh Melvin, tidak pernah sekalipun bibi pengasuh melihat Melvin se-ekspresif ini. Terlebih sampai memeluk, benar-benar membuat terkejut.

"Den... coba lihat itu, itu apa ya? bikin silau tuh. Itu punya den Zayd bukan?". Melvin yang tengah memeluk bibi pengasuh, spontan menengok ke arah yang bibi pengasuh maksud.

Melvin dapat melihat kilauan dari gantungan kunci berbentuk kucing. Materialnya sama dengan gantungan yang Melvin miliki. Ia jadi cepat mengetahui bahwa itu gantungan kunci dengan harga yang mahal. 

Ia mendekati gantungan itu dan mengambilnya tanpa ragu. Bibi yang melihat, tergopoh-gopoh mendekati dan membersihkan tangannya dengan tissue basah. "den, kotor. Main ambil aja sih, nanti si mbak yang dimarahi mami". Melvin tidak menggubris, ia sibuk memperhatikan gantungan kunci kucing itu. Ia meyakini, itu adalah gantungan milik si anak perempuan tadi.

Melvin hendak menaruhnya di kumpulan barang lost & found yang dikumpulkan di The El Hotel milik para tamu yang ketinggalan ketika housekeeping membersihkan kamar mereka. Namun, kemudian Melvin menyadari, gantungan anjing miliknya telah hilang. 

Melvin termenung, otaknya memutar memori dimana ia bisa kehilangan barang berharganya itu. Jikapun ia kehilangan, pasti staff mami sudah memberikannya langsung kepadanya. Semua staff hotel tahu benar, itu adalah barang favorit Melvin.

Melvin buru-buru naik ke kamar, ia tetap memegang gantungan kunci kucing di tangannya itu. Ia menaruhnya di saku celana miliknya. Ia lupa untuk menaruhnya di kumpulan barang lost & found. Kini, tangannya sibuk mengacak-acak seisi kamar. Adik-adik yang baru saja terbangun dari tidurnya, kini hanya bisa melihat Melvin dengan tatapan kebingungan.

Dimanapun melvin mencari, dimanapun Melvin menyusuri tempat-tempat yang ia datangi di hotel. Ia tidak menemukannya. Mami, papi dan adik-adik juga ikut sibuk mencari. Namun, gantungan itu benar-benar tidak dapat ditemukan.

Mami membawa Melvin ke ruang kerjanya dan memeluk putranya itu dengan erat. Mami paham benar, Melvin tidak bisa mengungkapkan perasaannya dengan bebas di depan adik-adik. Ketika pelukan mami yang hangat ia rasakan, air mata Melvin mengalir. Ia menangis hebat, ia sangat sedih, itu adalah barang pemberian papi yang sangat berharga baginya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KeyringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang