ep.03

313 49 6
                                    

Selesai makan malam tadi Harlin pergi mandi setelah kalah debat dengan Jeno yang sangat ingin mencuci piring, dan mengusir dirinya menjauh dari dapur. Sudah ganteng, pengertian lagi, siapa coba yang tidak semakin jatuh hati. Selesai mandi Harlin termenung di depan lemari kebingungan memilih pakaian mana yang akan digunakan untuk tidur malam pertama dengan suaminya.

“Kalau menggunakan piyama terbuka begini apa tidak langsung diserang aku nanti? Tapikan Harlin sama Jeno ini tidak akur, pasti Jeno tidak berani berbuat macam-macam, kan?”

Puas memilih akhirnya Harlin mengenakan piyama terusan serba panjanga, hanya saja bagian dada tampak lebih terbuka. Tidak apa-apa ini lebih baik dari pada semua serba terbuka. Selesai masalah pakaian, Harlin beralih menggunakan skin care malamnya walaupun ini bukan merk yang dia pakai, tapi karena ini bukan rumahnya, Harlin pakai saja yang tersedia.

Keluar dari walk in closet Harlin mendapati Jeno sudah berada di dalam kamar, pria itu tampak sibuk berbicara dengan seseorang menghadap ke jendela kamar yang terbuka. Harlin naik ke ranjang tiduran di sana sembari memainkan ponselnya, berusaha menulikan pendengarannya dari obrolan Jeno yang agak menarik urat itu. Mana bawa-bawa namanya lagi, apa itu ibu-ibu tadi, ya? Berarti besok dia harus cari tahu anggota keluarga yang terlibat agar tidak salah ambil langkah.

Tidak lama Jeno menutup jendela dan balik duduk di sofa yang memang terletak dekat jendela, kemudian menghidupkan laptopnya. Kegiatan Jeno beberapa tahun ini memang hanya kerja dan kerja, salah satu cara juga agar tidak ada perdebatan antara dia dengan Harlin yang bersumbu pendek. Tidak tahu saja Jeno kalau tubuhnya bisa saja berlubang karena ditatap begitu intens oleh seonggok perempuan di atas ranjang.

“Masa sih aku nganggurin pria tampan di sana, bukan aku sekali sih ini.” Dilema Harlin menahan jiwa gilanya untuk bersikap biasa saja. Inginnya nempel terus pegang-pegang begitu.

Ting~

Perhatian Harlin kembali ke ponselnya. Ada pesan masuk dari nomor baru, atau memang tidak tersimpan. Dan ternyata pesan itu berisikan gambar tak senonoh lengkap dengan kalimat menjijikkan. Seketika ingatan tentang kejadian naas yang membuat pinggangnya sakit tadi pagi terlintas dalam ingatan buruknya. Harlin merasa mual mendera perutnya.

“Itu sangat buruk. Sialan memang pria ini.” Pria seperti ini yang akan dijodohkan dengannya, gila memang wanita tua tadi. Awas saja kalau bertemu lagi, akan Harlin buat wanita itu pusing menghadapi dirinya.

Mengabaikan ponselnya, Harlin bangkit menuju Jeno yang masih tampak fokus. Tidak berbicara apa-apa, Harlin langsung saja duduk mepet ke Jeno, mungkin hanya berjarak sejengkal. Jeno tentu saja bingung. Tatapannya saja seperti sudah bertanya “Ada apa?” Tapi Harlin hanya menanggapi dengan tersenyum saja.

Jeno bukan tipe pria yang acuh dengan pasangannya, jadi tidak fokus ditempeli begini tanpa ada maksudnya. Balik lagi kekeadaan mereka yang awalnya tidak akur, kan  ini menjadi tanda tanya, walaupun ada rasa senang dalam hatinya. Mata sipitnya melirik beberapa kali dalam semenit guna memperhatikan wanita disampingnya. Dia tak lagi hanya melirik ketika merasakan tusukan pelan di lengannya. 

"Ada apa?"

"Boleh tanya tidak?"

Jeno menatap Harlin penasaran sekaligus heran, soalnya nada suara Harlin tampak ragu, pun dia tidak berani menatap dirinya. "Boleh." Jeno jawab selembut mungkin takut membuat Harlin tidak nyaman. Tapi sepertinya Harlin yang malah membuat dia tidak nyaman karena terkejut atas pertanyaan yang tak terduga.

"Punya kamu bentuknya bagus tidak?" Tanya Harlin lengkap dengan jari telunjuknya yang tidak beradab itu menunjuk ke arah bawah pusar Jeno.

"B-bentuk?" Gagap sudah Jeno. Benar-benar tidak terduga tingkah Harlin ini.

Harlin malah mengangguk semangat. "Iya. Habisnya aku di kirimi seseorang foto dengan bentuk yang jelek. Karena itu aku tanya kamu. Kamu kan suamiku, boleh dong aku tanya."

Wah! Jeno tidak tahu bangga diakui suami atau malah marah ada orang kurang ajar mengirim foto laknat begitu kepada istrinya.

"Mana fotonya?"

"Ada di ponselku."

"Aku mau lihat, bawa sini."

"Untuk apa kamu lihat punya orang?" Harlin memandang Jeno curiga. "Kamu sendiri lho ada."

"Justru kalau punya sendiri tidak apa-apa. Yang tidak punya malah tidak boleh lihat."

"Eh?" Kalau dipikir-pikir benar juga kata-kata Jeno ini. Tapi tetap saja kenapa Jeno mau lihat?

"Sana ambil ponselmu. Biar aku bisa menilai jelek atau tidak."

"Terus pendapatku bagaimana? Kan aku tidak tahu punya mu."

"Oh, mau lihat?"

Mata Harlin membulat sempurna, "boleh?!"

"Makanya ambil ponselmu."

Harlin berjalan ke arah ranjang seperti setengah sadar. Tawaran ini tuh benar-benar diluar prediksinya. "Gila, ini gila. Aku sebentar lagi melihat itu, woah!"

^°^

Note

Aku lupa kasih tau kalau ini mature. Dan seperti biasa ya guys~ akan tak update bersamaan chapter depan.

Cegil, it's me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang