Jaehan menatap komputer dihadapannya dengan pandangan kosong. Monitor itu sudah ia matikan sejak 15 menit yang lalu, namun ia belum juga berpindah dari tempat duduknya barang satu senti saja.
Hari pertama nya bekerja di Perusahaan Shin dapat terlewati dengan cukup baik. Dia mendapatkan atasan dan juga tim yang solid, bahkan mau mengajarinya hal yang sama sekali belum ia mengerti. Tentang apa-apa saja yang dikerjakan dalam Divisi pemasaran.
Tangannya bergerak, mulai merapikan barang-barangnya untuk dimasukkan kedalam tas, dan bersiap untuk pulang.
Jaehan menatap pintu ruangan yang masih tertutup. Melihat beberapa rekan kerjanya yang ada diruangan lain berjalan keluar dengan canda tawa, membuat gerakannya terhenti, tiba-tiba saja mengingat sesuatu yang hampir setiap hari ia tunggu.
Mengetuk pintu ruangan dan menyelonong masuk mendekatinya."Jaehanie, ayo segera pulang." Hangyeom yang sudah berdiri didekatnya tersenyum sambil mengusak gemas rambut Jaehan. Jaehan yang diperlakukan seperti itu, otomatis merona. "Eum.. ayo."
Hangyeom membantu Jaehan membereskan barang bawaannya. "Hmm.. bagaimana jika setelah ini kita makan dahulu?" Jaehan terdiam, bergaya seolah-olah sedang berpikir. "Ah, ayolah Jaehanie.."
Melihat Hangyeom yang merengek seperti itu, Jaehan hanya terkekeh kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya, membuat rambut halusnya bergoyang-goyang. Hangyeom yang gemas sekali lagi mengacak-acak rambut Jaehan, keduanya berjalan beriringan sambil sesekali bercanda.
Menghela napas dengan berat, Jaehan terdiam. Barang-barangnya bahkan masih berserakan diatas meja, tapi Jaehan lebih memilih melipat tangannya diatas meja dan menelungkupkan kepalanya sejenak disana. Bayang-bayang dari Song Hangyeom belum lah sirna dari pikiranya.
Justru semakin dia mencoba mengabaikan nya, bayangan itu semakin menghantuinya.
"Jaehan-ssi tidak pulang?" Suara Sebin masuk kedalam telinga nya, sehingga dengan gerakan cepat Jaehan mengangkat kepalanya. Tanpa disadari justru membuat kepalanya terantuk pada pembatas kubikel kerjanya.
"Akh.."Sebin meringis mendengar suara kepala Jaehan dan pembatas kubikelnya beradu, lumayan nyaring.
"Kau tidak apa-apa Jaehan-ssi?""Shh... Aku baik-baik saja Sebin-ssi." Jaehan mengelus-elus kepalanya yang berdenyut nyeri.
"Jaehan-ssi belum ingin pulang?" Tanya Sebin sekali lagi.
"Ah, iya. Aku sedang membereskan barang-barang ku."
Rekan satu tim nya itu mengangguk-angguk.
"Kalau begitu ayo kita segera turun."Mereka berdua berjalan beriringan sambil sesekali Sebin melemparkan obrolan kepada Jaehan. Jaehan awalnya cukup canggung, namun karena obrolan Sebin yang cukup receh dan menggelitik, mau tidak mau Jaehan jadi ikut tertawa karena obrolan konyol yang dilontarkan Sebin.
Sesampainya di pintu lift, Jaehan bisa melihat Junghoon, Xen, dan Jehyun yang juga sedang menanti pintu lift terbuka. Entah apa yang mereka bicarakan, namun suara tawa Jehyun terdengar begitu keras."Ssttt, suaramu itu tidak bisakah dipelankan sedikit?" Tegur Xen ketika ia melihat Jaehan yang menatap mereka dengan ringisan canggung.
Jehyun memutar bola matanya malas, agak sebal dengan tingkah Xen. Ketika ia mengalihkan pandangannya, ia melihat Jaehan yang sedang menundukkan kepalanya. Dengan usil ia bertanya, "Apakah uang Jaehan-ssi terjatuh?" bibir Jehyun berkedut menahan seringaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right For Me
RomanceApa yang tidak bisa dipaksakan di dunia ini? Ya, cinta. Tak peduli bahwa mereka sudah menjalani hari-hari bersama selama lima tahun. Nyatanya, Jaehan tak pernah benar-benar diinginkan.