06

328 25 0
                                    

Dinginnya AC menyapu lembut permukaan kulit dua insan yang tengah tergolek damai di atas tempat tidur. Rengkuhan posesif di pinggang gadis itu membuatnya kaku seketika, ketika netranya terbuka. Dia sedikit menggeliat, kemudian mentolehkan wajahnya pada sang pemilik tangan yang bertengger sejak sore di pinggangnya. Jeykha, batinnya.

Atmosfer kamar masih tetap mencekam dan gelap, hanya diterangi sinar bulan yang menelusup masuk melalui jendela kaca besar kamar Jeykha. Alice dengan leluasa bisa meneliti wajah sang dominan dari jarak yang begitu dekat. Aliran darah di nadi silvinya mengalir lebih cepat ketika iris matanya menangkap wajah Jeykha yang pulas terkena paparan sinar rembulan dan membuat Alice mengakui jika Jeykha merupakan sosok iblis tampan tanpa dosa yang menempeli dirinya selama berada di alam mimpi.

Perlahan, namun pasti Alice memindahkan tangan Jeykha darinya. Tanpa membuat pergerakan yang berlebihan agar tidak membangunkan iblis tampan itu, Alice bangkit seraya menurunkan kedua kakinya menginjak lantai. Dia dengan asal mengikat rambut menggunakan karet gelang yang selalu dia bawa di pergelangan tangannya.

Kamar Jeykha begitu gelap dan dingin. Ingin sekali Alice menyalakan lampu atau kabur saat itu juga, namun tak dia lakukan, dia terlalu takut untuk membuat Jeykha marah padanya.

Hari telah malam, Veronika pasti mengkhawatirkannya jika dia tak kunjung pulang. Beberapa saat tampak berpikir dan memperhatikan keadaan kamar yang gelap, Alice merasa sedikit lapar, bukan sedikit melainkan dia sangat lapar. Dia juga merasakan perih di pergelangan tangannya. Lilitan tali yang tadi menjeratnya di kedua sisi tempat tidur membuat Alice meronta dan tanpa sadar menyakiti dirinya sendiri.

Alih-alih berdiam di tempat, Alice memilih untuk berdiri dari duduknya. Atensinya jatuh pada balkon kamar Jeykha yang menampakan alam malam. Langkahnya berderap menuju pintu penghubung kamar dan dunia luar itu. Tangannya bergerak dan menggeser pintu kaca, kemudian melangkah keluar. Angin malam nan segar itu berhembus dan menerpa kulit putihnya dan membuatnya sedikit bergidik geli. Netranya menyapu seluruh pemandangan di depannya. Dia mendapati pemandangan yang tak asing lagi, kelap-kelip lampu jalan hingga gedung-gedung bertingkat dia dapatkan, serta hiasan langit malam yang terlewat indah untuknya.

Alice menyukai malam, dia gelap namun selalu indah. Sudut bibirnya tertarik, dia tersenyum ketika tatapannya jatuh pada taman di bawahnya. Dia tidak menyadari, jika rumah Jeykha memiliki taman kecil nan indah seperti yang dia lihat saat ini. Ingin rasanya dia melangkah turun ke bawah dan duduk pada ayunan yang ada di taman kecil itu, tapi sekali lagi ... dia tidak memiliki keberanian.

Baru saja Alice ingin membalikan tubuhnya, tapi dia dikejutkan lebih dulu dengan kehadiran Jeykha yang berdiri mantap di belakangnya. "Maafkan, aku," lirih Alice.

"Kau sudah puas melihatnya?" tanya Jeykha ketus.

"Ya."

Alice berada dalam diam dan menunduk. Dia tidak tau, jika Jeykha sudah bangun dan menyalakan lampu kamar dan sekeliling rumahnya. Dia terlalu sibuk menikmati suasana malam dan larut dalam hembusan angin yang menyegarkan.

"Aku akan balapan malam ini," ujar Jeykha seraya berbalik, kemudian duduk di tepi tempat tidurnya. Alice masih mematung di balkon, namun sedetik kemudian dia tersadar dan berderap masuk dengan hati-hati. Entah, apa yang bisa dia lakukan. Gadis itu hanya berdiri di depan Jeykha, menunggu titah pemuda itu untuknya.

Jeykha sedikit memperhatikan Alice yang berdiri gugup di depannya sembari memainkan jemari tangannya yang tampak basah karena keringat. Perhatiannya tertuju pada pergelangan tangan gadis itu yang membiru. Jeykha sangat tau, rona itu adalah hasil dari perbuatannya sore tadi, tapi dia tidak peduli. Setiap jejak di tubuh gadis itu adalah bukti nyata, pada siapa dia patuh dan siapa pemiliknya.

Metanoia • Lizkook 18+ ⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang