08

379 23 2
                                    

Berlin, ibukota negara Jerman merupakan negara yang sarat akan budaya, manufaktur hingga seni dan karya sastranya. Tentang sastra, sejarah negara dengan kota yang tidak pernah mati itu tak lepas dari karya sastranya, entah epik, lirik, maupun drama. Sastra Jerman dimulai pada abad pertengahan awal dengan sastra Jerman tinggi kuno di bawah kuasa raja Carolus Magnus –Karel yang Agung di tahun 750. Bukan hanya tentang sastra, Jerman begitu populer, selain karena arsitektur megahnya yang menghiasi tiap sisi jalan, namun juga karena sejarah kediktatoran Adolf Hitler yang terkenal di mata dunia.

Terlepas dari semua itu, Jerman kini merupakan negara maju dengan perkembangan teknologi hingga industri yang pesat.

Lamborghini bercorak metalik itu memecah jalanan kota Berlin, memasuki area perumahan hingga berhenti tepat di depan rumah sederhana yang dihiasi bunga nan rimbun serta kolam ikan kecil di sudutnya.

Mendengar deru mesin mobil yang berhenti, kemudian memacu gas lalu pergi. Wanita yang tampak awet muda itu mengintip dari balik jendela rumah yang menghadap langsung keluar. Dia tersenyum ketika melihat gadis kecilnya telah pulang dan diantar oleh seseorang yang entah siapa. Dia akan menanyakannya.

"Alice?"

Gadis yang dipanggil namanya itu sedikit tersentak kaget saat menutup pintu rumah. Hari hampir sore, tapi Veronika sudah berada di rumah. Bukannya tidak percaya, hanya terkejut melihat wanita yang disapa Veron itu sudah kembali dari tempat kerjanya.

"Oh, Veron." Alice menarik ujung kemejanya seraya berjalan mendekat pada Veronika. "Kau sudah pulang?"

"Yeah, kedai tempatku bekerja harus ditutup."

"Mengapa bisa begitu?"

"Pemilik kedai terbelit hutang dan tak mampu membayar. Imbasnya kedai harus ditutup," jelas Veronika.

"Kasihan sekali. Apa mereka membayar gajimu bulan ini?" Alice bertanya dengan perasaan ragu.

"Ya, mereka membayarnya dengan pemotongan 50%." Veronika menghembuskan napas nyaris terdengar kasar.

"Apa? Veron, mereka tidak seharusnya berlaku seperti itu." Ekspresi datar dari garis wajah Alice langsung saja berubah ketika mendengar ucapan Veronika.

"Al, biarlah. Kita bisa hidup untuk bulan ini. Besok aku akan mencari pekerjaan. Kudengar Gereja sedang membutuhkan Koster."

"Kau yakin, Veron?"

"Tentu saja," ucap Veronika seraya meletakan kedua tangannya pada pundak Alice dan sedikit mengelusnya. "Jadi, siapa yang baru saja mengantarmu pulang? Apa dia kekasihmu?"

Alice sedikit mengerjap. Hazzle cokelatnya menatap Veronika yang tengah semringah menunggu jawabannya. "Veron, dia bukan kekasihku," elak Alice. Dia hendak berbalik ke kamar, namun Veronika mencekalnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya posesif sebagai seorang ibu pengganti, namun hal itu nyatanya berbanding terbalik dari pikiran Veronika. "Berhentilah bertanya, Veron. Dia bukan kekasihku." Dia Tuhan atas hidupku, lanjutnya dalam hati.

Andai saja bunuh diri merupakan sebuah keharusan atau syarat untuk hidup tenang, dia sudah melakukannya sejak dulu. Tidak pernah terlintas sedikit pun dalam pikirannya, jalan hidup yang berliku ini ternyata membawa gadis yatim-piatu seperti dirinya pada tujuan hidup yang mengenaskan sebelum menjemput kebahagiaan, atau tidak sama sekali.

Sorot netranya memandang pada jam yang tergantung di dinding kamar. Alice menarik, kemudian menghembuskan napasnya. Dia berderap lalu membaringkan tubuhnya yang lelah seraya menatap langit-langit. Pikiran gadis itu mengembara, kembali pada waktu di mana sentuhan Jeykha menjalar ke seluruh bagian hingga poros tubuhnya. Nikmat. Tidak ia pungkiri, sentuhan sang dominan mampu mempermainkan manah dan mantiknya. Memberikan rasa yang tak bisa ia jelaskan hanya dengan term semata, bahkan Alice tak mampu menjelaskan rasa itu melalui satuan gramatikal bahasa yang baik.

Metanoia • Lizkook 18+ ⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang