ep.02

360 53 3
                                    


“Kau belum juga pulang? Ini sudah hampir jam 8 malam.”

Jeno melihat ke arah pintu ruangannya. “Untuk apa pulang cepat?” Dia malah bertanya balik.

“Istirahat, apa lagi?”

“Di sini aku juga bisa istirahat.”

Abiantara, teman semasa kuliah Jeno hingga saat ini mereka masihlah berteman dekat, tidak bisa mengabaikan masalah yang tengah dihadapi temannya. Jadilah Abiantara masuk ke dalam ruangan dan memilih duduk di kursi di hadapan Jeno. “Kalau kau acuh begini Harlin benar-benar akan menikah lagi.”

“Itukan yang dia inginkan.”

“Tidak, kau tahu itu.”

“Tapi dia senang kalau aku jauh darinya.”

“Harlin hanya belum menyadari perasaanya, Jen.”

“Kalau dia tetap menikah?”

“Maka aku akan dengan senang hati membantumu menggagalkan pernikahan itu.” Jeno menatap temannya tak yakin. “Jangan melihat aku seperti itu.” Protes Abiantara.

“Aku mau pulang. Sana kau pulang juga.” Usir Jeno mengibaskan tangannya. Arbiantara memasang ekspresi terhianati, Jeno mana perduli.

^°^

“Pria tampan ini lembur apa ya?” Harlin sudah mondar-mandir di ruang tengah bak setrika. “Padahal aku sudah masak banyak.” Harlin bukan sedih karena masakannya tidak di makan nanti, tapi dia sedih karena tidak bisa melihat pria tampan yang dia tunggu sejak tadi sore.

“Apa aku telpon saja dia, ya?” Harlin menimang-nimang, “Tapi mereka ini kaku sekali, apa tidak aneh jika aku menelpon?”

Click

Radar Harlin langsung menatap lekat pintu yang perlahan terbuka. Dia menatap dari atas sampai bawah pria yang baru saja membalikkan tubuhnya, Harlin harus memastikan kalau rupa pria ini sama seperti di foto yang terpajang. Benar itu pria yang dia maksud, Harlin buru-buru menghampiri suami dalam mimpinya itu sembari tersenyum lebar, tidak perduli dengan ekspresi terkejut terlihat di wajah tampan itu.

Grab!

Tanpa kata pun Harlin langsung berhambur memeluk Jeno, bahkan dia mendusal-dusalkan wajahnya di dada bidang itu, seperti wanita tidak tahu malu. Biarkan, selama ini mimpi Harlin akan melakukan apa pun sesuka hatinya. “Aku sudah masak, lho~” Harlin berkata dengan mengdongak menatap wajah tampan suaminya.

“Masak?” Jeno bertanya tak yakin. Sebenarnya melihat tingkah istrinya juga tak yakin bagi Jeno. Jangan-jangan ini hanya hayalannya semata, terlalu rindu dan takut ditinggalkan saja. Tapi rasa hangat ditubuhnya terasa nyata, sulit untuk menyangkal kejadian ini.

“Kamu mandi dulu ya, aku hangatkan dulu makanannya.” Harlin melepas pelukannya, lalu mendorong tubuh Jeno untuk segera pergi ke kamar.

Jeno tidak membantah walupun dia bingung, masa perubahannya bisa 100% berbanding terbalik dari kemarin coba. Istrinya tidak sedang kesurupan, kan?

Dilain sisi Harlin dengan riang gembira menghangatkan masakan yang sudah mendingin. Melihat langsung wajah tampan bak idol itu membuat hatinya benar-benar berbunga-bunga, bahkan otaknya sudah membayangkan menempeli pria tampan itu saat tidur nanti.

Tidak ada yang lebih membahagiakan untuk orang yang tergila-gila dengan pria tampan selain ini. Selesai menghangatkan semua masakan tadi, Harlin pergi ke kamar untuk memanggil suaminya, ehem!

Kepala Harlin menyembul dari balik pintu mengintip keadaan di dalam kamar. Sungguh surga dunia! Mata Harlin kontan melotot lebar melihat punggung putih lebar terpampang nyata di depan matanya. Bak tidak bisa mengendalikan dirinya, tubuhnya sudah menempel di tubuh kekar itu.

Otomatis karena tingginya hanya sebatas dada pria itu, jadilah wajah Harlin menempel di punggung Jeno, karena itu Jeno yang kaget ada yang memeluk dirinya dari belakang, semakin kaget lagi dengan hembusan hangat di punggungnya.

“Makanannya sudah siap, lho.” Ujar Harlin setelah melepas pelukannya, dan kini sudah berdiri tepat di hadapan Jeno.

“A-ah, iya.” Jeno merespon canggung hingga nada suaranya terdengar terbata-taba. Siapa sih yang tidak kaget selama ini diabaikan oleh istri sendiri, dan hari ini dia malah dipeluk-peluk, dimasakkan juga?!

“Pakai bajumu. Aku tunggu di meja makan.” Sebelum keluar kamar Harlin menepuk dada Jeno sekali, biar terlihat perhatian dan romantic saja kesannya, padahal dia ingin saja megang dada lebar penuh otot itu.

Jangan tanyakan seperti apa perasaan Jeno saat ini, dia bahkan bisa merasakan ada yang mengalir dari hidungnya. Darah dalam tubuhnya pun terasa mengalir begitu cepat, apalagi detak jantungnya yang kelewat kencang itu terdengar jelas di telinganya.

Gila, efeknya ternyata segila ini. Jeno jadi semangat untuk memperjuangkan cintanya lagi. Tidak perduli walaupun dia akan melawan mamanya, atau kelurga besarnya. Harlin itu miliknya, hanya miliknya.

^°^

Mereka berdua sudah berada di meja makan dengan cukup banyak hidangan hasil kerja keras Harlin tadi. Dengan telaten Harlin mengisi piring kosong milik Jeno. Dan hal itu tak lepas dari perhatian Jeno, dalam benak Jeno sempat terlintas kalau dalam makanan itu ada sesuatu, karena perubahan tiba-tiba ini agaknya diluar nalarnya.

"Aku tidak tahu rasanya sesuai dengan selera kamu atau tidak, jadi beri aku masukkan apabila ini enak menurut kamu." Ujar Harlin sembari mengisi piringnya juga.

"Terima kasih." Kata Jeno sebelum memulai makan. Deg-degan juga sih setelah sekian lama akhirnya dia bisa merasakan lagi masakan Harlin.

Sedangkan Harlin masih diam menunggu Jeno memulai suapan pertamanya baru dia mulai makan juga. Dia masih terus melihat Jeno penasaran dengan reaksi pria itu, walaupun dia tidak bisa menyimpulkan dengan pasti karena Jeno hanya mengangguk beberapa kali sambil terus mengunyah. Tapi kalau seseorang terlihat makan lahap dan menambah nasi lagi, itu artinya enak, kan?

^°^

Guys, ini gak bakal panjang banget kok, soalnya aku butuh pelarian kalau lagi jenuh. Dan cerita ini agak gila, hahaha ....

Inti ceritanya saja memang agak gila sih, ya. Atau lebih tepatnya Harlin ini gak tau malu buanget.

Cegil, it's me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang